waduk oro oro ombo adalah sebuah irigasi yang terdapat di desa oro oro ombo ngetos dan juga merupakan tempat wisata waduk milik Kabupaten Nganjuk. waduk oro oro ombo ini terletak di Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, terletak sekitar kurang lebih 25 km ke selatan dari pusat Kota Nganjuk. Waduk oro oro ombo ini memiliki kedalaman kurang lebih 4 meter dan sering dikunjungi oleh masyarakat setempat sebagai rekreasi keluarga dan juga tempat pemancingan.
waduk oro oro ombo Didirikan sejak tahun 2010, waduk oro oro ombo di gunakan masyarakat sekitar untuk irigasi. Waduk oro oro Ombo berada di pegunungan dikelilingi oleh panorama lereng gunung yang sangat indah. sobat bisa menikmati keindah panora pesona nuansa pegunungan yang indah. di waduk oro oro ombo ini pengunjungnya kebanyakan masih dari orang-orang lokal.
di Waduk oro oro ombo Kita bisa memancing di karenakan di setiap tahun di waduk oro oro ombo di tabur bibit ikan yang memang bertujuan untuk para penghobi mancing untuk daya tarik tersendiri para pengunjung dan di kelilingi lereng pegunungan yang sangat indah yang yang bisa kita nikmati pemandangannya. Ada begitu banyak pohon di sekitar waduk jenis pohonnyapun sangat beraneka ragam, cuaca panas di Nganjuk dan cuaca bukit ini membuat kombinasi yang baik untuk memancing di bawah pohon. Bentuk Hills sekitar waduk bisa menjadi pemandangan yang indah untuk mengambil gambar. Ini adalah harmonis objek yang dapat menjadi pilihan untuk menyegarkan dengan keluarga dan cukup cocok untuk orang yang suka memancing, dan juga bisa menjadi spot photo alami yang sangat menakjubkan, sekarang ini juga sudah terdapat beberapa vila yang mungkin suatu saat nanti akan menjadi objek wisata keluarga yang banyak pengunjungnya.
Monday, June 22, 2020
Sunday, June 21, 2020
Siapakah Tokoh Wayang TOGOG ? dan cerita tentang TOGOG
Dalam jagad pewayang, nama Togog sudah cukup sangatlah dikenal. Togog digambarkan sebagai sosok bermata juling, hidung pesek, mulut lebar dan ndower, tak bergigi, kepala botak, rambut hanya sedikit di tengkuk, bergelang, berkeris, bersuara bass. Pada setiap lakon, dia “ditakdirkan” untuk mendampingi majikan berhati congkak, keras kepala, mau menang sendiri, hipokrit, otoriter, dan antidemokrasi. Suara-suara bijak dan pesan-pesan moralnya (nyaris) tak pernah didengar, sehingga dia ikut tercitrakan sebagai tokoh berwatak jahat. Nasib Togog memang tak seberuntung Semar meski sama-sama merupakan cucu Sanghyang Wenang.
di ceritakan pada zaman kadewataan diceritakan Sanghyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa kahyangan dari ketiga cucunya, yaitu Bathara Antaga (Togog), Bathara Ismaya (Semar), dan Bathara Manikmaya (Bathara Guru). Barang siapa yang dapat menelan bulat-bulat dan sanggup memuntahkan kembali gunung Jamurdipa, dialah yang akan terpilih menjadi penguasa Kahyangan.
Sayembara pun digelar. Pada giliran pertama, Bathara Antaga (Togog) mencoba untuk melakukannya, tetapi apa yang terjadi? Togog gagal menelan gunung Jamurdipa. Mulutnya pun robek sehingga jadi dower. Giliran berikutnya adalah Bathara Ismaya (Semar). Gunung Jamurdipa memang dapat ditelan bulat-bulat, tetapi gagal dimuntahkan, sehingga perut Semar membuncit karena ada gunung di dalamnya. Karena sarana sayembara sudah musnah ditelan semar, maka yang berhak memenangkan sayembara dan diangkat menjadi penguasa kadewatan adalah Sang Hyang Manikmaya atau Bathara Guru, cucu bungsu dari Sang Hyang Wenang. Adapun Bathara Antaga (Togog) dan Bathara Ismaya (Semar) akhirnya diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia. Syahdan, Semar dipilih sebagai pamong untuk para ksatria berwatak baik (pandawa), sedangkan Togog diutus sebagai pamong untuk para ksatria dengan watak buruk.
Begitulah “takdir” yang mesti dijalani Togog. Dari masa ke masa, dia terus mendampingi kaum aristokrat berwatak culas dan berhati busuk. Namun, kehadirannya hanya sekadar jadi pelengkap penderita. Dia selalu gagal membisikkan suara-suara kebajikan ke dalam gendang nurani junjungannya. Angkara murka jalan terus, watak ber budi bawa laksana pun hanya terapung-apung dalam bentangan jargon dan slogan. Togog merasa telah gagal mewujudkan sosok ksatria pinunjul, arif, santun, bersih, dan berwibawa.
di ceritakan pada zaman kadewataan diceritakan Sanghyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa kahyangan dari ketiga cucunya, yaitu Bathara Antaga (Togog), Bathara Ismaya (Semar), dan Bathara Manikmaya (Bathara Guru). Barang siapa yang dapat menelan bulat-bulat dan sanggup memuntahkan kembali gunung Jamurdipa, dialah yang akan terpilih menjadi penguasa Kahyangan.
Sayembara pun digelar. Pada giliran pertama, Bathara Antaga (Togog) mencoba untuk melakukannya, tetapi apa yang terjadi? Togog gagal menelan gunung Jamurdipa. Mulutnya pun robek sehingga jadi dower. Giliran berikutnya adalah Bathara Ismaya (Semar). Gunung Jamurdipa memang dapat ditelan bulat-bulat, tetapi gagal dimuntahkan, sehingga perut Semar membuncit karena ada gunung di dalamnya. Karena sarana sayembara sudah musnah ditelan semar, maka yang berhak memenangkan sayembara dan diangkat menjadi penguasa kadewatan adalah Sang Hyang Manikmaya atau Bathara Guru, cucu bungsu dari Sang Hyang Wenang. Adapun Bathara Antaga (Togog) dan Bathara Ismaya (Semar) akhirnya diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia. Syahdan, Semar dipilih sebagai pamong untuk para ksatria berwatak baik (pandawa), sedangkan Togog diutus sebagai pamong untuk para ksatria dengan watak buruk.
Begitulah “takdir” yang mesti dijalani Togog. Dari masa ke masa, dia terus mendampingi kaum aristokrat berwatak culas dan berhati busuk. Namun, kehadirannya hanya sekadar jadi pelengkap penderita. Dia selalu gagal membisikkan suara-suara kebajikan ke dalam gendang nurani junjungannya. Angkara murka jalan terus, watak ber budi bawa laksana pun hanya terapung-apung dalam bentangan jargon dan slogan. Togog merasa telah gagal mewujudkan sosok ksatria pinunjul, arif, santun, bersih, dan berwibawa.
Saturday, June 20, 2020
LOS DOL - Lirik lagu
LOS DOL
- Cipt : Denny Caknan X Lek Dahlan
- Artis : Denny Caknan
Lirik :
Los Dol ndang lanjut leh mu Whatapp an
cek paket datane, yen entek tak tukokne
tenan dik elingo yen mantan nakokne
iku ora rindu,
nanging kangen kringet bareng awakmu
tak gawe los dol blas aku ra rewel
nyanding sliramu sing angel di setel
tutuk - tutuk no chatingan karo wong liyo
rapopo, aku ra gelo,
kok tutup - tutupi, nomere mbok ganti
firasat ati angel di apusi
senajan mbok ganti tukang las, bakul sayur lan tukang gas
titeni, bakale ngerti
reff :
Los Dol ndang lanjut leh mu Whatapp an
cek paket datane, yen entek tak tukokne
tenan dik elingo yen mantan nakokne
iku ora rindu,
nanging kangen kringet bareng awakmu
Friday, June 19, 2020
Brajadenta,siapakah dia?....
BRAJADENTA adalah putra ketiga Prabu Arimbaka, raja raksasa negara Pringgandani dengan Dewi Hadimba.
Brajadenta mempunyai tujuh orang saudara kandung bernama:
- Arimba / Hidimba,
- Dewi Arimbi,
- Arya Prabakesana,
- Brajamusti,
- Brajalamatan,
- Brajawikalpa dan
- Kalabendana.
Brajadenta berwatak keras hati, ingin menangnya sendiri, berani serta ingin selalu menurutkan kata hatinya.
Brajadenta sangat sakti. Oleh kakaknya, Dewi Arimbi, Brajadenta ditunjuk sebagai wakil raja memegang tampuk pemerintahan negara Pringgandani selama Dewi Arimbi ikut suaminya Bima tinggal di Jadipati.
Akhir riwayatnya diceritakan, karena tidak setuju dengan pengangkatan Gatotkaca, putra Dewi Arimbi dengan Bima sebagai raja Pringgandani, Brajadenta dengan dibantu oleh ketiga adiknya, Brajamusti, Brajalamatan dan Brajawikalpa, melakukan pemberontakan karena ingin secara mutlak menguasai negara Pringgandani.
Pemberontakannya dapat ditumpas oleh Gatotkaca dengan tewasnya Brajalamatan dan Brajawikalpa.
Brajadenta dan Brajamusti berhasil melarikan diri dan berlindung pada kemenakannya Prabu Arimbaji, putra mendiang Prabu Arimba yang telah menjadi raja di negara Gowasiluman di hutan Tunggarana.Dengan bantuan Bathari Durga, Brajadenta kembali memasuki negara Pringgandini untuk membunuh Gatotkaca.
Usahanya kembali mengalami kegagalan. Brajadenta akhirnya tewas dalam peperangan melawan Gatotkaca.
Arwahnya menjelma menjadi ajian/keaktian dan merasuk/menunggal dalam gigi Gatotkaca.
Sejak itu Gatotkaca memiliki kesaktian; barang siapa kena gigitannya pasti binasa.
Brajadenta mempunyai tujuh orang saudara kandung bernama:
- Arimba / Hidimba,
- Dewi Arimbi,
- Arya Prabakesana,
- Brajamusti,
- Brajalamatan,
- Brajawikalpa dan
- Kalabendana.
Brajadenta berwatak keras hati, ingin menangnya sendiri, berani serta ingin selalu menurutkan kata hatinya.
Brajadenta sangat sakti. Oleh kakaknya, Dewi Arimbi, Brajadenta ditunjuk sebagai wakil raja memegang tampuk pemerintahan negara Pringgandani selama Dewi Arimbi ikut suaminya Bima tinggal di Jadipati.
Akhir riwayatnya diceritakan, karena tidak setuju dengan pengangkatan Gatotkaca, putra Dewi Arimbi dengan Bima sebagai raja Pringgandani, Brajadenta dengan dibantu oleh ketiga adiknya, Brajamusti, Brajalamatan dan Brajawikalpa, melakukan pemberontakan karena ingin secara mutlak menguasai negara Pringgandani.
Pemberontakannya dapat ditumpas oleh Gatotkaca dengan tewasnya Brajalamatan dan Brajawikalpa.
Brajadenta dan Brajamusti berhasil melarikan diri dan berlindung pada kemenakannya Prabu Arimbaji, putra mendiang Prabu Arimba yang telah menjadi raja di negara Gowasiluman di hutan Tunggarana.Dengan bantuan Bathari Durga, Brajadenta kembali memasuki negara Pringgandini untuk membunuh Gatotkaca.
Usahanya kembali mengalami kegagalan. Brajadenta akhirnya tewas dalam peperangan melawan Gatotkaca.
Arwahnya menjelma menjadi ajian/keaktian dan merasuk/menunggal dalam gigi Gatotkaca.
Sejak itu Gatotkaca memiliki kesaktian; barang siapa kena gigitannya pasti binasa.
Thursday, June 18, 2020
Bhatara Guru asal usul dan gambar wayang Bhatara Guru
Bhatara Guru di ciptakan dari cahaya yang gemerlapan oleh Sang Hyang Tunggal, bersamaan dg cahaya yang berwarna kehitam-hitaman yg merupakan asal jadinya Ismaya (SEMAR), MANIKMAYA berkuasa di SURYALANA sedangkan ISMAYA ( Semar) di turun kan ke bumi untuk mengasuh para Pandawa
Batara Guru memiliki dua saudara, Sang Hyang Maha Punggung dan Sang Hyang Ismaya.Orang tua mereka adalah Sang Hyang Tunggal dan Dewi Rekatawati. Suatu hari, Dewi Rekatawati menelurkan sebutir telur yang bersinar. Sang Hyang Tunggal mengubah telur tersebut, kulitnya menjadi Sang Hyang Maha Punggung(Togog) yang sulung, putih telur menjadi Sang Hyang Ismaya (Semar), dan kuningnya menjadi Sang Hyang Manikmaya. Kemudian waktu, Sang Hyang Tunggal menunjuk dua saudaranya yang lebih tua untuk mengawasi umat manusia, terutama Pandawa, sementara Batara Guru (atau Sang Hyang Manikmaya) memimpin para dewa di kahyangan.
Saat diciptakan, ia merasa paling sempurna dan tiada cacatnya. Hyang Tunggal mengetahui perasaan Manikmaya, lalu Hyang Tunggal bersabda bahwa Manikmaya akan memiliki cacad berupa lemah di kaki, belang di leher, bercaling, dan berlengan empat. Batara Guru amat menyesal mendengar perkataan Hyang Tunggal, dan sabda dia betul-betul terjadi.
Suatu ketika Manikmaya merasa sangat dahaga, dan ia menemukan telaga. Saat meminum air telaga itu—yang tidak diketahuinya bahwa air tersebut beracun—lantas dimuntahkannya kembali, maka ia mendapat cacad belang di leher. Diperhatikannya kalau manusia ketika lahir amatlah lemah kakinya. Seketika, kakinya terkena tulah, dan menjadi lemahlah kaki kiri Manikmaya. Saat ia bertengkar dengan istrinya Dewi Uma, dikutuknya Manikmaya oleh Dewi Uma, agar ia bercaling seperti raksasa, maka bercalinglah Manikmaya. Sewaktu Manikmaya melihat manusia yang sedang sembahyang yang bajunya menutupi tubuhnya, maka tertawalah Manikmaya karena dikiranya orang itu berlengan empat. Maka seketika berlengan empatlah Manikmaya. Hal ini adalah salah satu upaya de-Hinduisasi wayang dari budaya Jawa yang dilakukan Walisongo dalam upayanya menggunakan wayang sebagai sarana penyebaran Islam di Jawa. Contoh lain adalah penyebutan Drona menjadi Durna (nista), adanya kisah Yudistira harus menyebut kalimat syahadat sebelum masuk surga, dan lain-lain.
Bathara Guru merupakan adalah Dewa yang merajai ketiga dunia, yakni Mayapada (dunia para dewa atau surga), Madyapada (dunia manusia atau bumi), Arcapada (dunia bawah atau neraka). Namanya berasal dari bahasa Sanskrit Bhattara yang berarti "tuan terhormat" dan Guru, epitet dari Bá¹›haspati, seorang Dewa Hindu yang tinggal dan diidentifikasikan dengan planet Jupiter.
Batara Guru dalam mitologi Jawa
Menurut mitologi Jawa, Bathara Guru merupakan Dewa yang merajai ketiga dunia, yakni Mayapada (dunia para dewa atau surga), Madyapada (dunia manusia atau bumi), Arcapada (dunia bawah atau neraka). Ia merupakan perwujudan dari dewa Siwa yang mengatur wahyu, hadiah, dan berbagai ilmu. Batara Guru mempunyai sakti (istri) bernama Dewi Uma dan Dewi Umaranti. Bathara Guru mempunyai beberapa anak. Wahana (hewan kendaraan) Batara Guru adalah sang lembu Nandini. Ia juga dikenal dengan berbagai nama seperti Sang Hyang Manikmaya, Sang Hyang Caturbuja, Sang Hyang Otipati, Sang Hyang Jagadnata, Nilakanta, Trinetra, dan Girinata.
Makna Empat Tangan Batara Guru
KELEBIHAN dan kekurangan merupakan pertanda penuh makna. Batara Guru mempunyai kelebihan dua tangan. Berbeda dengan Dewa yang lain. Batara Guru sebagai perwujudan Dewa, makhluk di luar klasifikasi manusia bertangan empat adalah keistimewaan. Berbeda jika yang bertangan empat adalah manusia, maka itu ‘kecacatan’. Namun empat tangan Batara Guru bukan pertanda keistimewaan. Sang Hyang Wenang, Roh Absolut dengan segala ke-Mahaan-nya, mempunyai pertimbangan sendiri memberi tambahan dua tangan Batara Guru.
Adalah Dewi Uma atau Umayi, dewi cantik jelita yang menarik hati dan pikiran Batara Guru. Dewi Uma mau dipersunting oleh Batara Guru dengan syarat Batara Guru dapat menangkapnya. Berulang kali dikejar hendak ditangkap Dewi Uma selalu berhasil lolos dari tangan Batara Guru. Hampir putus asa, Batara Guru kemudian memohon kepada Sang Hyang Wenang untuk diberi dua tambahan tangan agar dapat menangkap Dewi Uma. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Sang Hyang Wenang. Batara Guru dengan empat tangannya akhirnya berhasil menangkap Dewi Uma.
Empat tangan yang dimilikinya merupakan keistimewaan, sehingga Batara Guru juga dikenal dengan nama Caturbuja. Tetapi tentu juga merupakan kekurangan karena tidak lumrah. Istimewa atau tidak dan lumrah atau tidak kemudian tidak lagi berarti dalam hal ini. Peristiwa yang dialami Batara Guru harus dilihat sebagai sebuah pertanda bahwa segala keinginan harus berada di koridor kewajaran. Jika tidak maka bukan keinginan rasa yang di depan tetapi rasa inginlah yang di depan nalar dan rasa.
Pertanda semacam ini juga banyak didapat dari berbagai cerita. Kemunculan Subali, Sugriwa, dan Anjani misalnya. Tetapi tiga makhluk ini berada dalam dimensi manusia. Sementara dalam dimensi kedewaan ada cerita tentang tiga saudara Batara Antaga, Batara Ismaya, dan Batara Manikmaya. Mereka bertiga berebut untuk menjadi penguasa sehingga harus mendapatkan ‘pertanda’ dalam diri mereka. Batara Antaga yang hendak menelan jagad raya, mulutnya robek dan tetap tidak bisa menelannya. Sementara Batara Ismaya berhasil menelan jagad raya tetapi tidak bisa memuntahkannya maka perutnya buncit berisi jagad raya. Itulah pertanda.
Pertanda bisa dimaknai apa saja, tergantung akan hikmah yang ingin dicapai dalam mencapai kebenaran hakiki. Kehakikian adalah milik Yang Maha Mengatur, sehingga bagi manusia memaksakan tafsir juga pertanda akan munculnya ketunggalan. Toh, dalam hal apapun Yang Maha Penentu tidak pernah menentukan kesimpulan atas suatu hal. Empat tangan Batara Guru boleh jadi pertanda keistimewaan, tetapi juga bisa jadi pertanda kekurangan: kurang sabar, dan sebagainya
Batara Guru memiliki dua saudara, Sang Hyang Maha Punggung dan Sang Hyang Ismaya.Orang tua mereka adalah Sang Hyang Tunggal dan Dewi Rekatawati. Suatu hari, Dewi Rekatawati menelurkan sebutir telur yang bersinar. Sang Hyang Tunggal mengubah telur tersebut, kulitnya menjadi Sang Hyang Maha Punggung(Togog) yang sulung, putih telur menjadi Sang Hyang Ismaya (Semar), dan kuningnya menjadi Sang Hyang Manikmaya. Kemudian waktu, Sang Hyang Tunggal menunjuk dua saudaranya yang lebih tua untuk mengawasi umat manusia, terutama Pandawa, sementara Batara Guru (atau Sang Hyang Manikmaya) memimpin para dewa di kahyangan.
Saat diciptakan, ia merasa paling sempurna dan tiada cacatnya. Hyang Tunggal mengetahui perasaan Manikmaya, lalu Hyang Tunggal bersabda bahwa Manikmaya akan memiliki cacad berupa lemah di kaki, belang di leher, bercaling, dan berlengan empat. Batara Guru amat menyesal mendengar perkataan Hyang Tunggal, dan sabda dia betul-betul terjadi.
Suatu ketika Manikmaya merasa sangat dahaga, dan ia menemukan telaga. Saat meminum air telaga itu—yang tidak diketahuinya bahwa air tersebut beracun—lantas dimuntahkannya kembali, maka ia mendapat cacad belang di leher. Diperhatikannya kalau manusia ketika lahir amatlah lemah kakinya. Seketika, kakinya terkena tulah, dan menjadi lemahlah kaki kiri Manikmaya. Saat ia bertengkar dengan istrinya Dewi Uma, dikutuknya Manikmaya oleh Dewi Uma, agar ia bercaling seperti raksasa, maka bercalinglah Manikmaya. Sewaktu Manikmaya melihat manusia yang sedang sembahyang yang bajunya menutupi tubuhnya, maka tertawalah Manikmaya karena dikiranya orang itu berlengan empat. Maka seketika berlengan empatlah Manikmaya. Hal ini adalah salah satu upaya de-Hinduisasi wayang dari budaya Jawa yang dilakukan Walisongo dalam upayanya menggunakan wayang sebagai sarana penyebaran Islam di Jawa. Contoh lain adalah penyebutan Drona menjadi Durna (nista), adanya kisah Yudistira harus menyebut kalimat syahadat sebelum masuk surga, dan lain-lain.
Bathara Guru merupakan adalah Dewa yang merajai ketiga dunia, yakni Mayapada (dunia para dewa atau surga), Madyapada (dunia manusia atau bumi), Arcapada (dunia bawah atau neraka). Namanya berasal dari bahasa Sanskrit Bhattara yang berarti "tuan terhormat" dan Guru, epitet dari Bá¹›haspati, seorang Dewa Hindu yang tinggal dan diidentifikasikan dengan planet Jupiter.
Batara Guru dalam mitologi Jawa
Menurut mitologi Jawa, Bathara Guru merupakan Dewa yang merajai ketiga dunia, yakni Mayapada (dunia para dewa atau surga), Madyapada (dunia manusia atau bumi), Arcapada (dunia bawah atau neraka). Ia merupakan perwujudan dari dewa Siwa yang mengatur wahyu, hadiah, dan berbagai ilmu. Batara Guru mempunyai sakti (istri) bernama Dewi Uma dan Dewi Umaranti. Bathara Guru mempunyai beberapa anak. Wahana (hewan kendaraan) Batara Guru adalah sang lembu Nandini. Ia juga dikenal dengan berbagai nama seperti Sang Hyang Manikmaya, Sang Hyang Caturbuja, Sang Hyang Otipati, Sang Hyang Jagadnata, Nilakanta, Trinetra, dan Girinata.
Makna Empat Tangan Batara Guru
KELEBIHAN dan kekurangan merupakan pertanda penuh makna. Batara Guru mempunyai kelebihan dua tangan. Berbeda dengan Dewa yang lain. Batara Guru sebagai perwujudan Dewa, makhluk di luar klasifikasi manusia bertangan empat adalah keistimewaan. Berbeda jika yang bertangan empat adalah manusia, maka itu ‘kecacatan’. Namun empat tangan Batara Guru bukan pertanda keistimewaan. Sang Hyang Wenang, Roh Absolut dengan segala ke-Mahaan-nya, mempunyai pertimbangan sendiri memberi tambahan dua tangan Batara Guru.
Adalah Dewi Uma atau Umayi, dewi cantik jelita yang menarik hati dan pikiran Batara Guru. Dewi Uma mau dipersunting oleh Batara Guru dengan syarat Batara Guru dapat menangkapnya. Berulang kali dikejar hendak ditangkap Dewi Uma selalu berhasil lolos dari tangan Batara Guru. Hampir putus asa, Batara Guru kemudian memohon kepada Sang Hyang Wenang untuk diberi dua tambahan tangan agar dapat menangkap Dewi Uma. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Sang Hyang Wenang. Batara Guru dengan empat tangannya akhirnya berhasil menangkap Dewi Uma.
Empat tangan yang dimilikinya merupakan keistimewaan, sehingga Batara Guru juga dikenal dengan nama Caturbuja. Tetapi tentu juga merupakan kekurangan karena tidak lumrah. Istimewa atau tidak dan lumrah atau tidak kemudian tidak lagi berarti dalam hal ini. Peristiwa yang dialami Batara Guru harus dilihat sebagai sebuah pertanda bahwa segala keinginan harus berada di koridor kewajaran. Jika tidak maka bukan keinginan rasa yang di depan tetapi rasa inginlah yang di depan nalar dan rasa.
Pertanda semacam ini juga banyak didapat dari berbagai cerita. Kemunculan Subali, Sugriwa, dan Anjani misalnya. Tetapi tiga makhluk ini berada dalam dimensi manusia. Sementara dalam dimensi kedewaan ada cerita tentang tiga saudara Batara Antaga, Batara Ismaya, dan Batara Manikmaya. Mereka bertiga berebut untuk menjadi penguasa sehingga harus mendapatkan ‘pertanda’ dalam diri mereka. Batara Antaga yang hendak menelan jagad raya, mulutnya robek dan tetap tidak bisa menelannya. Sementara Batara Ismaya berhasil menelan jagad raya tetapi tidak bisa memuntahkannya maka perutnya buncit berisi jagad raya. Itulah pertanda.
Pertanda bisa dimaknai apa saja, tergantung akan hikmah yang ingin dicapai dalam mencapai kebenaran hakiki. Kehakikian adalah milik Yang Maha Mengatur, sehingga bagi manusia memaksakan tafsir juga pertanda akan munculnya ketunggalan. Toh, dalam hal apapun Yang Maha Penentu tidak pernah menentukan kesimpulan atas suatu hal. Empat tangan Batara Guru boleh jadi pertanda keistimewaan, tetapi juga bisa jadi pertanda kekurangan: kurang sabar, dan sebagainya
Tuesday, June 16, 2020
Proliman Joyo Kota madiun - Lirik Lagu
PROLIMAN JOYO " ( kota madiun )
Cipt : Denny Caknan X Soepardi Aye ( Moh. Arif )
Artis : Denny Caknan
Lirik :
Gemerlape lintang wengi iki sing tak sawang
Ngelingke aku marang sliramu
Bebarengan nyawiji, ono ning kutho iki
Njogo roso, ngukir tresno ning ati
Ora bakal lali, ungo iki kanggo sliramu
Mugo iso dadi pengarepanku
Ananging saiki, bedo sing tak lakoni
Kowe lungo, ninggal loro, kabeh wis mbok blenjani.
reff :
Proliman joyo ninggalke cerito loro
Sampek ati sliramu ninggalke aku
Aku ning kene, Nguatke ati
Ngempet eluh tangis sing ra iso tak apusi
Cukup ku berkorban, cukup aku bertahan
gede egomu sing ngambyarke kabeh impian
Biodata Singkat Denny Caknan
Deni Setiawan atau lebih dikenal dengan nama panggung Denny Caknan adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu pop Jawa dan koplo asal Ngawi. Ia mulai dikenal berkat lagu "Kartonyono Medot Janji".
Sebagian lagu yang ditulisnya menggunakan bahasa Jawa, dan sedikit menyisipkan kalimat berbahasa Indonesia. Ia mengungkapkan gaya musik yang dibawakannya dipengaruhi oleh Didi Kempot, dengan nuansa pop dan pengaruh kendhang dalam instrumennya.
Monday, June 15, 2020
Kuatno aku - lirik lagu
KUATNO AKU
Artist: Heppy Asmara
Album: The Best Aneka Safari - Happy Asmara
Songwriter: Ilux & Denny Caknan
Lirik Lagu :
kowe seng biyen tau ning atiku
seng tau gawe seneng uripku
saiki wes lungo disanding wong liyo
mergo raono restune wong tuwo
setiaku wes ra kurang kurang
sayangku neng kowe yo tenanan
rasane abot nerimo kenyataan
kepekso pisah mergo keadaan
wes cukup aku sadar diri
tak terimo karo gede ati
Gusti paringono kuat atiku iki
kelangan wong seng paling tak sayangi
Gusti paringono terang dalan uripku
nerimo kahanane koyo ngene akhire, Gusti kuatno aku
Gusti paringono kuat atiku iki
kelangan wong seng paling tak sayangi
Gusti paringono terang dalan uripku
nerimo kahanane koyo ngene akhire, Gusti kuatno aku
Gusti kuatno aku ..
Biodata singkat Happy Asmara
Happy Rismanda Hendranata atau lebih dikenal dengan nama Happy Asmara (lahir di Kediri, 10 Juli 1999) adalah penyanyi dan pencipta lagu dangdut berkebangsaan Indonesia. Happy semakin dikenal berkat lagu Dalan Liyane.
Sebelum terjun ke dunia dangdut, Happy awalnya bernyanyi dengan genre musik pop . Namun pilihan untuk menyanyi dangdut membuat dia semakin populer, bahkan videonya sering menjadi trending di Youtube.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Baca Juga
Jagal Abilawa
Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena ...
-
DURYUDANA Duryodana utawa Duryudana iku ratu ing Ngastina (Hastina) Ing layang Mahabharata karan Droyudhana. Dasanamane miturut padh...
-
Buta Terong merupakan nama penokohan wayang yang tidak asing di dalam telinga orang Jawa. Buta Terong merupakan salah satu dari sekelompok ...
-
Di Riwayatkan Dalam pewayangan Jawa, Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kirityatmaja,...