Thursday, June 11, 2020

Bahagia Karo Liyane - Liri Lagu



Lirik Lagu - Bahagia Karo Liyane

Artist            : Happy Asmara
Songwriter  : Pup Pup Whelly

Bahagia Karo Liyane

Tulung baget
Tinggalno aku dewekan
Atiku wes kebacut kelaran
Ra butuh sayang sayangan

Tulung banget
Tingalno aku dewekan
Aku iseh nduwe perasaan
Iki ati du dolanan

Sepurane ra ono niatan ningalne kowe
Tak iklasne kowe karo aku pancen du jodone
Dongaku kanggo kowe kowe bahagia ro liyane

Tulung baget
Tinggalno aku dewekan
Atiku wes kebacut kelaran
Ra butuh sayang sayangan

Sepurane ra ono niatan ningalne kowe
Tak iklasne kowe karo aku pancen du jodone
Dongaku kanggo kowe kowe bahagia ro liyane
Duwur agen agenmu wo oo
Ra sebanding karo aku


Biodata singkat Happy Asmara

Happy Rismanda Hendranata atau lebih dikenal dengan nama Happy Asmara (lahir di Kediri, 10 Juli 1999) adalah penyanyi dan pencipta lagu dangdut berkebangsaan Indonesia. Happy semakin dikenal berkat lagu Dalan Liyane.
Sebelum terjun ke dunia dangdut, Happy awalnya bernyanyi dengan genre musik pop . Namun pilihan untuk menyanyi dangdut membuat dia semakin populer, bahkan videonya sering menjadi trending di Youtube.

Thursday, June 4, 2020

asal usul SANG HYANG WENANG

SAN HYANG WENANG merupakan penokohan wayang putra Sanghyang Nur Rahsa/Nurasa dengan permaisuri Dewi Sarwati/Rawati, putri Prabu Rawangin raja Jin di pulau Darma. Sanghyang Wenang lahir berwujud "Sotan" (suara yang samar-samar) bersama adik kembarnya yang bernama Sanghyang Hening/Wening. Dalam cerita pedalangan, Sanghyang Wenang dikenal pula dengan nama Sanghyang Jatiwisesa. Saudara kandungnya yang lain ialah Sanghyang Taya atau Sanghyang Pramanawisesa, yang berwujud "akyan" (badan halus/jin)
Setelah Sanghyang Wenang dewasa, Sanghyang Nurasa kemudian Manuksma (hidup dalam satu jiwa) ke dalam diri Sanghyang Wenang setelah menyerahkan benda-benda pusaka : Kitab Pustaka Darya, Kerajaan, pusaka dan azimat berupa ; Kayu Rewan, Lata Maha Usadi, Cupu Manik Astagina dan Cupu Retnadumilah.

Sanghyang Wenang mula-mula berkahyangan di gunung Tunggal, wilayah Pulau Dewa. Di tempat tersebut ia menciptakan surga sebagai tempat bersemayam. Setelah itu menciptakan Kahyangan/Surga baru di pulau Maldewa sebagai tempat tinggalnya yang baru.
Sanghyang Wenang menikah dengan Dewi Sahoti/Dewi Sati, putri Prabu Hari raja negara Keling. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh lima putra, semuanya berwujud "Akyan" (makluk halus atau jin) masing - masing bernama ; Sanghyang Tunggal, Dewi Suyati, Bathara Nioya, Bathara Herumaya dan Bathara Senggana. Setelah Sanghyang Tunggal dewasa, Sanghyang Wenang menyerahkan tahta, kerajaan dan segenap pasukannya kepada Sanghyang Tunggal. Sanghyang Wenang kemudian tinggal di Kahyangan Ondar-Andir Bawana, karena berwujud "Akyan", maka Sanghyang Wenang hidup sepanjang masa, bersifat abadi.

Kisah Singkat Sanghyang Wenang
Setelah cukup lama berkuasa, Sanghyang Nurrasa menikah dengan Dewi Sarwati putri Prabu Rawangin raja jin Pulau Darma. Dari perkawinan itu mula-mula lahir dua orang putra tanpa wujud. Masing-masing hanya terdengar suaranya saja. Terdengar keduanya berebut siapa yang lebih tua.

Sanghyang Nurrasa kemudian mengheningkan cipta, masuk ke alam gaib. Dengan ketekunannya ia bisa melihat wujud kedua putranya itu. Yang bersuara besar berada di depan, dan yang bersuara kecil berada di belakang. Keduanya bisa terlihat setelah disiram dengan Tirtamarta Kamandalu. Nurrasa akhirnya menetapkan, bahwa yang di belakang lebih tua daripada yang di depan.


Putra bersuara kecil yang ada di belakang itu diberi nama Sanghyang Darmajaka, sementara putra bersuara besar yang ada di depan diberi nama Sanghyang Wenang. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2900 Matahari, atau tahun 2989 Bulan.

Beberapa tahun kemudian, Dewi Sarwati melahirkan seorang putra lagi, kali ini berwujud jin. Putra ketiga tersebut diberi nama Sanghyang Taya.

Setelah ketiga putranya dewasa, Sanghyang Nurrasa mewariskan semua ilmu kesaktiannya kepada mereka. Di antara ketiganya, Sanghyang Wenang paling berbakat sehingga terpilih sebagai ahli waris Kahyangan Pulau Dewa. Sanghyang Nurrasa kemudian turun takhta dan menyatu ke dalam diri Sanghyang Wenang.

Sama seperti kakeknya, Sanghyang Wenang juga gemar bertapa dan olah rasa. Segala macam tempat keramat ia datangi. Segala macam jenis tapa ia jalankan. Ia kemudian membangun istana melayang di atas Gunung Tunggal, sebuah gunung tertinggi di Pulau Dewa. Setelah 300 tahun bertakhta, ia akhirnya dipertuhankan oleh seluruh jin di pulau tersebut.

Pada saat itu hidup seorang raja bangsa manusia bernama Prabu Hari dari kerajaan Keling di Jambudwipa. Ia marah mendengar ulah Sanghyang Wenang yang mengaku Tuhan tersebut. Tanpa membawa pasukan ia datang menggempur Kahyangan Pulau Dewa seorang diri. Perang adu kesaktian pun terjadi. Dalam pertempuran itu Prabu Hari akhirnya mengakui keunggulan Sanghyang Wenang.

Prabu Hari kemudian mempersembahkan putrinya yang bernama Dewi Sahoti sebagai istri Sanghyang Wenang. Dari perkawinan itu lahir seorang putra berwujud akyan, yang diliputi cahaya merah, kuning, hitam, dan putih. Setelah dimandikan dengan Tirtamarta Kamandalu, keempat cahaya dalam tubuh bayi itu bersatu. Bayi tersebut kemudian menjadi sosok berbadan rohani yang memancarkan cahaya gemerlapan. Putra pertama Sanghyang Wenang itu diberi nama Sanghyang Tunggal. Peristiwa ini terjadi pada tahun 3500 Matahari.

Beberapa waktu kemudian Dewi Sahoti melahirkan bayi kembar dampit, laki-laki-perempuan, yang keduanya juga berwujud akyan, dengan diliputi cahaya gemerlapan. Keduanya kemudian dimandikan dengan Tirtamarta Kamandalu dan diberi nama oleh sang ayah. Yang laki-laki diberi nama Sanghyang Hening, sementara yang perempuan diberi nama Dewi Suyati.

Sementara itu kakak Sanghyang Wenang, yaitu Sanghyang Darmajaka juga sudah menikah. Istrinya bernama Dewi Sikandi, putri Prabu Sikanda dari Kerajaan Selakandi. Kerajaan ini terletak di Tanah Srilangka.

Dari perkawinan tersebut Sanghyang Darmajaka mendapatkan lima orang anak, yaitu Dewi Darmani, Sanghyang Darmana, Sanghyang Triyarta, Sanghyang Caturkanaka, dan Sanghyang Pancaresi.

Sanghyang Darmajaka kemudian berbesan dengan Sanghyang Wenang, yaitu melalui pernikahan Dewi Darmani dan Sanghyang Tunggal. Sanghyang Tunggal sendiri kemudian menjadi raja Keling, menggantikan sang kakek, Prabu Hari.

Thursday, May 28, 2020

Makna Wayang gunungan atau Kayon

Dalam sebuah pagelaran wayang di Indonesia selalu ada yang namanya wayang gunungan atau yang sering di sebut dengan Kayon, kenapa di sebut gunungan ? di karenakan mungkin bentuknya yang seperti gunung. Disebut Gunungan karena bentuknya yang seperti gunung berbentuk persegi lima yang terdapat simbol di dalamnya. Gunungan ini dalam legendanya berisi mitos Sangkan Paraning Dumadi, yaitu asal mula kehidupan Kayon. Wayang Kayon diciptakan oleh Sunan Kalijaga salah satu tokoh Wali Songo pada zaman Keraton Demak. Kayon berasal dari kata Kayun, mengandung ajaran filsafat yang tinggi, yaitu ajaran mengenai kebijaksanaan. Hal ini dapat juga diartikan bahwa pertunjukkan wayang juga berisi ajaran filsafat yang tinggi. Wayang Kayon biasanya ditampilkan dalam berbagai permainan wayang di Indonesia
Sumber : Wikipidia

Download Gambar Gunungan Via Google drive

Kayon menjadi sebuah simbol kehidupan. Setiap gambar yang ada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya, mulai dari manusia, hewan, hutan, dan perlengkapannya. Dilihat dari bentuknya yang persegi lima, mempunyai makna bahwa segi lima adalah lima waktu yang harus dilaksanakan oleh umat muslim. Sedangkan bentuknya yang seperti gunung meruncing ke atas melambangkan bahwa hidup manusia ini menuju yang di atas, yaitu Allah SWT. Gambar pohon dalam Kayon mengandung makna kehidupan manusia di dunia ini, bahwa Allah SWT telah memberikan pengayoman dan perlindungan kepada umatnya untuk hidup di dunia ini.

Gunungan mempunyai dua jenis yaitu Gunungan Blumbangan (perempuan) dan Gunungan Gapuran (laki-laki). Di balik gunungan Blumbangan ini dapat kita lihat sunggingan yang menggambarkan api sedang menyala. Ini merupakan candrasengkalan yang berbunyi “geni dadi sucining jagad” yang mempunyai arti 3441 dan apabila dibalik menjadi 1443 tahun Saka. Itu diartikan bahwa gunungan tersebut diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1443 Saka= 1521 Masehi pada masa pemarintahan Raden Patah. Gunugnan Gapuran (Gerbang) sendiri digunakan pada masa pemerintahan Suushunan Pakubuwono 2, dengan sengkalan ” Gapura lima retuning bumi” 1659 J=1734 M.

Disebut gunungan karena bentuknya seperti gunung yang ujung atasnya meruncing. Gunungan ini dalam legendanya berisi mitos sangkan paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan ini dan disebut juga kayon. Kata kayon melambangkan semua kehidupan yang terdapat di dalam jagad raya yang mengalami tiga tingkatan yakni:

Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan, yang orang mengartikan pohon Kalpataru, yang mempunyai makna pohon hidup.

Lukisan hewan yang terdapat di dalam gunungan ini menggambarkan hewan- hewan yang terdapat di tanah Jawa.

Kehidupan manusia yang dulu digambarkan pada kaca pintu gapura pada kayon, sekarang hanya dalam prolog dalang saja.

Kayon atau gunungan yang biasanya diletakkan di tangah kadang disamping itu mempunyai beberapa arti, arti dari diletakkannya gunungan ada 3 yakni:

Dipergunakan dalam pembukaan dan penutupan, seperti halnya layar yang dibuka dan ditutup pada pentas sandiwara.

Sebagai tanda untuk pergantian jejeran (adegan/babak).

Digunakan untuk menggambarkan pohon, angin, samudera, gunung, guruh, halilintar, membantu menciptakan efek tertentu (menghilang/berubah bentuk).

Gunungan merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya. Gunungan dilihat dari segi bentuk segi lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu lima waktu yang harus dilakukan oleh agama adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT.

Dalam kayon terdapat ukiran-ukiran atau gambar yang diantaranya :

Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga melambangkan suatu rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia.

Dua raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang dan tameng. diinterprestasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam gelap dan terang

Dua naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung kayon.

Gambar hutan belantara yang suburnya dengan kayu yang besar penuh dengan satwanya.

Gambar ilu-ilu Banaspati melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan manusia.

Pohon besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala berpaling kekanan.

Dua kepala makara ditengah pohon melambangkan manusia dalam kehidupan sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan.

Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon dan dua ekor ayam hutan sedang bertengkar diatas pohon, macan berhadapan dengan banteng.

Menggambarkan tingkah laku manusia.

Kebo = pemalas

Monyet = serakah

Ular = licik

Banteng = lambang roh , anasir tanah , dengan sifat kekuatan nafsu Aluamah

Harimau = lambang roh , anasir api dengan sifat kekuatan nafsu amarah, emosional, pemarah

Naga = lambang Roh , anasir air dengan sifat kekuatan nafsu sufiah

Burung Garuda = lambang Roh , anasir udara dengan sifat kekuatan nafsu Muthmainah.

Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka, adapun bila dihubungkan dengan kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang penuh siksaan.

Gambar samudra dalam gunungan pada wayang kulit melambangkan pikiran

Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkannya.

7 anak tangga: berarti tujuan atau PITUtur (pemberitahuan) bahwa kita semua yang bernama hidup pasti mati ” kullu nasi dha ikhotul maut “.

Gerbang/pintu selo manangkep: pintu alam kubur yang kita tuju.

Pohon hayat: jalan hidup seseorang yang lurus dan mempunyai 4 anak cabang yang menjadi perlambang nafsu kita dan banyak anak cabangnya.

Sedangkan dari filosofi bentuk adalah : bentuk gunungan sendiri menyerupai serambi bilik kiri yang ada di dalam tubuh kita, itu mungkin mempunyai makna kalau kita harus menjaga apapun yang ada di dalam hati kita hanya kepada sang pencipta. Dan yang lebih hebat lagi adalah dari segi bentuk yang persisi dengan “mustoko” di atas masjid yang ada banyak di negara kita. itu perlambang dari sipembuat untuk kita supaya menjaga hati kita secar lurus (seperti pohon) kepada masjid/agama/tuhan.

Gunungan bisa diartikan lambang Pancer, yaitu jiwa atau sukma, sedang bentuknya yang segitiga mengandung arti bahwa manusia terdiri dari unsure cipta, rasa dan karsa. Sedangkan lambang gambar segi empat lambing sedulur papat dari anasir tanah, api , air, udara.

Gunungan atau kayon merupakan lambang alam bagi wayang, menurut kepercayaan hindu, secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang, menggambarkan proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya. Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta, lima zat yakni: Banu (sinar-udara-setan), Bani (Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah).

Makara yang terdapat dalam pohon Kalpataru dalam gunungan tersebut berarti Brahma mula, yang bermakna bahwa benih hidup dari Brahma. Lukisan bunga teratai yang terdapat pada umpak (pondasi tiang) gapura, mempunyai arti wadah (tempat) kehidupan dari Sang hyang Wisnu, yakni tempat pertumbuhan hidup.

Berkumpulnya Brahma mula dengan Padma mula kemudian menjadi satu dengan empat unsur, yaitu sarinya api yang dilukiskan sebagai halilintar, sarinya bumi yang dilukiskan dengan tanah di bawah gapura, dan sarinya air yang digambarkan dengan atap gapura yang menggambarkan air berombak.

Dari kelima zat tersebut bercampur menjadi satu dan terwujudlah badan kasar manusia yang terdiri dari Bani, Banyu, Bayu, dan Bantala, sedang Banu merupakan zat makanan utamanya.

Tuesday, May 26, 2020

Pencipta lagu paringono Sabar - Happy Asmara

Judul             : Paringono Sabar
Artis              : Happy Asmara
Pencipta       : Wawan Sudjono

Opo kowe wis ora kelingan
Karo janjimu naliko pacaran
Rabakal ninggalke sanajan akeh pacoban
Angon roso sayang nganti ing pelaminan

Jebul janjimu rabiso digugu
Wis tak pasrahke urip lan matiku
Janjimu mbiyen ora bakal ninggalke
Nanging nyatane janjimu amung ing lambe

Duh gusti senajan sampun bubar paringono sabar
Gusti ampun ngantos ambyar
Lakonku sing wis kesel berjuang
Sing wis kebacut sayang tapi aku dia tinggalkan

Jebul janjimu rabiso digugu
Wis tak pasrahke urip lan matiku
Janjimu mbiyen ora bakal ninggalke
Nanging nyatane janjimu amung ing lambe

Duh gusti senajan sampun bubar paringono sabar
Gusti ampun ngantos ambyar
Lakonku sing wis kesel berjuang
Sing wis kebacut sayang tapi aku dia tinggalkan

Duh gusti senajan sampun bubar paringono sabar
Gusti ampun ngantos ambyar
Lakonku sing wis kesel berjuang
Sing wis kebacut sayang tapi aku dia tinggalkan

Asal-usul Wayang Antasena - asli buatan pujangga jawa

Raden Antasena adalah putra Arya Wekudara yang ketiga dengan Dewi Urangayu, putri Sanghyang Baruna, dewi ikan yang berkedudukan di Kisiknarmada. Pertemuan Bima dengan Dewi Urangayu terjadi ketika Resi Druna menguji siswanya di perguruan Sokalima. Saat itu Werkudara diadu dengan duryudana, karena kalah dalam menggunakan gada, Duryudana sakit hati. Ia menyuruh Dursasana agar melenyapkan Werkudara.
Dursasana pura-pura mengadakan pesta memeriahkan pendadaran siswa Sokalima tadi. Dalam pesta itu Werkudara memeriahkan pendadaran siswa Sokalima tadi. Dalam pesta itu Werkudara diajak minum tuak. Karena terlalu banyak minum, Aryaa Sena mabuk dan jatuh pingsan. Dalam keadaan pingsan itulah tubuh Sena diikat lalu diceburkan ke dalam sungai Jamuna. Tubuh Bima hanyut hingga ke Kisik narmada (pertemuan sungai Jamuna dan sungai Gangga). ia ditolong oleh Batara Baruna dan disembuhkan dengan air Rasakunda. Akhirnya Arya Bima dijodohkan dengan putrinya Dewi Urangayu adik Urang Rayung yang menjadi istri Anoman dan berputera Trigangga. Perkawinan Bima dengan Dewi Urangayu inilah akhirnya Arya Sena berputera Raden Antasena, berkedudukan di Kisik Narmada ikut kakeknya.
Bersamaan lahirnya Antasena, kahyangan Suralaya sedang digempur angkatan dari Girikadasar di bawah kekuasaan raja Kalalodra. namun raja raksasa berwajah ikan itu dapat dibinasakan oleh Antasena yang saat itu masih bocah. Dengan keberhasilan menumpas musuh dewa tersebut, Resi Mintuna (kakek Antasena) diangkat menjadi dewa menguasai ikan dengan gelar Batara Baruna.

Ketika Resi Bisma menyelenggarakan perlombaan membuat sungai menuju bengawan Gangga, Kurawa dan Pandawa saling berlomba. Werkudara dibantu pasukan dari Kisik Narmada yang dipimpin oleh Antasena berhasil membuat sungai yang kemudian oleh Bisma diberi nama Sungai Serayu. Kurawa hanya mampu membuat sungai yang tembus ke kali Serayu, maka sungai itu dinamakan Kelawing atau terbalik. Nama Kelawing dalam pedalangan disebut Kali Cingcinggoling.

Ketika usai perlombaan, Kurawa yang sakit hati kembali berusaha ingin membinasakn Pandawa. Ia bersekutu dengan raja Girisamodra Prabu Gangga Trimuka. Atas bujuk Sengkuni, Gangga Trimuka akan menguasai Tribuwana jika dapat membunuh padanwa sebagai tumbalnya. Prabu Gangga Trimuka kemudian menangkap Pandawa dan dipenjara ke dalam gedung kaca bernama Kongedah, sehingga Pandawa mati lemas di dalam penjara gedung kaca tadi.

Mengetahui Pnadawa dipenjara, Antasena melabrak raja Girisamodra. Prabu Gangga Trimuka dibinasakan dengan belai upas (sungut upas Jw.) dan Pandawa dikeluarkan dari Kongedah. Melihat kondisi Pandawa mati lemas, Antasena segera menghidupkan kembali dengan air kehidupan Madusena. Atas kemufakatan Pandawa, negara Girisamodra kemudian diserahkan kepada Antasena.

Tidak berbeda dengan Antareja, kakaknya. Antasena juga memiliki sisik pada kulitnya yang berfungsi untuk menangkal senjata tajam. Keduanya juga dapat membenamkan diri ke dalam tanah dan tak akan mati jika tubuhnya masih menyinggung air ataupun tanah. Dalam pedalangan, Antasena kawin dengan Dewi Manuwati, putri Arjuna dan Dewi manuhara.

Akhir riwayat Antasena diceritakan sebagai berikut: Pada waktu perang bharatayudha hampir terjadi, Antasena menghadap Sanghyang Wenang di kahyangan Alang-alang Kumitir. ia menanyakan tentang dirinya, bagaimana sikapnya menghadapi perang bharatayudha. Sanghyang Wenang menjelaskan bahwa Antasena tidak terdaftar di dalam kitab Jitapsara, bahakan oleh Sanghyang Wenang, ia dilarang terjun ke medan tempur. Apabila Antasena terjun, Pandawa justru akan mengalami kekalahan. Antasena dianjurkan menjadi tawur keluarga demi kejayaan Pandawa, akhirnya putra Bima itupun menurut. Sanghyang Wenang lalu memandang tubuh Antasena, yang semakin lama semakin kecil lalu hilang muksa ke alam nirwana. Bentuk/Wandanya : Bujang.

Monday, May 25, 2020

Karna | mengenal tokoh pewayangan Adipati Karna

Karna adalah salah satu tokoh penting dalam Mahabharata. Ia adalah putra tertua Kunti, sehingga merupakan saudara seibu Pandava dan merupakan yang tertua dari keenam saudara tersebut. Walaupun Duryodhana menunjuknya sebagai raja Anga, perannya dalam kisah Mahabharata jauh melebihi peran seorang raja. Karna bertarung di pihak Kaurava dalam perang di Kurukshetra.
Semasa mudanya, Kunti merawat resi Durvasa selama satu tahun. Sang resi sangat senang dengan pengabdian yang diberikan olehnya sehingga memberikan anugerah untuk memanggil salah satu dari para dewa dan dewa yang dipilihnya tersebut akan memberiknya seorang putra yang mempunyai sifat baik menyamai dewa tersebut. Karena ragu-ragu apakah anugerah tersebut benar, Kunti, selagi masih belum menikah, memutuskan untuk mencoba mantra tersebut dan memanggil dewa matahari, Surya. Ketika Surya menampakkan diri didepannya, Kunti terpesona. Karena terikat mantra Durvasa, Surya memberinya seorang anak secemerlang dan sekuat ayahnya, walaupun Kunti sendiri tidak menginginkan anak. Dengan kesaktian Surya, Kunti tetap tidak ternodai keperawanannya. Sang bayi adalah Karna, lahir dengan baju besi dan anting-anting untuk melindunginya.

Kunti kini berada dalam posisi yang memalukan sebagai seorang ibu seorang anak tanpa ayah. Karena tidak mau menanggung malu ini, ia meletakkan Karna ke dalam keranjang dan menghanyutkannya bersama dengan perhiasannya (mirip dengan kisah Nabi Musa), berdoa agar bayi tersebut selamat.

Bayi Karna terhanyut di sungai dan ditemukan oleh seorang pengemudi kereta bernama Adhiratha, seorang Suta (campuran antara Brahmin dengan Khsatriya). Adhiratha dan istrinya Radha membesarkan Karna sebagai anak mereka dan memberinya nama Vasusena karena baju besi dan antingnya. Mereka mengetahui latar belakang Karna dari perhiasan yang ditemukan bersamanya, dan tidak pernah menyembunyikan kenyataan bahwa mereka bukan orang tua Karna yang sebenarnya. Karna juga disebut Radheya karena nama ibunya Radha. Adiknya, Shon, lahir dari Adhiratha dan Radha setelah kedatangan Karna.

Ikatan antara Karna dan keluarga angkatnya merupakan hubungan berdasarkan cinta dan rasa hormat yang murni. Karna menghormati Adhiratha di depan teman-teman khsatriyanya, dan dengan penuh rasa cinta tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang anak dalam keluarga angkatnya meskipun ia telah menjadi raja Anga dan mengetahui asal usul kelahirannya.

Karna ingin menjadi seorang prajurit besar. Maka ia mengembara ke Hastinapura bersama dengan ayah dan adik angkatnya. Di sana menguasai ilmu kanuragan dengan belajar kepada Drona, walaupun ia belajar tidak bersama dengan para pangeran (Pandava dan Kaurava) karena dipandang berasal dari kasta yang rendah. Karna menguasai semua ilmu yang diajarkan, terutama ilmu memanah. Ketika Pandava diusir ke hutan selama 14 tahun, Duryodhana meminta Karna untuk menguasai Brahmastra, salah satu senjata terkuat yang ada. Hanya beberapa orang yang mengetahui hal ini termasuk Drona, Arjuna, Bhisma dan Ashwathama (anak Drona). Ia pertama-tama mendekati Drona, guru Pandava dan Kaurava, tetapi Drona menolak untuk mengajarinya karena kastanya yang rendah. Ia kemudian meminta Parashurama, guru besar yang lain, untuk mengajarinya seni berperang terutama untuk mnguasai Bhramashtra. Parashurama tidak akan mengajari seorang khsatriya karena rasa bencinya pada kaum khsatriya yang telah membunuh orang tuanya. Maka untuk mendapatkan ilmu, Karna berbohong tentang asal usulnya dan mengaku sebagai seorang Brahmin.

Sunday, May 24, 2020

cerita tentang gatotkaca-miniatur wayang gatotkaca

Raden Gatotkaca adalah putera Raden Wrekudara, Pandawa yang kedua. Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".
Ibunya seorang putri raksasa bernama Dewi Arimbi . Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa.

Gambar Gatot kaca untuk membuat miniatur wayang
ukuran kertas A4 

Download Google Drive Gambar Gatot Kaca


Kisah kelahiran Gatotkaca
Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun.

Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya itu. Namun pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka.
Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata Konta.

Pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung pusaka Konta terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka.

Baca Juga

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena ...