Wednesday, March 27, 2019

Cerita Rakyat - Legenda Banyu Biru - Wisata Pasuruan

Cerita Rakyat dibawah ini saya dapat dari https://www.pasuruankab.go.id/ semoga bermanfaat dan contoh cerita seperti ini kelak agar bisa lestari dan bermanfaat untuk generasi mendatang, dan tak kan hilang di makan oleh zaman modern.

CERITA RAKYAT - LEGENDA BANYU BIRU
Tidak bisa kita pungkiri bahwa pedagang dari semenanjung Arab banyak menimbulkan perubahan dan peradaban baru di Indonesia, runtuhnya Kerajaan Majapahit karena simbol Agama yang masuk dalam peta politik kala itu, mengakibatkan perbedaan antar manusia, peperangan antar umat beragama, kesenjangan tingkat sosial, perbedaan kasta, harta menjadi pelengkap runtuhnya Majapahit kala itu.
Saat Majapahit runtuh banyak masyarakat yang melarikan diri dari kerajaan Majapahit, dahulu kala ada bekas prajurit yang terdampar di sebuah hutan (cikal bakal Desa Sumberejo - Kecamatan Winongan-Kabupaten Pasuruan) ada dua prajurit dari Majapahit yang tersesat di hutan yaitu Kebut dan Tombro, mereka berdua membersihkan hutan membuat pemukiman baru, dan menanam pohon  pinang sebagai simbol pemukiman, yang akhirnya desa itu dinamakan jambean (Jambe = Pinang "bahasa jawa vs bahasa indonesia").
Dua orang bekas prajurit itu hidup dengan tenang dan untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari mereka mengelola lahan untuk bertani. Selain bertani Kebut juga sebagai PandeBesi. sejak dulu sejak di Majapahit Kebut terkenal sebagai Empu pembuat keris dan senjatajam lainnya. Barang peninggalan berupa paron masih dapat kita temui dan terletak rapi di sebelah makamnya. sedangkan Tombro hanya bertani dan berternak saja tapi namanya lebih menonjol dan lebih dikenal dari pada Kebut.
Pada suatu hari kerbau peliharaan Tombro dilepas dari kandangnya, dan itu adalah kebiasaannya, kerbau-kerbau itu mencari makan sendiri tanpa ada tuannya maupun pekerja yang mengawasinya, dan pulang ke kandang pada sore harinya, tapi pada saat itu pada suatu sore Tombro hendak menutup kandangnya tetapi Tombro tidak melihat kerbau-kerbau nya, bergegaslah Tombro mencari kerbau-kerbau nya ke hutan, Tombro melacak tapak kaki kerbau nya ternyata kerbau-kerbau nya itu sedang asyik berkubang di sebuah kolam kecil yang tidak pernah terpelihara bahkan tak terjamah oleh manusia lalu Tombro berteriak-teriak kepada kerbau nya agar kerbau nya pulang ke kandang, rupanya kerbau nya itu tidak bergerak sedikitpun ari tempatnya, akhirnya Tombro mendekat dan Tombro agak terkejut sebab kerbau-kerbau nya itu ternyata telah terperangkap dalam lumpur, dengan cepat Tombro memetik empat daun keladi yang banyak tumbuh di sekitarnya. keempat daun itu dia hamparkan di hadapan kerbau-kerbau itu, sekali lagi Tombro membentaknya dengan keras. akhirnya kerbau-kerbau itu bergerak meraih daun keladi lalu tiba-tiba bangkit lari kencang menuju kandangnya, Tombro masih tetap di kolam kecil itu berdiri sendiri sambil memandang kolam itu dan dia tak lagi menyaksikan lumpur yang keruh bekas kerbau-kerbau nya yang terperangkap tadi, tapi ia melihat air yang jernih berwarna biru dan berpasir lembut. bahkan di sela sela ranting yang berada di dasar kolam tampak ikan yang sedang asyik berenang. dengan di temukannya kolam yang jernih, bersih dan airnya berwarna biru itu, akhirnya tiap hari kolam itu di buat mandi setiap hari oleh orang-orang di sekitar yang akhirnya di namakan BanyuBiru.
kabar di temukannya kolam jernih itu terdengar oleh Bupati Pasuruan yang bernama Raden Adipati Nitiningrat, besama seorang Belanda bernama P.W.HOPLAN (sesuai prasasti yang tertulis dengan huruf jawa) kolam itu kemudian di bangun oleh pemerintah Belanda dengan nama Telaga Wilis. setelah Pak Tombro wafat beliau dimakamkan di dekat pemandaian/Telaga wilis/banyubiru.
Sedangkan cerita pak kebut tidak banyak diceritakan karena pak kebut hanya menekuni pekerjaannya sebagai pemahat alat pertanian dia dimakamkan berjejer dengan makam istrinya yang bernama Mbok Kinah.
Prasasti yang tertulis diatas batu pualam dengan huruf jawa itu tertuliskan:

Telaga Wilis:
Rinangga Winangun Arja, Dening Tuwan P.W.Hoplan Minulya Tuadhani nalika panjenengane Kanjeng Raden Adipati Ningrat Sinengkalan "Wisayaning Pandhita Kaloking Rat" utawi tahun welandi 1847.
Maaf penulis belum pernah ke tempat wisata yang indah maka ini jika ada salah tulis nama mohon maaf sebesar-besarnya.

Baca Juga

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena ...