Menurut pewayangan di Indonesia Mahesasura adalah raja negara Gua Kiskenda, ia berwujud raksasa yang besar mengerikan berkepala kerbau dan bertanduk panjang. Patihnya bernama Lembusura berwujud raksasa juga, tetapi berkepala sapi yang bertanduk panjang. Mahesasura mempunyai saudara yang dijadikan kendaraan perangnya bernama Jatasura. Jatasura bertubuh banteng tetapi berkepala raksasa.
Prabu Mahesasura berwatak angkaramurka. Istananya terletak dalam sebuah gua besar yang di dalamnya lebar sekali. Balatentaranya berwujud raksasa yang tak terbilang jumlahnya, berikut para senopati dan adipatinya, rata-rata sakti. Kerjanya tiap hari mengganggu rakyat, mereka merusak tanaman sawah tegalan dsb.
Wayang Mahesasura ini sebenarnya ada yang berpendapat bukan termasuk wayang simpingan, tetapi karena selama ini wayang Mahesasura sering terlihat pada pergelaran-pergelaran selalu disimping, maka di sini dimasukkan dalam wayang simpingan kiri. Bahkan pada wayang-wayang yang kurang lengkap, tokoh Mahesasura dapat digantikan dengan wayang Buta Raton.
Wayang Mahesasura berkepala kerbau nampak tanduknya yang panjang, bermahkota, berpraba, berkain raja raksasa.
Tragedi Goa Kiskenda
Di kisahkan Goa Kiskenda merupakan tempat beraneka macam hewan ganas, Lembu Suro dan Mahesa Suro memimpin kerajaan itu dengan sewenang-wenang. Kesaktian yang mereka miliki sangat luar biasa dahsyat.
Suatu saat mereka datang ke Kahyangan mengajukan keinginannya untuk memperistri Dewi Tara putri sang Bathara Indra . Sikap itu menimbulkan kemarahan dewata. Para dewa serta merta menolak mentah-mentah lamaran tersebut. Dua saudara itu tidak bisa terima penolakan itu. Mereka lalu mengamuk ke Kahyangan.
Ribuan tentara binatang dikerahkan untuk menyerang kahyangan. Karena kesaktian keduanya sangat dahsyat, tak satupun para dewa yang dapat mengalahkan Lembu Suro dan Mahesa Suro.
Dalam keadaan demikian, Bathara Guru mencari cara untuk menumpas wadyabala Goa Kiskenda. Hanya ada satu cara yaitu dengan menggunakan kesaktian kadewataan yang maha dahsyat untuk mengalahkan mereka. Kesaktian itu bernama aji Pancasona .
Namun yang dapat menerimanya harus dia yang berhati luhur dan seorang suci yang mampu mengendalikan segala nafsunya sehingga kesaktian maha dahsyat itu tidak digunakan sewenang-wenang.
Para dewa sepakat untuk menyerahkan kesaktian itu ke pada Subali dan Sugriwa putra Resi Gotama yang sedang bertapa di Suryapringga . Bertahun-tahun Subali dan sugriwa bertapa mematikan seluruh raga dan memusatkan seluruh pancaran jiwa mereka kepada Sang Pencipta. Tujuan mereka hanya satu memohon ampun kepada dewata atas segala perbuatan yang telah mereka lakukan.
Suasana hening menjadi semarak saat Bathara Guru ditemani oleh Bathara Narada dan para dewa turun ke marcapada menemui mereka. Subali dan Sugriwa segera dibangunkan dari pertapaannya. Dan berkatalah sang raja dewa bahwa permohonan mereka akan dikabulkan dengan syarat mereka harus menumpas terlebih dahulu angkara murka yang kini bersemayam di tubuh Lembu Suro dan Mahesa Suro.
Subali dan Sugriwa bersedia. Dan sebelum mereka berangkat secara khusus, Bathara Guru menganugerahkan aji Pancasona kepada Subali dengan harapan Subali dapat menggunakannya demi perdamaian di alam ini.
Dengan kesungguhan hati, Subali dan Sugriwa berangkat ke Goa Kiskenda. Di mulut gua, Subali berpesan pada adiknya untuk waspada dan siap berjaga-jaga. Apabila keluar cairan darah berwarna merah, maka dapat dipastikan bahwa seluruh musuh telah sirna dari muka bumi ini.
Namun apabila terjadi genangan darah putih mengalir keluar gua, maka Sugriwa harus segera menutup pintu gua. Setelah Sugriwa menyanggupi, Subali langsung masuk kedalam melabrak Lembu Suro dan Mahesa Suro.
Pertempuran antara makhluk-makhluk sakti itu tidak dapat dielakkan. Dinding gua seakan runtuh menahan gempuran kesaktian dari kedua belah pihak. Dan hanya berkat kesaktian Subali yang memiliki ajian Pancasona , Lembu Suro dan Mahesa Suro dapat dibinasakan.
Kepala keduanya diadu sehingga pecah berantakan. Otak dari Lembu Suro dan Mahesa Suro hancur berantakan sehingga meleleh keluar gua. Dari luar gua, Sugriwa menanti dengan harap cemas.
Dan betapa hancur hati Sugriwa ketika mengetahui bahwa cairan yang mengalir berwarna merah dan putih. Ini berarti Subali mati bersama musuh-musuhnya. Dengan panik Sugriwa mengerahkan seluruh tenaganya dan menghancurkan pintu gua sehingga pintu gua kiskenda tertutup. Dengan kepedihan hati, Sugriwa segera melaporkan hal ini ke kahyangan.
Keadaan menjadi gembira tatkala para dewata mengetahui kabar matinya Lembu Suro dan Mahesa Suro. Namun keadaan itu berubah menjadi duka saat mengetahui Subali juga mati dalam pertempuran itu. Sugriwa yang telah melaporkan itu kemudian dianugerahi hadiah untuk mempersunting Dewi Tara. Tak lama setelah perkawinan itu, Subali tiba-tiba muncul di tengah-tengah keramaian.
Subali mengamuk dan menganggap Sugriwa telah mengkhianati dirinya. Sugriwa yang terkejut belum sempat mejelaskan apa-apa sudah langsung dihajar oleh Subali. Kesaktian Subali yang berada jauh diatas Sugriwa membuat Sugriwa semakin tidak berdaya. Bathara Guru datang melerai dan panjang lebar menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.
Mendengar hal itu Subali menyesal dan dengan pilu meminta maaf pada adiknya. Cinta Sugriwa yang besar kepada kakaknya itu membuatnya menerima semua yang telah terjadi. Akhirnya Subali yang sudah berdharma sebagai brahmana, menyerahkan goa Kiskenda dan Dewi Tara kepada Sugriwa. Sugriwa kemudian membangun kerajaan kera yang diberi nama Pancawati, sementara Subali melanjutkan tapa bratanya.
Sebenarnya masih banyak mitos yang menceritakan tentang keberadaan tokoh Mahesasura dan lembusura di Indonesia, contohnya
- Legenda gunung kelud sumpah sang lembusura.
- Cerita Rakyat Goa Kiskenda yang terletak di Dusun Sebolong Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo. Ornamen stalagtit dan stalagnit di dalam gua menggambarkan kisah Mahesa Suro-Lembu Suro hingga runtuhnya kerajaan Gua Kiskendo.