Batara Ganesa terkadang ditulis Ganesya,disebut juga Batara Ganapati,atau Batara Gana,dianggap sebagai Dewa Pendidikan,Sastra,dan Penyebar Ilmu Pengetahuan.Ia adalah anak Batara Guru dari Dewi Umaranti,yang tinggal di kahyangan Glugutinatar.
Batara Ganesa lahir tidak dalam bentuk manusia,melainkan dalam ujud menyerupai gajah,lengkap dengan gading dan belalainya.Hal ini terjadi karena sesaat setelah Batara Guru dan Dewi Umaranti saling bercumbu kasih,para dewa datang menghadap.Di antara mereka yang datang menghadap adalah Batara Endra yang mengendarai Gajah Airawata.Gajah itu luar biasa besar,sehingga membuat takjub dan kaget Dewi Umaranti,yang saat itu lagi mengandung.Karena ketakjubannya itu,maka kemudian Dewi Umaranti melahirkan putera yang bentuk dan wajahnya mirip sekali dengan gajah.
Bayi gajah Ganesa ternyata juga memiliki kesaktian luar biasa.Ia dapat mengalahkan raja raksasa Nilarudraka dari kerajaan Glugutinatar,yang datang menyerbu kahyangan.Ketika itu raja raksasa gandarwa itu mengamuk karena lamarannya pada Dewi Gagarmayang ditolak.Setelah dikalahkan,Glugutinatar dijadikan kahyangannya.Dalam pewayangan,pada lakon Batara Brama Krama,Batara Ganesa pernah diruwat oleh Batara Brama sehingga ujudnya menjadi dewa yang tampan,tidak lagi berkepala gajah.Setelah ujudnya berubah,Batara Ganesa dikenal dengan sebutan Batara Mahadewa.Menurut Adiparwa,yaitu bagian pertama dari Mahabarata, Ganesa juga berjasa menjadi juru tulis Empu Wyasa yang mengarang kitab Mahabarata itu.Nama lain Batara Ganesa adalah Ganapati,Lambakarna,Gajanana,Karimuka dan Gajawadana.
KELAHIRAN BATARA GANAPATI
Sudah lima bulan lamanya Patih Senarudraka berkemah di kaki Gunung Jamurdipa mengepung Kahyangan Jonggringsalaka. Sementara itu Dewi Parwati sudah mengandung pula. Para dewa berharap bayi yang akan dilahirkannya itulah yang kelak bisa mengalahkan musuh dari Kerajaan Glugutinatar.
Sementara itu Prabu Nilarudraka telah menaklukkan kerajaan-kerajaan di segenap penjuru Tanah Hindustan. Kerajaan terakhir yang ia kalahkan adalah Kerajaan Giriprawata, di mana ia berhasil menawan Prabu Himawan dan Dewi Minawati. Maka, tiba saatnya Prabu Nilarudraka bergabung dengan Patih Senarudraka di kaki Gunung Jamurdipa untuk bersama-sama menyerbu Kahyangan Jonggringsalaka.
Para dewa menjadi panik mendengar Prabu Nilarudraka telah datang di perkemahan Gunung Jamurdipa. Padahal, usia kandungan Dewi Parwati belum mencapai masa kelahiran. Para dewa akhirnya bertekad untuk bertempur mati-matian melawan Prabu Nilarudraka dan Patih Senarudraka dengan mengerahkan segenap kekuatan yang ada.
Batara Guru mengajak Dewi Parwati menyaksikan para dewa mempersiapkan pasukan di halaman Kahyangan Jonggringsalaka yang disebut Repat Kepanasan. Pada saat melihat gajah yang dikendarai Batara Indra, Dewi Parwati menjerit ngeri. Gajah tersebut bernama Gajah Erawata yang berukuran sangat besar, membuat Dewi Parwati ketakutan dan janin yang ada di dalam rahimnya ikut berontak.
Melihat keadaan yang tidak baik itu, Batara Guru pun menggunakan kesaktiannya untuk membantu sang istri melahirkan sebelum waktunya. Akhirnya, lahirlah seorang bayi laki-laki yang anehnya berkepala gajah. Para dewa terheran-heran, namun mereka berharap bayi berwujud aneh inilah yang bisa mengalahkan musuh sesuai ramalan Sanghyang Padawenang.
Batara Guru kemudian menyiram putranya yang berkepala gajah itu menggunakan Tirtamarta Kamandanu. Secara ajaib, bayi tersebut langsung berubah dewasa dan diberi nama Batara Ganapati atau Batara Ganesa.