Dalam pergelaran wayang memang sering jenis wayang ini ditunjukkan sebagai seorang patih dari suatu negara tertentu, apalagi jika rajanya juga seorang raksasa ditunjukkan dengan Buto Raton. Oleh karena itu kiranya tidak keliru jika wayang ini ada yang menyebutkan dengan nama Buto Patih. Nama tersebut pernah terdengar ketika seorang dalang menyuruh anak yg menonton di dekat kotak mengambil dri simpingan kri dengan Buto Patih. Sehingga dpat disebutkan juga bahwa wayang ini adalah wayang srambahan. Namun pernah juga terlihat seorang Dalang yang cukup terkenal menunjukkan wayang ini dalam lakon ”Sudamala” sebagai Kalantaka dan Kalanjaya, jadi bukan sebagai patih. Nampaknya kedua wayang tersebut memang milik pribadi atau bawaan Ki Dalang. Jadi yang jelas wayang ini lebih nampak dikategorikan sebagai wayang srambahan.
Wayang ini berhidung bentuk haluan perahu, bermulut terbuka nampak gigi-gigi dan taringnya, berjamang, bersunting surengpati, bergaruda membelakang, berambut terurai atau gimbal di punggung dan menutupi seluruh badannya sampai sepanjang kaki. Tangan belakang irasan, tidak dapat digerakkan, hanya tangan depan yang lepas dan dapat digerakkan. Di dalam buku ini disajikan tiga wayang, yang satu morgan nampak satu matanya, berarti miring betul, yang kedua nampak kedua matanya bertopong, sedangkan yang ketiga nampak kedua matanya garudan, berarti digambarkan agak miring atau metok ( dalam bahasa Jawa ).
PATIH SAKIPU
DITYA SEKIPU atau sering pula disebut Kasipu, adalah patih negara Tasikwaja, atau sering pula disebut negara Gilingwesi di bawah pemerintahan raja Prabu Pracona. Meski bertubuh agak pendek untuk golongan raksasa, Sakipu sangat sakti. Berwatak gagah berani, bengis dan kejam.
PATIH SAKIPU
DITYA SEKIPU atau sering pula disebut Kasipu, adalah patih negara Tasikwaja, atau sering pula disebut negara Gilingwesi di bawah pemerintahan raja Prabu Pracona. Meski bertubuh agak pendek untuk golongan raksasa, Sakipu sangat sakti. Berwatak gagah berani, bengis dan kejam.
Sakipu pergi ke Suralaya melaksanakan perintah Prabu Pracona untuk melamar Dewi Gagarmayang. akan tetapi Lamarannya ditolak Bathara Guru karena melanggar kodrat hidup. Sakipu marah dan mengamuk. Suralaya geger, para Dewa cemas dan ketakutan karena tidak satupun yang dapat mengalahkan Sakipu, lebih - lebih setelah Prabu Pracona juga menyusul dan ikut mengamuk di Suralaya.
Bathara Guru mencari sarana untuk melawan Sakipu, Bambang Tetuko atau Gatotkoco, putra Dewi Arimbi dari negara Pringgandani dengan Bima yang belum berumur sepekan, dipinjam ke Suralaya sebagai jagoan melawan patih Sakipu dan Prabu Pracona.
Sakipu danPracona akhirnya tewas di tangan Tetuko yang sebelumnya telah di gembleng dan dimasukan ke dalam kawah Candradimuka, diaduk dengan segala macam senjata milik para Dewa.
No comments:
Post a Comment