Sunday, October 4, 2020

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena perbuatan Kurawa. Brotoseno dan saudara saudaranya yaitu pendawa berlindung ke Negeri Wirata, dengan menyamar dan menghamba pada Raja Wirata
Jagal Abilawa (bermuka dan seluruh badannya hitam) adalah nama samaran dari Raden Bratasena (Wrekudara waktu masih muda). Dia menyamarkan diri, karena pada masa itu para Pandawa mendapat kemalangan oleh perbuatan Kurawa. Bratasena dan saudara-saudaranya Pandawa berlindung ke negeri Wirata, dengan menyamar dan menghamba pada raja Wirata.
Di negeri Wirata pada masa itu ada perang tanding yang diadakan oleh putera raja yang bernama Raden Rajamala. Masuklah Jagalabilawa ke gelanggang perang tanding itu, Rajamala dapat dikalahkan. Kemudian tertolonglah kesengsaraan Pandawa, kelimanya saudara itu mengabdi ke Wirata.
Bentuk dan pakaian Jagalabilawa tak beda Bratasena, hanya berambut terurai bentuk gimbal.
Raden Utara dan Wratsangka meminta jago kepada Prabu Amarta.

Prabu Mangsahpati memanggil Raden Utara dan Wratsangka, menanyakan mengapa Patih Kencaka dan Rupapenca tidak datang menghadap dirinya. Raden Utara menjawab:”Paman Patih tidak datang sebab sedang mengadakan pertandingan adu jago, jagonya ialah Paman Rajamala. Saya sudah berkali-kali ikut bertarung, tetapi kalah terus. Saya keroyok sepuluh orang, Rajamala masih tetap segar. Sudah banyak uang yang habis dalam adu jago ini.”
Prabu Mangsahpati mengatakan,”Kamu keroyok dengan 100 orang pun si Rajamala tidak akan kalah karena mereka itu bukan tandingannya. Coba tanyakan Wijakangka di Ketandan, apakah dia mempunyai jago yang baik.” Raden Utaka lalu menyembah dan berangkat ke Ketandan bersama Wratsangka. 
gambar pola selanjutnya



Setelah bertemu Wijakangka, mereka mengutarakan maksudnya. Wijakangka sanggup mencarikan jago untuk melawan Rajamala yaitu si Jagal Abilawa. Mereka bertiga segera menuju Pejagalan mencari Jagal Abilawa tetapi saat bisa bertemu Jagal Abilawa sedang tidur. Mereka mencoba membangunkan Jagal Abilawa tetapi tidak bergeming. Akhirnya bulu jari kakinya dicabut sehingga membuat Abilawa bangun dan marah-marah dan hendak menangkap Wijajangka dan ingin membantingnya namun setelah Wijajangka mengingatkannya bahwa ia adalah kakaknya, Abilawa mereda marahnya.
Raden Utara lalu menerangkan maksud kedatangan mereka bertiga meminta Abilawa mau menjadi jago melawan Rajamala. Abilawa sanggup kemudian mereka pergi ke Kepatihan untuk bertarung dengan Rajamala. Pertandingan berlangsung cepat Rajamala dapat dibunuh dengan Kukupancanaka, namun setelah Rajamala dimasukkan ke dalam dia segar kembali. Demikian berturut-turut hingga Abilawa kehabisan tenaga.

Kendi Wratnala (Harjuna) melihat pertarungan tersebut, dia mengira kalau kakaknya Abilawa tidak akan menang melawan Rajamala. Lalu dia teringat dengan panah Bramastra pemberian Dewa Brama. Segera dia menyuruh punakawan untuk memasukkan panah tersebut di tempat Rajamala dimandikan , tetapi kolam tersebut ternyata dijaga sangat ketat oleh prajurit. Punakawan mencari akal, mereka menjadi penjual nasi, para prajurit yang berjaga merasa lapar, lalu membeli nasi para punakawan tersebut. Lurah Semar mengatakan kepada prajurit mau minum di kolam tersebut, dia diizinkan. Dengan diam-diam dia memasukkan panah Bramastra ke dalam kolam.
Dalam pertempuran, Abilawa melawan Rajamala akhirnya Rajamala mati lagi. Segera dia dimasukkan ke dalam kolam, tetapi kali ini dia tidak bangkit lagi bahkan badannya menjadi kaku kemudian hancur. Kencaka melihat hal tersebut sangat marah lalu menangkap prajurit penjaga kolam dan segera menyerang Jagal Abilawa. Kemudian terjadi perang antara Jagal Abilawa dengan Kencaka, tetapi Wijajangka memanggil adiknya dari jauh supaya segera lari karena Patih itu ibaratnya raja. Segera Abilawa lari masuk kedalam pasar berbaur dengan orang banyak lalu menghilang. Patih Kencaka menyuruh semua orang yang berada di pasar untuk duduk dan berjongkok tetapi ada satu orang yang tidak mau duduk lalu dia dipanggil ternyata dia bernama Mbok Werdiningsih sebagai utusan dari Dewi Utari, putri Kedaton.
Ia minta izin pulang cepat karena sudah ditunggu oleh Dewi Utari. Patih Kencaka rupanya terpesona dengan Mbok Werdiningsih dia lalu melupakan Jagal Abilawa. Setelah pencarian selesai, dia lalu pulang dan membuat surat kepada Dewi Utari untuk meminta Mbok Werdiningsih. Dewi Utari sudah mengizinkan lalu menyuruh Mbok Werdiningsih untuk datang ke Kepatihan menemui Patih Kencaka sambil membawa buah tangan berupa seperangkat baju buatan Dewi Utari. Mbok Werdiningsih masuk ke dalam kepatihan lalu dia dikunci dari dalam sehingga tidak bisa keluar. Mbok Werdiningsih ketakutan lalu datang Patih Kencaka yang akan memegangnya, tetapi Mbok Werdiningsih akhirnya lari ke Ketandan meminta perlindungan kepada Wijakangka. Oleh Wijajangka, Mbok Werdiningsih disuruh berlindung kepada Jagal Abilawa di Pejagalan.
Tidak lama kemudian, Patih Kencaka datang ke Ketandan dan mengobrak-abrik tempat tersebut mencari Mbok Werdiningsih, dia sangat marah karena tidak menemukannya. Oleh Wijajangka, dia diberi tahu bahwa Mbok Werdiningsih lari ke Pejagalan. Patih Kencaka yang masih kesal tidak bisa menemukan Mbok Werdiningsih malah memerintahkan Wijajangka untuk melepas gelung kelingnya sebagai tanda raja dengan gelung tekuk tetapi Wijajangka tidak mau. Patih Kencaka marah lalu memotong gelung keling Wijajangka yang seketika itu pula membuat Wijajangka pingsan.
Setelah siuman dia meminta maaf dan segera mengejar Mbok Werdiningsih ke Pejagalan. Sesampainya di Pejagalan dia bertemu dengan Jagal Abilawa. Terjadi perang mulut dan berlanjut perang tanding. Akhirnya Patih Kencaka mati lalu jasadnya dibuang ke udara dan jatuh di hadapan Prabu Mangsahpati. Segera sang Prabu memanggil saudara Patih Kencaka yaitu Rupakenca membahas siapa yang telah membunuh Rajamala dan Kencaka. Kemudian diketahui bahwa hal tersebut disebabkan oleh Mbok Werdiningsih.

Bratasena melawan Raden Rajamala
Kemudian Mbok Werdiningsih ditangkap dan dibawa ke alun-alun untuk menjalani hukuman mati obong. Tetapi sebelum api menyentuh Mbok Werdiningsih, Batara Narada turun mengambilnya. Jagal Abilawa yang mendengar tentang hukuman Mbok Werdiningsih bela pati lalu menangkap Rupakenca yang sedang membopong mayat kakaknya, Kencaka lalu keduanya ditangkap oleh Jagal Abilawa dan dimasukkan ke dalam api yang menyala-nyala. Akhirnya Rupakenca tewas. Prajurit raksasa di Kepatihan tidak terima lalu menyerbu Jagal Abilawa. Terjadilah Perang Sampak. Namun semua prajurit Kepatihan kalah. 
Prabu Mangsahpati akhirnya mengumpulkan Utara dan Wretsangka untuk memanggil Wijajangka dan Jagal Abilawa karena dia tahu mereka itu masih cucu-cucunya. Kepada cucu-cucunya tersebut, Prabu Mangsahpati berkata,”Kemarilah, hai cucu-cucuku. Soal matinya Rajamala, Kencaka dan Rupakenca memang sudah menjadi kehendak Dewa. Sebab mereka tidak mempunyai tandingan dalam perang Bharatayuda nanti. Jadi sekarang mereka diambil oleh Jawata. Kamu, Wijajangka, saya beri hutan di Amarta. Jadikanlah itu sebuah kerajaan. Abilawa saya beri hutana di Ngagulpawenang dan Kendi Wratnala saya beri hutan di Madiganda. Kalian semua kembalilah memakaia namamu yang dulu.
Prabu Matswapati memanggil Raden Utara dan Wratsangka untuk menghadap. Ia menanyakan mengapa Patih Kencakarupa dan Rupakenca tidak datang menghadap dirinya. Raden Utara menjawab bahwa Patih Kencakarupa sedang mengadakan pertandingan adu jago. Kencakarupa memiliki jago Rajamala. Utara juga mengatakan bahwa ia sudah maju berkali-kali dan bahkan mengeroyok Rajalama, namun tidak ada satu pun yang bisa menaklukannya. 
Prabu Matswapati kemudian berkata bahwa dikeroyok seberapapun orangnya, Rajamala tidak akan terkalahkan karena mereka bukan tandingannya. Ia lalu meminta Utara dan Wratsangka untuk menanyakan kepada Wijakangka (Yudhistira) di Ketandan, apakah ia memiliki jago terbaik yang bisa menandingi Rajamala.
Setelah menghaturkan sembah kepada Prabu matswapati, Raden Utara dan Wratsangka mohon undur diri dan berangkat ke Ketandan untuk menemui Wijakangka. 
Setibanya di Ketandan, mereka berjumpa dengan Wijakangka dan langsung menyampaikan apa maksud kedatangannya. Wijakangka pun menyanggupi dan mencarikan jago yang pas untuk melawan Rajamala, yaitu Jagal Abilawa (Werkudara). Mereka bertiga kemudian segera menuju Jagal Walakas.
Namun yang dicari ternyata tidak ada dan mendengar bahwa adiknya berada di hutan, segera mereka mencarinya. Tetapi begitu sampai di tempat, ternyata Abilawa sedang tidur. Mereka mencoba untuk membangunkan Abilawa namun tetap saja tidak bergeming. Wijakangka kemudian mencabut buluk kaki Abilawa sehingga Abilawa terbangun dan marah-marah. Ia hendak menangkap dan membanting Wijakangka. Namun Wijakangka kemudian mengingatkan bahwa ia adalah kakaknya. Kemarahan Abilawa pun mereda.
Setelah suasana tenang, Raden Utara mengutarakan maksud kedatangan mereka bertiga yaitu untuk meminta kesanggupan Abilawa untuk menjadi jago melawan Rajamala. Abilawa menyanggupi permintaan Raden Utara dan kemudian mereka pergi bersama-sama ke kepatihan untuk bertarung dengan Rajamala.
Sementara Pamadi ( Arjuna) yang diikuti Punakawan yang berada di hutan bertemu dengan sepasang raksasa yang akan memangsanya. Arjuna melepaskan anak panahnya dan kedua raksasa itu berubah ujud menjadi Dewa Brahma dan istrinya,Rarasati.
Batara Brahma memerintahkan Arjuna agar pergi ke alun-alun Wirata dan menghadiahkan senjta Bramasta untuk membunuh Rajamala. Namun Pamadi harus menyamar menjadi wanita dengan nama Kandi Wrahatnala.
Di alun-alun Wirata prang tanding Rajamala melawan Abilawa dimulai. Jagal Abilawa berhasil melemparkan musuhnya sehingga tidak bergerak. Namun ketika tubuh Rajamala dilemparkan ke dalam kolam, Rajamala akan kembali segar bugar dan menyerang Abilawa. Berulangkali Abilawa berhasil membunuh Rajamala, tetapi berkali-kali pula, Rajamala kembali hidup.
Kandi Wrahatnala yang melihat hal itu, segera menyuruh Semar untuk memasukan senjata Bramasta ke dalam kolam dimana tubuh Rajamala dilemparkan. Namun ternyata kolam tersebut dijaga ketat oleh para prajurit, punakawan mencoba mencari akal dengan menjadi penjual nasi. Para prajurit yang merasa lapar langsung membeli nasi kepada para Punakawan. Sementara Ki Lurah Semar mengatakan kepada prajurit tersebut bahwa ia ingin minum di kolam tersebut, dan ia pun diizinkan. Setelah berhasil masuk dan mendekati kolam, Semar diam-diam memasukkan panah Brahmastra ke dalam kolam tersebut.
Pertarungan antara Abilawa dan Rajamala masih terus berlanjut, hingga akhirnya Rajamala mati lagi. Segera jasadnya dimasukkan ke dalam kolam, kini Rajamala tidak bisa bangkit lagi bahkan badannya menjadi kaku kemudian hancur.
Kencakarupa yang melihat hal itu sangat marah, ia segera menyerang Abilawa. Terjadilah perang antara Jagal Abilawa dan Kencakarupa, tetapi Wijakangka memanggil adiknya dari kejauhan agar segera lari. Patih Kencakarupa mengejarnya Abilawa. Dalam pengejaran itu, Kencakarupa bertemu dengan Kandi Wrahatnala, ia pun jatuh cinta daningin mengawininya.
Selanjutnya, Kandi Wrahatnala mengabdi kepada Dewi Utari. Pada suatu hari, ia diutus Utari untuk membawa surat untuk Kencakarupa. Kesempatan itu pun digunakan Kencakarupa untuk merayunya tetapi Wrahatnala lari ke tempat lurah Pasar Wijakangka. Kencaka terus mengejarnya, namun Wrahatnala terus menghindar dan pergi ke tempat Abilawa di pejagalan. Kencaka mengejar Wrahatnala sampi ke Jagal Walaks dan meminta Wrahatnala. Namun Abilawa menolak, terjadilah perang tanding antara kedua ksatria itu.
Dengan senjata kuku Pancanaka, Kencakarupa dan Rupakenca terbunuh oleh Abilawa dan jenazahnya dibakar.

No comments:

Post a Comment

Baca Juga

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena ...