Wednesday, September 16, 2020

Banowati dalam pewayangan jawa

Menurut versi pewayangan jawa, Banowati adalah Putri Prabu Salya, Raja Negara Mandakara dengan permaisuri Dewi Pujawati atau Seryawati, putri tunggal bagawan Bagaspati dari pertapan Argabelah. ia mempunyai empat saudara kandung yaitu :
- Dewi Erawati (Permaisuri Prabu Baladewa)
- Dewi Surkanti ( Permaisuri Adipati Karna )
- Arya Burisrawa dan
- Bambang Rukmarata

Dewi Banowati menikah dengan Parabu SUyudana (Duryudana) dari Negara Astina, Putra Prabu Dretarasta dengan Dewi Gandari. dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama Raden  Lesmana Mandrakumara dan Dewi Lesmanawati, Dewi Banowati berwatak jujur, penuh belas kasih, jatmiko (penuh dengan sopan santun), tetapi agak sedikit genit.

Menurut kisah pewayangan, sesungguhnya Banowati jatuh cinta kepada Arjuna, tetapi demi mematuhi perintah Ayahnya, ia menikah dengan Prabu Suyudana, Cintanya kepada Arjuna bersemi kembali setelah gugurnya Prabu Suyudana dalam perang Bratayuda. sesudah perang tersebut, Banowati dapat memenuhi angan-angannya untuk menikahi Arjuna, tetapi usia pernikahan tersebut tidak berlangsung lama. pada malam pernikahnnya tepat setelah perang Bratayuda berakhir ia di bunuh oleh Aswatama, Putra Resi Drona, yang membalas dendam kepada seluruh pihak Pendawa di Kurusetra, bernama dengan Srikandi (Istri Arjuna yang lain) dan Kelima Putra Drupadi (Pancawala)

Saturday, September 12, 2020

Abimanyu dalam pewayangan jawa - pola gambar miniatur wayang


Di Riwayatkan Dalam pewayangan Jawa, Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna (salah satu dari lima kesatria Pandawa) dengan Dewi Subadra (putri Prabu Basudewa [penguasa Mandura] dengan Dewi Dewaki). Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan kesayangan dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat "Wahyu Hidayat", yang mampu membuatnya mengerti dalam segala hal. Dikisahkan bahwa karena pertapaannya yang khusyuk, Abimanyu mendapatkan Wahyu Makutha Raja, yaitu wahyu yang menyatakan bahwa keturunannya akan menjadi penerus takhta penguasa Astina.


DOWNLOAD POLA WAYANG HD

Dalam pewayangan, Abimanyu diceritakan sebagai tokoh yang bersifat lembut, bertingkah laku baik, jujur, berhati teguh, bertanggung jawab, dan pemberani. Pendidikan militernya diajarkan langsung oleh ayahnya, sedangkan ilmu kebatinan ia dapatkan dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang istri, yaitu:
Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, raja negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi. Kisah pernikahan Abimanyu dengan Siti Sundari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul Alap-Alapan Siti Sundari atau Jaya Murcita Ngraman.

Dewi Utari, putri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra Parikesit. Kisah pernikahan Abimanyu dengan Utari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul Putu Rabi Nini atau Kalabendana Gugur.


Dalam perang Baratayuda
Abimanyu gugur dalam Baratayuda, yaitu pertempuran antara kubu Korawa melawan Pandawa di lapangan Kurusetra. Pada saat itu, kesatria dari pihak Pandawa yang berada di medan laga dan menguasai strategi perang hanya tiga orang, yakni Bima, Arjuna, dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kunta Wijayadanu. Bima dan Arjuna dipancing oleh kesatria lain dari pihak Korawa agar keluar dari medan pertempuran, sehingga Abimanyu saja yang diandalkan pihak Pandawa pada saat itu.

Setelah semua saudaranya gugur, Abimanyu lupa untuk mengatur formasi perang. Dia maju sendirian ke tengah barisan Korawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan musuhnya. Korawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya— dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang (banyak sekali). Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata menancap di tubuhnya. Menurut cerita, kejadian itu merupakan risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari. Abimanyu pernah bersumpah bahwa dia masih bujang, dan menyatakan apabila dia mengucapkan sumpah palsu, maka dia siap mati dikeroyok dan tertusuk berbagai senjata para musuhnya. Padahal Abimanyu mengucapkan sumpah palsu, karena saat itu dia sudah menikahi Dewi Siti Sundari.

Dengan berbagai senjata yang menancap diseluruh tubuhnya, Abimanyu tidak bisa berjalan lagi. Meski demikian, Abimanyu tidak menyerah. Bahkan dia berhasil membunuh calon putra mahkota Astina, yaitu Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryodana, dengan cara melemparkan keris Pulanggeni, setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang ada di dadanya. Akhirnya Abimanyu gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, kesatria dari Banakeling.

Thursday, September 10, 2020

Simpingan kanan, simpingan kiri, dudahan

Dalam penyusunan wayang simpingan dan dudhahan dapat ditentukan berdasarkan pada hal-hal seperti dibawah ini :
1. Wayang Simpingan kanan
- Golongan wayang raton : terdiri dari tokoh triwikromo yaitu Sri Batara Kresna sampai dengan tokoh Raden Danaraja (pagagan praban)
- Golongan wayang gagah (gagahan) : mulai dari tokoh Raden Antareja, hingga Resi Rekhatama (ketu dewa tanpa baju)
- Golongan wayang alus (alusan) : mulai dari tokoh Batara Guru hingga tokoh Prabu Darmakusuma (gelung keling)
- Golongan wayang Bambang (bambangan) : mulai dari tokoh wayang raden Regawa (Lesmana Muda) sampai dengan Raden Parikesit.
- Golongan Bambang jangkah : mulai dari tokoh yang berbusana puthut alus seben (sampir) hingga sampai pada tokoh Sang Hyang Narada
- Golongan putren: mulai dari tokoh Betari Durga hingga sampai pada tokoh putren srambahan (tokoh wayang kulit yang dapat digunakan untuk beberapa peran)
- Golongan Bayen (wayang anak-anak) : dimulai dari tokoh Dewa Ruci sampai dengan wayang bayen gedhongan.

Simpingan kanan
1. Tuguwasesa
2. Bima Lindhu
3. Bima bugis (badan hitam)
4. Jagalabilawa
5. Rama Bargawa
6. Bratasena
7. Bratasena hitam
8. Duryudana mahkota
9. Duryudana grudan
10. Prabu Sumilih
11. Danapati
12. Gathutkaca Guntur
13 Gatutkaca Thathit (badan hitam)
14. Antareja
15. Gandamana
16. Antasena gelung
17. Antasena grudan
18. Anoman tua bulu putih – oranye
19. Anoman bulu putih – hitam
20. Bathara Guru
21. Bethari Durga
22. Rama jangkah
23. Rama bokong
24. Arjunasasra
25. Kresna Mangu
26. Kresna Surak (badan hitam)
27. Yudhistira
28. Arjuna Kinanthi
29. Arjuna Kanyut
30. Begawan Ciptaning
31. Premadi Pengasih
32. Premadi Pengawe
33. Puntadewa muda
34. Suryatmaja
35. Nakula
36. Sadewa
37. Jembawati
38. Sarpakenaka
39. Arimbi
40. Banowati
41. Kunthi
42. Gendari
43. Madrim
44. Drupadi
45. Erawati
46. Surtikanti
47. Sumbadra
48. Lara ireng
49. Srikandhi
50. Utari
51. Lesmanawati
52. Siti Sendari
53. Rukmini
54. Setyaboma
55. Pregiwo
56. Pregiwati
57. Anjani
58. Parekan 1
59. Parekan 2
60. Dewa Ruci
61. Bayen

2. Wayang Simpingan Kiri
- Golongan wayang raton : mulai dari tokoh wayang Braholo sampai dengan tokoh wayang raseksa bernama Begawan Bagaspati (ketu dewa oncit)
- Golongan wayang gagah (gagahan) : mulai dari tokoh Prabu Sumaliraja sampai tokoh Batara Brama (kethu dewa oncit)
- Golongan raja sabrang gagah : mulai dari tokoh Raden Aryo seto sampai dengan tokoh Batara Sambu (oncit praban) sampai dengan tokoh Raden Kartopiyga (pogagan Ingore Odhol)
- Golongan gagah kedelen : mulai dario tokoh Raden Aryo Seto sampai dengan Resi Bisma (tapen dengan busana baju)
- Golongan kathcirigan : mulai dari tokoh Batara Endra, sampai dengan tokoh wayang bernama Prabu Sri Suwela (pagagan praban)
- Golongan sabrang alus (alusan) : mulai dari tokoh wayang Prabu Dewasrani sampai dengan tokoh Raden Barata (pogagan ngore sampir)
- Golongan alus lanyapan (baranyakan)

Simpingan Kiri :
1. Buta Raton Macan (mata 2)
2. Kumbakarna
3. Niwata Kawaca
4. Arimba
5. Prahastha
6. ButaPatih grudan praban
7. Suratimantra
8. Dasamuka Bugis
9. Dasamuka Belis
10. Sumaliraja
11. Rajamala
12. Sitija
13. Boma encik
14. Boma gusen grudan
15. Kangsa
16. Indrajit
17. Trisirah
18. Baladewa Geger
19. Baladewa Sembada
20. Kurupati
21. Kakrasana Sembada
22. Kencaka
23. Rupakenca
24. Seta
25. Utara
26. Wratsangka
27. Basudewa
28. Basukesthi
29. Matswapati
30. Drestarata
31. Drupada
32. Salya
33. Bismaka
34. Setyajid
35. Karna Bedru
36. Karna Lonthang
37. Ugrasena
38. Sucitra
39. Setyaki Akik
40. Setyaki Mimis
41. Yamawidura
42. Sabrang wok
43. Dewasrani
44. Wibisana
45. Aryaprabu
46. Rukmarata
47. Drestajumna
48. Narasoma
49. Narayana Sembada
50. Narayana Geblak (badan hitam)
51. Samba
52. Pancawala
53. Wisanggeni
54. Bambangan slendang
55. Bambangan gunung
56. Abimanyu Bangkung
57. Abimanyu Bontit
58. Irawan
59. Sanjaya
60. Setyaka
61. Pinten
62. Tangsen

3. Wayang dhudhahan
Wayang yang ada di dalam kotak ditata mulai dari emblek (anyaman bambu yang digunakan untuk menata wayang di dalam kotak) dimulai dari paling bawah susunannya adalah :
  • Golongan wayang binatang yang beraneka macam bentuk dan namanya
  • Golongan wayang setanan
  • Golongan wayang rasekso bermuka binatang (prajurit Guwa Kiskenda, dan raseksa Lokapala)
  • Golongan wayang rasekso di Ngalengko
  • Golongan wayang rasekso di Pringgodani
  • Golongan wayang rasekso di Trajutrisno
  • Golongan wayang rasekso wanan atau Prajurit sabrang seperti Buta Cakil, Buta Begal, dan sebagainya.
  • Golongan wayang wanara (kera)
  • Golongan wayang patih yang beraneka macam (dapat ditata pada eblek yang diletakkan melintang di atas kotak atau tumumpang malang di seberang kiri dalang)
  • Golongan wayang prajurit sabrang atau dugangan
Kurawa
1. Dursasana
2. Jayadrata
3. Kartamarma
4. Durmagati
5. Citraksa
6. Citraksi
7. Aswatama
8. Drona
9. Sengkuni
10. Burisrawa


Pandito
1. Bisma
2. Abiyasa
3. Sentanu
4. Bagaspati
5. Wisrawa
6. Manumayasa
7. Sekutrem
8. Sakri
9. Pandita sepuh
10. Antagopa
11. Jagal Walakas


Patih
1. Udawa
2. Adimanggala
3. Tuhayata
4. Nirbita
5. Tambak Ganggeng
6. Pragota
7. Prabawa
8. Saragupita
9. Kartopiyoga
10. Patih sabrang klamben
11. Punggawa sabrang klamben
12. Jaya lodong


Dewa :
1. Narada
2. Bathara Bayu
3. Bathara Yamadipati
4. Bathara Brama
5. Bathara Sambu
6. Bathara Indra
7. Bathara Wisnu
8. Bathara Antaboga
9. Bathara Temboro
10. Bathara Patuk
11. Bathara Penyarikan
12. Bathara Ganesha


Raksasa :
1. Mahesasura
2. Lembusura
3. Pragalbo
4. Buto Rambutgeni
5. Buto Punuk
6. Cakil
7. Cakil ngalengko


C.6. Wanara (Kera) :
1. Sugriwa
2. Subali
3. Anggada
4. Anila
5. Trigangga
6. Jembawan
7. Kapi Menda
8. Kapi Saraba
9. Kapi Sardulo
10. Cucak rawun


Dagelan :
1. Semar gembleng
2. Semar hitam
3. Gareng gembleng
4. Gareng Hitam
5. Petruk gembleng
6. Petruk hitam
7. Bagong gemleng
8. Bagong hitam


Kewanan :
1. Gajah
2. Macan
3. Bantheng
4. Jaran
5. Garuda
6. Naga
7. Celeng
8. Kidang


C.9.Ricikan
1. Gunungan gapuran
2. Gunungan Blumbangan
3. Kreto
4. Rampogan
5. Gaman werni-werni cacah 20
6. Setanan cacah 5

Golongan wayang Kurawa di Ngastina.
Selain tokoh simpingan dan dhudhahan di atas, ada juga wayang yang ada di luar kotak wayang, di eblek yang letaknya di atas tutup kotak wayang di sebelah kanan dalang, yang terdiri dari wayang kendaraan, wayang dewa, wayang perepat punakawan, wayang pandhito, wayang senjata, wayang binatang kecilan.

Tuesday, September 8, 2020

Wayang Gajah Putih

Budaya India dan Indonesia

Dalam agama Hindu di India dan nusantara (Indonesia), Gajah putih dianggap milik Dewa Indra. Nama gajah Dewa Indra adalah Airawata, sang gajah terbang. Airawata dinobatkan sebagai Raja dari semua gajah oleh Dewa Indra.

Di  Indonesia, gajah putih adalah hewan yang suci pada zaman kerajaan Hindu-Buddha. Gajah putih masih dipopulerkan oleh kebudayaan Gayo di Aceh dalam tradisi Tari Guel. Kabupaten Bener Meriah di Dataran tinggi Gayo juga mendapatkan julukan "Bumi Gajah Putih" karena tradisi tersebut.

Kyai Pramugari

Kyai Pramugari adalah nama seekor kuda salah satu kuda penarik kereta ksatria Tajunganom atau Plangkawati, Raden Abimanyu. Konon, kuda ini memiliki insting yang kuat bagaikan naluri manusia.
Pada waktu itu yang menjadi senapati Kurawa adalah Resi Drona. Dengan kemahirannya menerapkan strategi perang, Resi Drona bisa memisahkan tiga benteng kekuatan Pandawa, yaitu Bima, Janaka dan Gatutkaca.

Bima dipancing untuk bertarung dengan Gardapati di sisi utara. Sedangkan Janaka harus berhadapan dengan Patiwresaya di kaki Gunung Setrapuru di sebelah selatan. Sedangkan Gatotkaca disibukkan dengan meladeni bala tentara Korawa yang mengeroyoknya.

Dengan demikian Resi Drona tinggal menghitung langkah saja untuk menawan Puntadewa di pesangrahan. Namun, tiba-tiba pasukan yang dipimpinya kocar-kacir. Ribuan anak panah bagaikan hujan jatuh dari langit. Senopati muda belia dengan gagah berani duduk di kereta.

Dialah Sang Abimanyu. Dengan kereta perang yang ditarik kuda-kuda pilihan. Salah satu kuda itu adalah Kyai Pramugari.

Melihat pasukan Korawa banyak menjadi kurban, Karna menyeruak ke depan. Karna termangu. Ia tidak tega membunuh kemenakannya, Sang Abimanyu yang masih sangat muda untuk maju ke medan laga. Untuk itu ia berusaha mengecilkan hati Sang Abimanyu dengan membunuh kusirnya, Bambang Sumitra.

Ternyata perkiraan Karna salah. Dengan tewasnya Bambang Sumitra, Sang Abimanyu tidak gentar. Sang Abimanyu segera menaiki kuda kesayangannya Kyai Pramugari. Kuda itu benar-benar mengerti kemauan tuannya. Kuda menerjang menggilas semua musuh yang menghalangi. Dengan begitu mudahlah Sang Abimanyu menebas leher musuh.

Lagi-lagi Karna tidak tega untuk memanah Sang Abimanyu. Kini, sasaran itu diarahkan kepada Kyai Pramugari. Terkena panah Karna, kuda kesayangan Sang Abimanyu itu roboh dan tidak bergerak lagi.

Sang Abimanyu bangkit. Ia bertekad untuk membalaskan matinya Kyai Pramugari. Maka tanpa pikir panjang dirinya menyeruak ke depan di mana ribuan pasukan pihak Korawa telah mengepungnya. Hujan senjata mengenai tubuh senopati muda belia itu.

Akan tetapi Sang Abimanyu tetap pantang mundur. Terus maju menyerang. Bahkan putera mahkota Astinapura, Leksmana Mandrakumara berhasil disirnakannya. Hingga tibalah saat naas itu. Senjata andalan Jayadrata gada Kyai Glinggang atau Galih Asem berhasil mengantarkan nyawanya ke nirwana.


Monday, August 31, 2020

Batara Ganesha - KELAHIRAN BATARA GANAPATI

Batara Ganesa terkadang ditulis Ganesya,disebut juga Batara Ganapati,atau Batara Gana,dianggap sebagai Dewa Pendidikan,Sastra,dan Penyebar Ilmu Pengetahuan.Ia adalah anak Batara Guru dari Dewi Umaranti,yang tinggal di kahyangan Glugutinatar.

Batara Ganesa lahir tidak dalam bentuk manusia,melainkan dalam ujud menyerupai gajah,lengkap dengan gading dan belalainya.Hal ini terjadi karena sesaat setelah Batara Guru dan Dewi Umaranti saling bercumbu kasih,para dewa datang menghadap.Di antara mereka yang datang menghadap adalah Batara Endra yang mengendarai Gajah Airawata.Gajah itu luar biasa besar,sehingga membuat takjub dan kaget Dewi Umaranti,yang saat itu lagi mengandung.Karena ketakjubannya itu,maka kemudian Dewi Umaranti melahirkan putera yang bentuk dan wajahnya mirip sekali dengan gajah.

Bayi gajah Ganesa ternyata juga memiliki kesaktian luar biasa.Ia dapat mengalahkan raja raksasa Nilarudraka dari kerajaan Glugutinatar,yang datang menyerbu kahyangan.Ketika itu raja raksasa gandarwa itu mengamuk karena lamarannya pada Dewi Gagarmayang ditolak.Setelah dikalahkan,Glugutinatar dijadikan kahyangannya.Dalam pewayangan,pada lakon Batara Brama Krama,Batara Ganesa pernah diruwat oleh Batara Brama sehingga ujudnya menjadi dewa yang tampan,tidak lagi berkepala gajah.Setelah ujudnya berubah,Batara Ganesa dikenal dengan sebutan Batara Mahadewa.Menurut Adiparwa,yaitu bagian pertama dari Mahabarata, Ganesa juga berjasa menjadi juru tulis Empu Wyasa yang mengarang kitab Mahabarata itu.Nama lain Batara Ganesa adalah Ganapati,Lambakarna,Gajanana,Karimuka dan Gajawadana. 

KELAHIRAN BATARA GANAPATI

Sudah lima bulan lamanya Patih Senarudraka berkemah di kaki Gunung Jamurdipa mengepung Kahyangan Jonggringsalaka. Sementara itu Dewi Parwati sudah mengandung pula. Para dewa berharap bayi yang akan dilahirkannya itulah yang kelak bisa mengalahkan musuh dari Kerajaan Glugutinatar.

Sementara itu Prabu Nilarudraka telah menaklukkan kerajaan-kerajaan di segenap penjuru Tanah Hindustan. Kerajaan terakhir yang ia kalahkan adalah Kerajaan Giriprawata, di mana ia berhasil menawan Prabu Himawan dan Dewi Minawati. Maka, tiba saatnya Prabu Nilarudraka bergabung dengan Patih Senarudraka di kaki Gunung Jamurdipa untuk bersama-sama menyerbu Kahyangan Jonggringsalaka.

Para dewa menjadi panik mendengar Prabu Nilarudraka telah datang di perkemahan Gunung Jamurdipa. Padahal, usia kandungan Dewi Parwati belum mencapai masa kelahiran. Para dewa akhirnya bertekad untuk bertempur mati-matian melawan Prabu Nilarudraka dan Patih Senarudraka dengan mengerahkan segenap kekuatan yang ada.

Batara Guru mengajak Dewi Parwati menyaksikan para dewa mempersiapkan pasukan di halaman Kahyangan Jonggringsalaka yang disebut Repat Kepanasan. Pada saat melihat gajah yang dikendarai Batara Indra, Dewi Parwati menjerit ngeri. Gajah tersebut bernama Gajah Erawata yang berukuran sangat besar, membuat Dewi Parwati ketakutan dan janin yang ada di dalam rahimnya ikut berontak.

Melihat keadaan yang tidak baik itu, Batara Guru pun menggunakan kesaktiannya untuk membantu sang istri melahirkan sebelum waktunya. Akhirnya, lahirlah seorang bayi laki-laki yang anehnya berkepala gajah. Para dewa terheran-heran, namun mereka berharap bayi berwujud aneh inilah yang bisa mengalahkan musuh sesuai ramalan Sanghyang Padawenang.

Batara Guru kemudian menyiram putranya yang berkepala gajah itu menggunakan Tirtamarta Kamandanu. Secara ajaib, bayi tersebut langsung berubah dewasa dan diberi nama Batara Ganapati atau Batara Ganesa.

Monday, August 24, 2020

Limbuk dalam pewayangan jawa

Limbuk tergolong abdi wanita yang berparas jelek, namun genit. Oleh karenanya berkali-kali Limbuk batal dilamar. Sebagian orang menganggap bahwa Limbuk adalah anak Cangik. Tetapi ada pula yang menganggap bahwa hubungan Limbuk dan Cangik adalah hubungan teman sekerja.

Lepas dari itu semua Limbuk dan Cangik merupakan pasangan yang populer dan digemari orang banyak. Saking populernya hingga ada adegan khusus yang dinamakan Limbukan. Dalam adegan ini, tokoh Limbuk dan Cangik dijadikan sarana untuk memberi informasi, pencerahan dan sekaligus hiburan.

Kedua abdi tersebut saling melengkapi. Mereka sangat dekat dengan bendara putrinya. Pada saat bendara putrinya mengalami kebingungan, Cangiklah yang sering diajak berembug untuk memecahkan masalah serta mencari solusi. Sementara itu jika bendara putrinya berduka, Limbuk tampil menghibur dengan bernyanyi dan menari.

Selain badannya yang gemuk ?pating pecotot,? Limbuk mempunyai ciri fisik yang lain, yaitu: dahinya lebar, matanya pecicilan, hidung sunthi, rambutnya selalu digelung kecil dan memakai kesemekan serta jarit
Banyak orang beranggapan bahwa pasangan Limbuk Cangik bukanlah abdi biasa, mereka merupakan abdi kesayangan, yang berfungsi ganda sesuai dengan kebutuhan bendara putrinya. Peran ganda itulah yang kemudian memposisikan Limbuk dan Cangik selain sebagai abdi yang melayani, juga sebagai orang tua yang memberi solusi dan sekaligus berperan sebagai sahabat yang penghibur, termasuk menghibur masyarakat luas.

Baca Juga

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena ...