LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis berjudul MALIOBORO Ini telah diterima dan disetujui oleh Dewan Pengesah Karya Tulis
Hari : …………..
Tanggal : …………
Tempat : ………….
Tahun Pelajaran : …………….
PERSEMBAHAN
Karya ilmiah yang berjudul “Museum Dirgantara” ini kami persembahkan kepada :
1. Allah SWT
2. Ayah dan Ibu tercinta
3. Guru Pembimbing
4. Bapak kepala Kepala Sekolah ..........................
5. Teman-teman ............................................
6. Masyarakat serta Bangsa dan Negara
Motto :
Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan. (Herodotus )
Dia yang tahu, tidak bicara. Dia yang bicara, tidak Tau. ( Loo Tse )
Tidak ada kekayaan yang melebihi akal,dan tidak ada kemelaratan yang melebihi kebodohan.
Seorang sahabat adalah suatu sumber kebahagiaan dikala kita merasa tidak bahagia.
Seorang sahabat adalah orang yang menjawab,apabila kita memanggil dan sering menjawab sebelum kita panggil.
Janganlah kemiskinanmu menyebabkan kekufuran dan janganlah kekayaanmu menyebabkan kesombongan.
Kebijakan dan kebajikaan adalah perisai terbaik. (Aspinal)
Bunga yang tidak akan layu sepanjang jaman adalah kebajikaan. (William Cowper)
Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan / diperbuatnya. ( Ali Bin Abi Thalib )
Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat baik terhadap diri sendiri. ( Benyamin Franklin )
Pengalaman adalah guru yang terbaik tetapibuang lah pengalaman buruk yang hanya merugikan.
Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok adalah harapan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena, atas rahmat dan hidayah-Nya sehinggasaya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.Walaupun masih banyak kekurangan dalam proses pembuatan karya ilmiah ini.
Karya Ilmiah ini membahas tentang “Keunikan Malioboro Yogyakarta”. Semogakarya ilmiah ini dapat menjadi inspirasi, motivasi atau pengetahuan bagi para pembaca.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatankarya ilmiah ini. Karena tanpa bantuan dari seluruh pihak, mungkin karya ilmiah ini tidak akan tersusun dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangandalam karya ilmiah ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan.
Kritik dan saran-Nya penulis harapkan kepada para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah ini. Harapan penulis yaitu semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
TerimakasihNganjuk, November 2018
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Persembahan
Motto
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Malioboro Yogyakarta
2.2 Sejarah Malioboro Yogyakarta
2.3 Menyusuri Jalan Karangan Bunga dan Surga
Cinderamata di Jantung Kota Jogja
2.4 Menikmati Malioboro, sisi lain dari Yogyakarta
a. Pusat Cinderamata
b. Pasar Bringharjo
c. Lesehan dan Angkringan Malioboro
2.5 Kawasan Malioboro
2.6 Melihat Keunikan Jalan Malioboro Yogyakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang Masalah
Yogyakarta, provinsi yang terletak bagian selatan pulau Jawa ini merupakan salah satu daerah tujuan wisata favorit yang ada di Indonesia, hal ini dikarenakan Yogyakarta banyak obyek wisata yang sangat menarik. Di Utara Yogyakarta, terdapat Gunung Merapi. Di Selatan Yogyakata terdapat pantai pantai yang Indah. Serta di tengah Yogya terdapat Keraton, yang merupakan obyek wisata budaya yang sangat menarik. Selain hal hal yang disebut di atas. Yogyakarta memiliki obyek wisata yang menarik. Obyek wisata yang sering dilewati namun kadang kala sering dilupakan. Obyek ini, berupa jalan yang dikenal dengan nama Malioboro.
Pada awalnya jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut.
Orang-orang Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu. Sekarang pasar ini sangat ramai dan mewarnai Jalan Malioboro sebagai pusat belanja yang terkenal murah dan banyak ragamnya. Mulai dari pakaian batik, pernak pernik, sepatu, tas kulit, barang kerajinan dan seni.Dalam hal ini penulis ingin mengetahui keunikan malioboro yang ada diyogyakarta.mengetahui obyek wisata apa saja yang terdapat dimalioboro.serta kelebihan malioboro dengan obyek wisata yang lain. Penulis mengangkat masalah “keunikan malioboro yogyakarta” agar masyarakat khususnya pelajar, mengetahui seperti apakah malioboro yang ada di keraton yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja keunikan malioboro ?
1.2.2 Obyek wisata apa saja yang terdapat dimalioboro ?
1.2.3 Apa kelebihan malioboro dengan obyek wisata yang lain ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui keunikan yang ada dimalioboro.
1.3.2 Mengetahui obyek wisata apa saja yang terdapat dimalioboro.
1.3.3 Mengetahui kelebihan malioboro dengan wisata yang lain.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Malioboro Yogyakarta
Malioboro adalah tempat yang wajib Anda kunjungi saat traveling ke Yogakarta (Jogja). Jangan ngaku pernah ke Jogja jika belum pernah mengunjungi Malioboro. Ya, Malioboro memang sangat identik dengan Jogja. Kawasan yang dipenuhi dengan pertokoan di kiri kanan jalannya ini memang selalu ramai dikunjungi oleh para wisatawan terutama jika waktu liburan tiba. Malioboro adalah jalan satu arah mulai dari Stasiun Tugu sampai Kantor Pos Besar Kota Yogyakarta. Selain dipenuhi dengan pertokoan, sepanjang jalan di kawasan ini juga dipenuhi dengan deretan para pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di emperan toko.
2.2 Sejarah Malioboro Yogyakarta
Sejarah Malioboro – Dalam bahasa Sansekerta, kata “malioboro” bermakna karangan bunga. itu mungkin ada hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka jalan malioboro akan dipenuhi dengan bunga. Kata malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama “Marlborough” yang pernah tinggal disana pada tahun 1811-1816 M. pendirian jalan malioboro bertepatan dengan pendirian keraton Yogyakarta (Kediaman Sultan).
Perwujudan awal yang merupakan bagian dari konsep kota di Jawa, Jalan malioboro ditata sebagai sumbu imaginer utara-selatan yang berkorelasi dengan Keraton ke Gunung merapi di bagian utara dan laut Selatan sebagai simbol supranatural. Di era kolonial (1790-1945) pola perkotaan itu terganggu oleh Belanda yang membangun benteng Vredeburg (1790) di ujung selatan jalan Malioboro. Selain membangun benteng belanda juga membangun Dutch Club (1822), the Dutch Governor’s Residence (1830), Java Bank dan kantor Pos untuk mempertahankan dominasi mereka di Yogyakarta.
Perkembangan pesat terjadi pada masa itu yang disebabkan oleh perdaganagan antara orang belanda dengan orang cina. Dan juga disebabkan adanya pembagian tanah di sub-segmen Jalan Malioboro oleh Sultan kepada masyarakat cina dan kemudian dikenal sebagagai Distrik Cina.Perkembangan pada masa itu didominasi oleh Belanda dalam membangun fasilitas untuk meningkatkan perekonomian dan kekuatan mereka, Seperti pembangunan stasiun utama (1887) di Jalan Malioboro, yang secara fisik berhasil membagi jalan menjadi dua bagian.Sementara itu, jalan Malioboro memiliki peranan penting di era kemerdekaan (pasca-1945), sebagai orang-orang Indonesia berjuang untuk membela kemerdekaan mereka dalam pertempuran yang terjadi Utara-Selatan sepanjang jalan.
Sekarang ini merupakan jalan pusat kawasan wisatawan terbesar di Yogyakarta, dengan sejarah arsitektur kolonial Belanda yang dicampur dengan kawasan komersial Cina dan kontemporer. Trotoar di kedua sisi jalan penuh sesak dengan warung-warung kecil yang menjual berbagai macam barang dagangan. Di malam hari beberapa restoran terbuka, disebut lesehan, beroperasi sepanjang jalan. Jalan itu selama bertahun-tahun menjadi jalan dua arah, tetapi pada 1980-an telah menjadi salah satu arah saja, dari jalur kereta api ke selatan sampai Pasar Beringharjo.
Hotel jaman Belanda terbesar dan tertua jaman itu, Hotel Garuda, terletak di ujung utara jalan di sisi Timur, berdekatan dengan jalur kereta api. Juga terdapat rumah kompleks bekas era Belanda, Perdana Menteri, kepatihan yang kini telah menjadi kantor pemerintah provinsi.Malioboro juga menjadi sejarah perkembangan seni sastra Indonesia. Dalam Antologi Puisi Indonesia di Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut, buku yang berisi 110 penyair yang pernah tinggal di yogyakarta selama kurun waktu lebih dari setengah abad. Pada tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat dinamika seni budaya Jogjakarta. Jalan Malioboro menjadi ‘panggung’ bagi para “seniman jalanan” dengan pusatnya gedung Senisono. Namun daya hidup seni jalanan ini akhirnya terhenti pada 1990-an setelah gedung Senisono ditutup.
2.3 Menyusuri Jalan Karangan Bunga dan Surga Cinderamata di Jantung Kota Jogja
Matahari bersinar terik saat ribuan orang berdesak-desakan di sepanjang Jalan Malioboro. Mereka tidak hanya berdiri di trotoar namun meluber hingga badan jalan. Suasana begitu gaduh dan riuh. Tawa yang membuncah, jerit klakson mobil, alunan gamelan kaset, hingga teriakan pedagang yang menjajakan makanan dan mainan anak-anak berbaur menjadi satu. Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya rombongan kirab yang ditunggu pun muncul. Diawali oleh Bregada Prajurit Lombok Abang, iring-iringan kereta kencana mulai berjalan pelan. Kilatan blitz kamera dan gemuruh tepuk tangan menyambut saat pasangan pengantin lewat.
Semua berdesakan ingin menyakasikan pasangan GKR Bendara dan KPH Yudhanegara yang terus melambaikan tangan dan menebarkan senyum ramah.Itulah pemandangan yang terlihat saat rombongan kirab pawiwahan ageng putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X lewat dari Keraton Yogyakarta menuju Bangsal Kepatihan. Ribuan orang berjejalan memenuhi Jalan Malioboro yang membentang dari utara ke selatan.
Dalam bahasa Sansekerta, malioboro berarti jalan karangan bunga karena pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi karangan bunga. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah berubah, posisi Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka kirab dan perayaan tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai dari gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian Yogyakarta, Karnaval Malioboro, dan masih banyak lainnya.
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.Menyusuri sepanjang Malioboro memberi pengalaman tersendiri untuk Anda.
Di sepanjang jalan, Anda bisa menjumpai berbagai macam souvenir khas Jogja seperti kerajinan perak, rotan, wayang kulit, batik dan juga blangkon. Aneka macam souvenir ini bisa Anda peroleh dengan harga terjangkau. Apalagi jika Anda pandai menawar. Beraneka macam jajanan khas Jogja seperti bakpia, pecel, es dawet dan sate gajih pun bisa Anda jumpai di sana. Menjelang malam jalan Malioboro juga dipenuhi dengan aneka pedagang kuliner. Anda bisa menikmati aneka kuliner sembari duduk lesehan dan diiringi lagu-lagu dari para pengamen jalanan. Tersedia pula angkringan khas Jogja yang siap menjamu Anda dengan hidangan khasnya. Benar-benar asik bukan? So, ojo lali yo sempatkan diri Anda berkunjung ke Jogja.
Untuk menuju ke Malioboro aksesnya sangat mudah karena terletak di pusat Kota Jogja. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi Anda dari Tugu Jogja terus menuju ke Selatan. Agar lebih mudah Anda bisa menanyakan ke penduduk local. Melihat Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, seorang kawan berujar bahwa Malioboro merupakan baby talk dari "mari yok borong". Di Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga.
Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yangterbilang murah.Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka pulalah budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik dengan Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik Kla Project akan menjadi pengalaman yang sangat membekas di hati.
Malioboro adalah rangkaian sejarah, kisah, dan kenangan yang saling berkelindan di tiap benak orang yang pernah menyambanginya.
Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang terhadap Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga kini.
Keterangan: Karnaval dan acara yang berlangsung di Kawasan Malioboro biasanya bersifat insidental dengan waktu pelaksanaan yang tidak menentu. Namun ada beberapa kegiatan yang rutin diselenggarakan setiap tahun seperti Jogja Java Carnival yang selalu dilaksanakan tiap bulan Oktober, Festival Kesenian Yogyakarta pada bulan Juni hingga Juli, serta Pekan Kebudayaan Tionghoa yang dilaksanakan berdekatan dengan perayaan tahun baru China (Imlek).
2.4 Menikmati Malioboro, sisi lain dari Yogyakarta
Yogyakarta, provinsi yang terletak bagian selatan pulau Jawa ini merupakan salah satu daerah tujuan wisata favorit yang ada di Indonesia, hal ini dikarenakan Yogyakarta banyak obyek wisata yang sangat menarik. Di Utara Yogyakarta, terdapat Gunung Merapi. Di Selatan Yogyakata terdapat pantai pantai yang Indah. Serta di tengah Yogya terdapat Keraton, yang merupakan obyek wisata budaya yang sangat menarik. Selain hal hal yang disebut di atas. Yogyakarta memiliki obyek wisata yang menarik. Obyek wisata yang sering dilewati namun kadang kala sering dilupakan. Obyek ini, berupa jalan yang dikenal dengan nama Malioboro. Dan kali ini saya menikmati perjalanan menyusuri jalan ini.
Perjalanan saya kali ini, tidak di Gunung, tidak di pantai atau pun tidak di hutan rimba. Kali ini perjalanan saya menuju kota yang dikenal dengan Kraton,Gunung Merapi dan Pantai Parang Tritisnya.Kota ini dikenal dengan nama Yogyakarta. Perjalanan kali ini hanya untuk sekedar menyisiri jalan yang sudah lama dikenal di Indonesia dan bahkan dapat dianggap sebagai ikon kota. Malioboro, nama jalan itu disebut.Kereta bisnis Fajar Utama Yogya, telah tiba dengan selamat di Stasiun Tugu. Saya langsung mengangkat tas ransel ku. Tas yang selalu menemani setiap perjalanan ku menyusuri keindahan negeriku. Segera saya berjalan keluar dari stasiun. Tidak sabar rasanya ingin menjelajahi kota ini. Kota yang dikenal dengan nama Yogyakarta.
Kota yang menyimpan banyak kenangan bagi saya. Begitu keluar dari Stasiun Tugu, langsung saja saya disambut dengan para pengayuh becak. Yang dengan ramahnya ingin mengantarkan saya ke tempat tempat wisata yang sangat menarik, dan tentu saja akan mengantarkan saya ke penginapan.Namun tawaran menarik ini, saya tolak. Karena menikmati suatu perjalanan dengan berjalan kaki. Akan lebih menarik. Banyak kegiatan manusia yang dengan mudahnya bisa kita lihat. Setelah keluar dari Stasiun, segera saya berjalan mencari penginapan. Saya langkahkan kaki menuju Jalan Sosowijayan,nama jalan yang sudah sangat dikenal bagi para backpacker sebagai tempat yang menyediakan penginapan murah bagi para lowcost traveler seperti saya.
Di jalan ini, banyak terdapat penginapan dengan budget yang sangat terjangkau. Dan setelah mendapatkan penginapan, meletakkan ransel. Maka saatnya menyusuri Malioboro.Menurut sejarahnya, jalan sepanjang 800 meter ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, jalan ini masih bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang dikenal dengan Malioboro. Dan nama Maliobro ini, diambil dari nama Bahasa Sansekerta yang berarti Karangan Bunga. Pada masa kolonial Belanda, jalan ini dikenal karena di sini serangan Umum Satu Maret berlangsung.
Menyusuri jalan ini, banyak hal hal yang menarik yang bisa saya lihata. Pusat Cinderamata
Dengan berjalan kaki saya menyusuri jalan ini, di kiri dan kanan saya terdapat banyak lapak pedagang kaki lima. Yang menawarkan dagangan mereka. Dagangan mereka khas. Yaitu cindera mata Khas Yogya. Miniatur becak, baju kaos dengan sablon yang khas, bunga-bunga kertas, dan tato temporary mengisi hampir sebagian besar ruas trotoar yang ada. Di Malioboro ini merupakan pusat penjualan cinderamata. Dan kita bisa memilih barang dan menawar dengan harga yang pantas kepada para penjual cindera mata ini.
Melihat para ibu ibu dan para ABG menawar barang dagangan tersebut, menjadi tontonan yang menarik bagi saya. Interaksi antara para pedagang dan pelanggan. Tawar menawar yang diakhiri dengan transaksi. Memberikan warna tersendiri, ternyata interaksi ini belum hilang. Di tengah gencarnya Mall Mall besar yang memberikan komunikasi satu arah saja. Potret yang menarik mengenai kesederhanaan Yogyakarta
b. Pasar Bringharjo
Saya terus berjalan menyusuri jalan ini, suara bel para pengayuh becak terus datang silih berganti. Jalan ini sangat sibuk,becak hilir mudik saling bergantian membawa para wisatawan menikmati perjalanan menikmati Malioboro. Para wisatawan mancanegara terlihat sangat tertarik menikmati perjalanan dengan becak. Selain becak, andong juga banyak terdapat di kawasan ini. Kaki ku terus melangkah. Dan tak lama kemudian, tibalah saya di pasar. Pasar yang dikenal dengan koleksi batiknya. Bringharjo nama Pasar tersebut.
Di sini, saya bisa membeli koleksi batik yang ada, sprei batik, terusan, daster dan masih banyak lagi barang barang batik yang bisa dibeli. Koleksi di pasar ini, selain dari Yogyakarta juga berasal dari Solo dan Pekalongan, dan koleksi di pasar ini dapat dikatakan lengkap. Pasar ini terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 merupakan tempat koleksi batik, Lantai 2 baju-baju konveksi, dan di lantai 3 terdapat para penjual bumbu dapur. Bau merica, bau cengkeh masuk ke hidung saya. Bau yang mengingatkan saya akan masakan Ibu di rumah. Sungguh pasar yang menarik. Selain denyut nadi perdagangan, di pasar ini banyak terdapat para pemanggul barang, mereka adalah para wanita tangguh. Yang rela berjalan dari desa mereka untuk sekedar mencari sesuap nasi di Yogyakarta
c. Lesehan dan Angkringan Malioboro
Setelah menikmati suguhan kesederhanaan khas Yogya, tidak terasa, malam sudah tiba. Wajah jalan ini berubah, tidak lagi dengan lapak pedagang cinderamata. Namun, sekarang para penjual makanan kaki lima yang memenuhi jalan ini. Pecel lele, burung dara, dan ayam goreng. Mengisi hampir sebagian dari jalanan.Terbit liur ku, karena mencium bau ayam yang digoreng, terbayang nasi panas dan ayam goreng sambel terasi dalam keadaan panas. Namun, sebelum mengisi perut. Saya menuju tempat yang merupakan ciri khas Yogya, tempat yang dikenal dengan nama Angkringan.
Menikmati susu jahe hangat sembari makan sate ceker ayam merupakan pilihan yang pas untuk mengisi waktu luang sebelum saya makan di lesehan.
Angkringan dikenal karena menyediakan makanan yang murah dan sangat merakyat. Di sini kita bisa mendengar gossip gossip khas kaki lima dan kadangkala keluhan dari rakyat.Sembari menikmati susu jahe, sayup sayup saya mendengar suara para musisi jalanan khas Yogyakarta.dengan menggunakan alat musik yang sederhana, mereka melantunkan Lagu “ Yogyakarta” dari Katon Bhagaskara,mereka adalah potret para musisi yang jauh dari kesan mewah khas ibu kota. Menikmati susu jahe hangat, dan mendengarkan lagu dari musisi jalanan ini merupakan kombinasi yang pas.
Setelah kenyang, maka aku pun kembali ke penginapan. Untuk istirahat. Masih banyak tempat yang ingin ku kunjungi di Yogyakarta. Seperti kata Katon Bhagaskara
“Pulang ke kotamu, Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu,Tiap sudut menyapaku bersahabat,
penuh selaksa makna,Terhanyut aku akan nostalgiSaat kita sering luangkan waktu, Nikmati bersama
Suasana Jogja “
2.5 Kawasan Malioboro
Lokasi: Ngupasan, Kota Yogyakarta
"Degup Jantung Kota yang Terus Berdetak"
Jalan Malioboro adalah saksi sejarah perkembangan Kota Yogyakarta dengan melewati jutaan detik waktu yang terus berputar hingga sekarang ini. Membentang panjang di atas garis imajiner Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi. Malioboro adalah detak jatung keramaian kota Yogyakarta yang terus berdegup kencang mengikuti perkembangan jaman. Sejarah penamaan Malioboro terdapat dua versi yang cukup melegenda, pertama diambil dari nama seorang bangsawan Inggris yaitu Marlborough, seorang residen Kerajaan Inggris di kota Yogjakarta dari tahun 1811 M hingga 1816 M.
Versi kedua dalam bahasa sansekerta Malioboro berarti “karangan bunga” dikarenakan tempat ini dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Lebih dari 250 tahun yang lalu Malioboro telah menjelma menjadi sarana kegiatan ekonomi melalui sebuah pasar tradisional pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I. Dari tahun 1758 – sekarang Malioboro masih terus bertahan dengan detak jantung sebagai kawasan perdagangan dan menjadi salah satu daerah yang mewakili wajah kota Yogyakarta. Sejak awal degup jantung Malioboro berdetak telah menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian perkotaan. Setiap bagian dari jalan Malioboro ini menjadi saksi dari sebuah jalanan biasa hingga menjadi salah satu titik terpenting dalan sejarah kota Yogyakarta dan Indonesia. Bangunan Istana Kepresidenan Yogyakarta yang dibangun tahun 1823 menjadi titik penting sejarah perkembangan kota Yogyakarta yang merupakan soko guru Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari bangunan ini berbagai perisitiwa penting sejarah Indonesia dimulai dari sini.
Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih muda. Istana Kepresidenan Yogyakarta sebagai kediaman Presiden Soekarno beserta keluarganya. Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI (pada tanggal 3 Juni 1947), diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia (pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet Republik yang masih muda itu pun dibentuk dan dilantik di Istana ini pula. Benteng Vredeburg yang berhadapan dengan Gedung Agung. Bangunan yang dulu dikenal dengan nama Rusternburg (peristirahatan) dibangun pada tahun 1760. Kemegahan yang dirasakan saat ini dari Benteng Vredeburg pertama kalinya diusulkan pihak Belanda melalui Gubernur W.H. Van Ossenberch dengan alasan menjaga stabilitas keamanan pemerintahan Sultan HB I.
Pihak Belanda menunggu waktu 5 tahun untuk mendapatkan restu dari Sultan HB I untuk menyempurnakan Benteng Rusternburg tersebut. Pembuatan benteng ini diarsiteki oleh Frans Haak. Kemudian bangunan benteng yang baru tersebut dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian.Sepanjang jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang berkunjung di kawasan ini, menikmati pengalaman wisata belanja sepanjang bahu jalan yang berkoridor (arcade). Dari produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan kunci, lampu hias dan lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja) serta barang-barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang banyak ditemui di tempat lain. Pengalaman lain dari wisata belanja ini ketika terjadi tawar menawar harga, dengan pertemuan budaya yang berbeda akan terjadi komunikasi yang unik dengan logat bahasa yang berbeda. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau bahkan separohnya.
Tak lupa mampir ke Pasar Beringharjo, di tempat ini kita banyak dijumpai beraneka produk tradisional yang lebih lengkap. Di pasar ini kita bisa menjumpai produk dari kota tetangga seperti batik Solo dan Pekalongan. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik. Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan harga yang lebih murah. Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan tidak tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan harga dari biasanya bagi para wisatawan.
Malioboro terus bercerita dengan kisahnya, dari pagi sampai menjelang tengah malam terus berdegup mengiringi aktifitas yang silih berganti. Tengah malam sepanjang jalan Malioboro mengalun lebih pelan dan tenang. Warung lesehan merubah suasana dengan deru musisi jalanan dengan lagu-lagu nostalgia. Berbagai jenis menu makanan ditawarkan para pedagang kepada pengunjung yang menikmati suasana malam kawasan Malioboro. Perjalanan terus berlanjut sampai dikawasan nol kilometer kota Yogyakarta, yang telah mengukir sejarah di setiap ingatan orang-orang yang pernah berkunjung ke kota Gudeg ini.
Bangunan-bangunan bersejarah menjadi penghuni tetap kawasan nol kilometer yang menjamu ramah bagi pengunjung yang memiliki minat di bidang arsitektur dan fotografi.
Fasilitas Akomodasi Sekitar Kawasan MalioboroHotel Melia Purosani
Hotel Batik Yogyakarta
Malioboro Inn
Hotel Ibis Yogyakarta
Grage Ramayana Hotel
Hotel Inna Garuda
2.6 Melihat Keunikan Jalan Malioboro Yogyakarta
Pariwisata Yogyakarta memiliki pesona dan keunikan budaya yang sangat khas. Jangan suatu daerah menjadikan budaya dan tradisi masyarakat menjadi objek wisata yang dicari.Yogyakarta juga sangat kental dengan tradisi keratonnya, gedung bersejarah, pasar rakyat dengan segala keunikannya, kesibukan mahasiswa dan berbagai keunikan lainnya yang jarang kita dapatkan didaerah lain.
Kali ini kita akan melihat lebih dalam tentang jalan Malioboro yang sangat terkenal itu. Jalannya sih biasa saja, tetapi dengan segala keunikan para pedagang yang menjajakan berbagai pernik, batik, makanan, dan juga para pengamen mahasiswa yang membawa peralatan yang lengkap. Kalau kita duduk dan makan dilesehan berbagai angkringan di malam hari kita benar-benar merasakan kehangatan, keramahan dan keunikan Yogya.
Jalan Malioboro terletak di jantung Daerah Istimwewa Yogyakarta. Jalan tersebut berada antara jalan Jenderal Ahmad Yani dan jalan Abu Bakar Ali. Dijalan ini ada Kantor DPRD Di Yogyakarta.
Jalan Malioboro merupakan salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta. Ujung timur jalan ini berada di perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.
Jalan Malioboro memiliki sentuhan budaya, seni, dan karakter masyarakat Jawa Yogyakarta yang kental. Mulai dari adanya andong, becak, lapak-lapak masyarakat berjualan, pengamen dan sebagainya yang justru menjadi ciri yang khas dari Yogyakarta.Malioboro sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga, Malioboro menjadi kembang yang pesonanya mampu menarik wisatawan. Malioboro juga menjadi surga cinderamata di jantung Kota Jogja.
Pada awalnya jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut.
Orang-orang Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu. Sekarang pasar ini sangat ramai dan mewarnai Jalan Malioboro sebagai pusat belanja yang terkenal murah dan banyak ragamnya. Mulai dari pakaian batik, pernak pernik, sepatu, tas kulit, barang kerajinan dan seni.
Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Banyak sekali yang dapat dilihat disini. Ada miniatur sepeda, becak, kapal vinisi, patung-patung prajurit keraton dan sebagainya. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri.
Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.
Selesai jalan-jalan sambil berbelanja, jika lapar kita bisa memilih berbagai menu di lapak-lapak lesehan yang tersedia. Selain beragam rasa harganya juga tergolong ekonomi. Untuk pulau kita bisa memilih becak atau andong.Datang ke Yogya belum dianggap datang kalau belum ke Jalan Malioboro begitu kata orang Yogya, mungkin kalimat ini ada benarnya kalau kita sudah kesana bisa merasakan keunikan Yogyakarta, yang pasti nama jalan ini sudah hampir sama dengan kota Jogja itu sendiri. Konon, ada yang bilang Jalan Malioboro yang terletak 800 meter di utara Kraton Yogyakarta ini, dulunya dipenuhi karangan bunga setiap kali kraton melaksanakan perayaan.
2.7 Berbelanja Dimalioboro
Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan harga yang lebih murah. Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan tidak tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan harga dari biasanya bagi para wisatawan.Pengalaman lain dari wisata belanja ini ketika terjadi tawar menawar harga, dengan pertemuan budaya yang berbeda akan terjadi komunikasi yang unik dengan logat bahasa yang berbeda. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau bahkan separohnya.
Tak lupa mampir ke Pasar Beringharjo, di tempat ini kita banyak dijumpai beraneka produk tradisional yang lebih lengkap. Di pasar ini kita bisa menjumpai produk dari kota tetangga seperti batik Solo dan Pekalongan. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik. Menjelang malam jalan Malioboro juga dipenuhi dengan aneka pedagang kuliner. Anda bisa menikmati aneka kuliner sembari duduk lesehan dan diiringi lagu-lagu dari para pengamen jalanan. Tersedia pula angkringan khas Jogja yang siap menjamu Anda dengan hidangan khasnya. Benar-benar asik bukan? So, ojo lali yo sempatkan diri Anda berkunjung ke Jogja.Untuk menuju ke Malioboro aksesnya sangat mudah karena terletak di pusat Kota Jogja. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi Anda dari Tugu Jogja terus menuju ke Selatan. Agar lebih mudah Anda bisa menanyakan ke penduduk local. Malioboro terus bercerita dengan kisahnya, dari pagi sampai menjelang tengah malam terus berdegup mengiringi aktifitas yang silih berganti. Tengah malam sepanjang jalan Malioboro mengalun lebih pelan dan tenang. Warung lesehan merubah suasana dengan deru musisi jalanan dengan lagu-lagu nostalgia.
Berbagai jenis menu makanan ditawarkan para pedagang kepada pengunjung yang menikmati suasana malam kawasan Malioboro. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Banyak sekali yang dapat dilihat disini. Ada miniatur sepeda, becak, kapal vinisi, patung-patung prajurit keraton dan sebagainya. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri.Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.