Tuesday, June 30, 2020

Dudohno Aku - Lirik Lagu

Songwritter by Abiem Pangestu
Arrangement by dimas_amirrullah27

Lyric

Dudohno Aku

Yen Ngomong Sayang, Aku Wes Sayang
Yen Ngomong Setiyo, Aku Iki Setiyo
Sing Tak Pingini Gedene Tresnamu
Dudohno Ning Aku

Sekabehane Uwes Tak Ngerteni
Karo Kabeh Eleke Tingkahmu
Opo Maneh Gedene Egomu Sing Marai Atiku
Ajur Remuk Ngerteni Awakmu

Nanging Kabeh Iki Wes Tak Sabari
Wes Ra Mikir Tentang Harga Diri
Wes Kadung Loro Atiku Iki, Ra Kuat Ku Ngelakoni
Mugo Kowe Sitik oo.. Ngerteni

Reff :
Yen Ngomong Sayang, Aku Wes Sayang
Yen Ngomong Setiyo, Aku Iki Setiyo
Sing Tak Pingini Gedene Tresnamu
Dudohno Ning Aku

Awal Kasmaran - Lirik lagu

Title: Awal Kasmaran
Artist: Happy Asmara
Album: The Best Aneka Safari - Awal Kasmaran
Songwriter: Wegah Lali

Lirik dan Terjemahan AWAL KASMARAN

Iki awal cerito (Ini awal cerita)
Ku ngrasakke tresno (Aku merasakan cinta)
Tresno karo konco (Cinta dengan teman)
Aku mung iso nrimo (Aku hanya bisa menerima)
Senajan mbok anggep konco (Walau kau anggap teman)
Tapi ora popo (Tapi tidak mengapa)

Nanging siji (Tapi satu)
Sing tak karepke ning ati (Yang ku inginkan di hati)
Tulung ngerteni rosoku iki (Tolong mengerti rasaku ini)

Iki awal cerito (Ini awal cerita)
Ku ngrasakke tresno (Aku merasakan cinta)
Tresno karo konco (Cinta dengan teman)
Aku mung iso nrimo (Aku hanya bisa menerima)
Senajan mbok anggep konco (Walau kau anggap teman)
Tapi ora popo (Tapi tidak mengapa)

Nanging siji (Tapi satu)
Sing tak karepke ning ati (Yang ku inginkan di hati)
Tulung ngerteni rosoku iki (Tolong mengerti rasaku ini)


Kuatno ati, kuatno rogo (Kuatkan hati, kuatkan raga)
Semoga cinta datang tak menghilang (Semoga cinta datang tak menghilang)

Nanging siji (Tapi satu)
Sing tak karepke ning ati (Yang ku inginkan di hati)
Tulung ngerteni rosoku iki (Tolong mengerti rasaku ini)

Urip yo mung sepisan (Hidup hanya sekali)
Karo kowe bebarengan (Hidup bersama dengan mu)
Senajan abot kanggo awakmu (Walau berat untuk dirimu)
Durung iso nompo awakku (Belum bisa menerima diriku)

Kuatno ati, kuatno rogo (Kuatkan hati, kuatkan raga)
Semoga cinta datang tak menghilang (Semoga cinta datang tak menghilang)

Urip yo mung sepisan (Hidup hanya sekali)
Karo kowe bebarengan (Hidup bersama dengan mu)
Senajan abot kanggo awakmu (Walau berat untuk dirimu)
Durung iso nompo awakku (Belum bisa menerima diriku)

Kuatno ati, kuatno rogo (Kuatkan hati, kuatkan raga)
Semoga cinta datang tak menghilang (Semoga cinta datang tak menghilang)
Kuatno ati, kuatno rogo (Kuatkan hati, kuatkan raga)
Semoga cinta datang tak menghilang (Semoga cinta datang tak menghilang)
________________________


Terjemahan AWAL KASMARAN

Ini awal cerita
Aku merasakan cinta
Cinta dengan teman
Aku hanya bisa menerima
Walau kau anggap teman
Tapi tidak mengapa

Tapi satu
Yang ku inginkan di hati
Tolong mengerti rasaku ini

Ini awal cerita
Aku merasakan cinta
Cinta dengan teman
Aku hanya bisa menerima
Walau kau anggap teman
Tapi tidak mengapa

Tapi satu
Yang ku inginkan di hati
Tolong mengerti rasaku ini


Kuatkan hati, kuatkan raga
Semoga cinta datang tak menghilang

Tapi satu
Yang ku inginkan di hati
Tolong mengerti rasaku ini

Hidup hanya sekali
Hidup bersama dengan mu
Walau berat untuk dirimu
Belum bisa menerima diriku

Kuatkan hati, kuatkan raga
Semoga cinta datang tak menghilang

Hidup hanya sekali
Hidup bersama dengan mu
Walau berat untuk dirimu
Belum bisa menerima diriku

Kuatkan hati, kuatkan raga
Semoga cinta datang tak menghilang
Kuatkan hati, kuatkan raga
Semoga cinta datang tak menghilang

Monday, June 29, 2020

Cerita Batara Yamadipati

Bathara Yamadipati merupakan dewa yang bertugas mencabut nyawa dan menjaga neraka, yang pada lakon “Nagatatmala – Mumpuni” Bathara Yamadipati sangat baik menjalankan tugasnya, sehingga mendapat suatu apresiasi dari Bathara Manikmaya dengan menghadiahinya Dewi Mumpuni untuk dinikahi. Namun hadiah tersebut ternyata merupakan ujian bagi Bathara Yamadipati karena Dewi Mumpuni yang ia nikahi berselingkuh dan ditakdirkan hidup dengan Nagatatmala. Sampai diakhir cerita Bathara Yamadipati memilih merelakan istrinya bahagia dengan Nagatatmala demi mematuhui takdir pahitnya dan demi nilai luhur kepatuhan yang selalu ia junjung.

Lakon “Nagatatmala – Mumpuni” merupakan lakon yang bersumber dari Serat Pustaka Raja Purwa yang dikarang / ditulis pada abad 18 oleh Raden Ngabehi Rangga Warsita, pujangga besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta dan dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa. Bentuk karya sastra Pustaka Raja Purwa sendiri berupa tulisan prosa dan pusisi, yang isinya memuat
lebih dari 177 lakon yang salah satunya sendiri yaitu lakon “Mumpuni” atau dikenal dengan lakon “Nagatatmala – Mumpuni” yang kisahnya sendiri mengenai drama percintaan. Cerita atau kisah – kisah dalam serat Pustaka Raja Purwa bersumber / berhubungan dengan Epos Ramayana dan Mahabarata. Namun serat Pustaka Raja Purwa sebagian besar bercerita mengenai kehidupan para dewa atau leluhur tokoh
– tokoh Ramayana dan Mahabarata.
Terlepas dari banyaknya lakon dalam serat Pustaka Raja Purwa, yang akan dibahas dan dipaparkan pada laporan ini adalah lakon “Nagatatmala – Mumpuni”, dimana dibawah ini adalah cerita singkat lakon tersebut yang pada umumnya beredar dimasyarakat dan dalam dunia pewayangan.
Diceritakan awal kisah lakon “Nagatatmala – Mumpuni” adalah Bathara Yamadipati yang kala itu sangat baik menjalankan tugasnya sebagai penjaga neraka dan pencabut nyawa, ternyata mendapat suatu apresiasi dari adik sang ayah Bathara Yamadipati, yaitu Bathara Guru / Manikmaya. Apresiasi itu sendiri adalah menghadiahi Bathara Yamadipati seorang Dewi cantik yang bernama Mumpuni untuk dinikahi, Bathara Yamadipati pun menerimanya dengan senang hati hingga tak banyak membuang waktu mereka pun menikah dan hidup bersama di Kahyangan Hargadumilah. Hingga pada suatu waktu, ketika Bathara Yamadipati sedang bertugas menjaga neraka Yamaloka, tibalah kabar buruk dari abdi sang istri.

Dimana abdi tersebut menceritakan bahwa Dewi Mumpuni yang merupakan istri tercinta Bathara Yamadipati, dikabarkan tengah berselingkuh dengan Nagatatmala dan berencana pergi ke Saptapratala. Dengan emosi yang meluap – luap mendengar kabar tersebut, Bathara Yamadipati pun segera meninggalkan Yamaloka dan pergi ke kahyangan Hargadumilah. Namun sayanganya setelah Bathara Yamadipati sampai di kahyangan Hargadumilah, ternyata Nagatatmala dan istrinya Dewi Mumpuni sudah lebih dulu pergi. Bathara Yamadipati pun segera mengejarnya lagi ke Saptapratala. Sesampainya di Saptapratala bersiteganglah Bathara Yamadipati dengan Nagatatmala, hingga perkelahian pun pecah. Bathara Yamadipati yang sangat murka sangat berambisi untuk mengalahkan Nagatatmala. Pertarungan pun sangat sengit, dimana kahyangan dan bumi pun terguncang. Namun tak lama kemudian Bathara Narada yang merupakan resi / dewa penasehat yang sangat dijunjung akan petuah - petuahnya, merasakan perkelahian tersebut, dengan seketika Bathara Narada pun turun dari kahyangannya dan melerai perkelahian Bathara Yamadipati dengan Nagatatmala, serta tak mengunggu waktu lama Bathara Narada menjelaskan kepada Bathara Yamadipati bahwa perselingkuhan istrinya tersebut merupakan takdir, takdir bahwa Dewi Mumpuni sudah digariskan bersuami Nagatatmala. Hal tersebut pun di akui Dewi Mumpuni, ia berkata bahwa pernikahan dengan Bathara Yamadipati hanya karna rasa patuhnya akan hormat kepada Bathara Guru atau Manikmaya dan tentunya rasa cinta Dewi Mumpuni hanya kepada Nagatatmala. Mendengar penjelasan tersebut Bathara Yamadipati yang sebelum sangat emosi, seketika hancur hatinya, ia tak menyangka bahwa hal ini dapat menimpanya, dan dengan hati yang hancur Bathara Yamadipati tidak bisa berbuat apa – apa lagi, dengan sangat berat hati Bathara Yamadipati pun patuh akan takdir yang dijelaskan oleh Bathara Narada dan merelakan Dewi Mumpuni hidup bahagia bersama Nagatatmala.

Sunday, June 28, 2020

Siapakah Batara YAMADIPATI ?

 Sang Hyang Yamadipati merupakan anak dari Semar dan Dewi Kinatri, Menurut kitab Purana, Yama adalah putra Surya (dewa matahari) dan Saranya (putri Wiswakarma). Dia memiliki kakak bernama Waiwaswata Manu, dan saudara kembar perempuan bernama Yamuna. Selain itu, ia memiliki ibu tiri bernama Radnyi, Praba, dan Caya. Karena Caya lebih memperhatikan anak kandungnya sendiri daripada anak tirinya, Yama menendang kakinya. Hal itu membuatnya dikutuk bahwa kakinya akan digerogoti oleh cacing. Cacing-cacing tersebut juga akan menyebabkan kakinya bernanah dan berdarah. Untuk mengurangi kutukan tersebut, Surya memberikan seekor burung kepada Yama untuk memakan cacing-cacing tersebut. Kemudian Yama memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat suci yang bernama Gokarna. Disana ia memuja Siwa dengan cara bertapa selama ribuan tahun. Siwa berkenan dengan tapa yang dilakukan Yama, lalu ia diangkat sebagai dewa kematian. Ia diberi hak untuk menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang melakukan dosa, dan memberikan berkah kepada orang-orang yang berbuat kebajikan. dia memiliki istri bernama Dewi Mumpuni yang digambarkan sangat cantik. Dewi Mumpuni ini sebenarnya menikahi Sang Hyang Yamadipati dengan terpaksa sebab ia adalah istri pemberian Batara Guru untuk Sang Hyang Yamadipati. Yamadipati adalah seorang dewa yang digambarkan memiliki wajah yang menyeramkan dan memiliki tubuh yang besar dan menakutkan, bahkan jika seseorang yang melihat sosoknya dipercaya akan mendapat celaka. Arti dari namanya adalah Rajanya Neraka sebab dia bertugas menjaga neraka dan mencabut nyawa manusia yang sudah hampir mati. Ketika bertugas untuk mencabut nyawa dia membawa semacam tali tampar atau disebut juga dadhung.

Suatu ketika dia diceraikan oleh istrinya Dewi Mumpuni yang kemudian menikah dengan Bambang Nagatatmala. Hati Sang Hyang Yamadipati pun sangat terluka dan ia mulai jarang pulang ke Khayangan Hargadumilah, tempat dimana ia tinggal. Dewi Mumpuni mengatakan bahwa dia terpaksa menjadi istri Yamadipati karena Ia menghormati Batara Guru. Meskipun Yamadipati merasa kecewa terhadap Dewi Mumpuni karena telah menceraikannya, Ia tetap mencoba untuk berbesar hati dan merelakan Dewi Mumpuni menikahi orang yang dicintainya.

Pada suatu waktu ketika Yamadipati melaksanakan tugasnya mencabut nyawa seorang manusia yang bernama Setyawan, Yamadipati sangat terkesan oleh istri Setyawan yang bernama Sawitri. Sawitri sangat mencintai suaminya sehingga ia membuat Sang Hyang Yamadipati berbelas kasihan kepadanya. Maka, Setyawan pun dibiarkannya tetap hidup dan bahagia bersama istrinya.

Sang Hyang Yamadipati merupakan potret kehidupan manusia Indonesia yang mampu berbesar hati dalam menerima sebuah keadaan. Walaupun merasa dirugikan atau tersakiti, Sang Hyang Yamadipati masih mampu untuk berbaik hati. Ini merupakan salah satu contoh sikap penyabar dan tidak memendam kekesalan.
Versi Pewayangan Jawa Dalam cerita wayang jawa disebut dengan nama Bathara Yama/Yamadipati. Ia adalah anak ke delapan dari sepuluh orang putra Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani. Kesembilan orang saudaranya masing-masing bernama; Bathara Wungkuam, Bathara Tambora, Bathara Wrahaspati, Bathara Siwah, Bathara Kuwera, Bathara Candra, Bathara Kamajaya, Bathara Surya dan Dewi Darmanesti. Bathara Yama bertempat tinggal di Kahyangan Hargadumilah. Ia dahulunya berwajah tampan. Tetapi karena memendam rasa kekecewaan yang berkepanjangan dan akhirnya meledak menjadi kebencian, wajahnya berubah menjadi bengis menyeramkan sebagai akibat perbuatan Dewi Mumpuni, istrinya. Dewi Mumpuni hapsari Kaideran yang karena terpaksa menjadi istri Bathara Yama atas perintah Sanghyang Manikmaya, akhirnya kabur dari Kahyangan Hargadumilah setelah bertemu dengan Bambang Nagatmala, putra Hyang Anantaboga dengan Dewi Suprepti dari Kahyangan Saptapratala.
Bathara Yama tidak dapat berbuat apa-apa karena Sanghyang Manikmaya memutuskan, sesuai takdir Dewi Mumpuni harus berjodoh dengan Nagatmala. Karena menahan amarah, wajah Bathara Yama berubah menjadi setengah raksasa. Oleh Sanghyang Manikmaya, Bathara Yama kemudian ditetapkan sebagai penguasa neraka dan bertugas untuk mencabut nyawa manusia yang mati karena takdir.

Friday, June 26, 2020

membuat wayang dari kertas

Buta Rambut Geni diciptakan pada zaman kerajaan Mataram tahun Jawa 1552 ini mempunyai ciri khusus, rambutnya berupa api, dahi nonong dan kakinya bertaji seperti ayam jantan. Bersama dengan rekan-rekannya, Buta Prepat muncul dalam perang kembang.
Wayang karakter buto dikeluarkan saat sang tokoh sedang triwikrama telah habis kesabaran dan kebijaksanaannya sehingga nafsu amarahnya memuncak. Disebut juga Brahalasewu atau Balasewu. Tokoh-tokoh yang dapat bertriwikrama menjadi Brahalasewu adalah Batara Guru, Batara Ismaya, Batara Wisnu, Prabu Arjuna Sasrabahu, Prabu Kresna, Prabu Darmakusuma dan mungkin masih ada yang lain lagi.

Tuesday, June 23, 2020

siapakah Buto Terong ? Buto Terong adalah....

Buta Terong merupakan nama penokohan wayang yang tidak asing di dalam telinga orang Jawa.  Buta Terong merupakan salah satu dari sekelompok bangsa raksasa liar yang banyak mendiami hutan-hutan di wilayah tengah dan sisi tenggara dalam dunia wayang.
Buta Terong jumlahnya tersebar sangat banyak dan mereka hidup dengan mengelompok. Makanan kegemaran mereka adalah manusia hidup.

Seperti kebanyakan dari bangsa raksasa, Buta Terong juga sangat takut pada bangsa Ular dan bangsa Dewa. Lalu dari mana nama Buta Terong diambil? Nama Buta Terong ini diambil karena bentuk dari hidungnya yang khas dan mirip serupa dengan buah terong. Buta Terong adalah termasuk punggawa raksasa kecil (dalam bahasa jawa buta rucah), dalam perang kembang atau perangnya buta cakil dengan seorang satria kadangkala Ki Dalang juga memainkan tokoh wayang Buta Terong yang dipertemukan dengan Petruk atau Bagong, raksasa ini tak punya kesaktian apa-apa sering kali dipermainkan oleh Petruk dan Bagong sebagai bahan ketawaan.

Buta Terong mempunyai hidung menyerupai buah terong kalau hidung tersebut disingkap akan jelas perkataan Buta Terong, namun kalau tidak pembicaraanya sulit ditangkap oleh lawan bicaranya.

Oleh karena kesaktiannya, dalam lakon pewayangan Buta Terong sering menjadi lawan dari ksatria-ksatria yang lebih besar seperti Bima/Werkudara. Sedangkan Buta Cakil menjadi lawan yang pantas untuk ksatria yang lebih kecil dan anggun seperti Arjuna. Buta Terong termajsuk dalam golongan Buta Prepat yang terdiri dari empat raksasa, yaitu
- Buta Cakil,
- Buta Rambut Geni,
- Buta Terong,
- dan Pragalba Kala.

Monday, June 22, 2020

Waduk Oro Oro Ombo - Ngetos - Nganjuk

waduk oro oro ombo adalah sebuah irigasi yang terdapat di desa oro oro ombo ngetos dan juga merupakan tempat wisata waduk milik Kabupaten Nganjuk. waduk oro oro ombo ini terletak di Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, terletak sekitar kurang lebih 25 km ke selatan dari pusat Kota Nganjuk. Waduk oro oro ombo ini memiliki kedalaman kurang lebih 4 meter dan sering dikunjungi oleh masyarakat setempat sebagai rekreasi keluarga dan juga tempat pemancingan.

waduk oro oro ombo Didirikan sejak tahun 2010, waduk oro oro ombo di gunakan masyarakat sekitar untuk irigasi. Waduk oro oro Ombo berada di pegunungan dikelilingi oleh panorama lereng gunung yang sangat indah. sobat bisa menikmati keindah panora pesona nuansa pegunungan yang indah. di waduk oro oro ombo ini pengunjungnya kebanyakan masih dari orang-orang lokal.
di Waduk oro oro ombo Kita bisa memancing di karenakan di setiap tahun di waduk oro oro ombo di tabur bibit ikan yang memang bertujuan untuk para penghobi mancing untuk daya tarik tersendiri para pengunjung dan di kelilingi lereng pegunungan yang sangat indah yang yang bisa kita nikmati pemandangannya. Ada begitu banyak pohon di sekitar waduk jenis pohonnyapun sangat beraneka ragam, cuaca panas di Nganjuk dan cuaca bukit ini membuat kombinasi yang baik untuk memancing di bawah pohon. Bentuk Hills sekitar waduk bisa menjadi pemandangan yang indah untuk mengambil gambar. Ini adalah harmonis objek yang dapat menjadi pilihan untuk menyegarkan dengan keluarga dan cukup cocok untuk orang yang suka memancing, dan juga bisa menjadi spot photo alami yang sangat menakjubkan, sekarang ini juga sudah terdapat beberapa vila yang mungkin suatu saat nanti akan menjadi objek wisata keluarga yang banyak pengunjungnya.

Sunday, June 21, 2020

Siapakah Tokoh Wayang TOGOG ? dan cerita tentang TOGOG

Dalam jagad pewayang, nama Togog sudah cukup sangatlah dikenal. Togog digambarkan sebagai sosok bermata juling, hidung pesek, mulut lebar dan ndower, tak bergigi, kepala botak, rambut hanya sedikit di tengkuk, bergelang, berkeris, bersuara bass. Pada setiap lakon, dia “ditakdirkan” untuk mendampingi majikan berhati congkak, keras kepala, mau menang sendiri, hipokrit, otoriter, dan antidemokrasi. Suara-suara bijak dan pesan-pesan moralnya (nyaris) tak pernah didengar, sehingga dia ikut tercitrakan sebagai tokoh berwatak jahat. Nasib Togog memang tak seberuntung Semar meski sama-sama merupakan cucu Sanghyang Wenang.

di ceritakan pada zaman kadewataan diceritakan Sanghyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa kahyangan dari ketiga cucunya, yaitu Bathara Antaga (Togog), Bathara Ismaya (Semar), dan Bathara Manikmaya (Bathara Guru). Barang siapa yang dapat menelan bulat-bulat dan sanggup memuntahkan kembali gunung Jamurdipa, dialah yang akan terpilih menjadi penguasa Kahyangan.

Sayembara pun digelar. Pada giliran pertama, Bathara Antaga (Togog) mencoba untuk melakukannya, tetapi apa yang terjadi? Togog gagal menelan gunung Jamurdipa. Mulutnya pun robek sehingga jadi dower. Giliran berikutnya adalah Bathara Ismaya (Semar). Gunung Jamurdipa memang dapat ditelan bulat-bulat, tetapi gagal dimuntahkan, sehingga perut Semar membuncit karena ada gunung di dalamnya. Karena sarana sayembara sudah musnah ditelan semar, maka yang berhak memenangkan sayembara dan diangkat menjadi penguasa kadewatan adalah Sang Hyang Manikmaya atau Bathara Guru, cucu bungsu dari Sang Hyang Wenang. Adapun Bathara Antaga (Togog) dan Bathara Ismaya (Semar) akhirnya diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia. Syahdan, Semar dipilih sebagai pamong untuk para ksatria berwatak baik (pandawa), sedangkan Togog diutus sebagai pamong untuk para ksatria dengan watak buruk.

Begitulah “takdir” yang mesti dijalani Togog. Dari masa ke masa, dia terus mendampingi kaum aristokrat berwatak culas dan berhati busuk. Namun, kehadirannya hanya sekadar jadi pelengkap penderita. Dia selalu gagal membisikkan suara-suara kebajikan ke dalam gendang nurani junjungannya. Angkara murka jalan terus, watak ber budi bawa laksana pun hanya terapung-apung dalam bentangan jargon dan slogan. Togog merasa telah gagal mewujudkan sosok ksatria pinunjul, arif, santun, bersih, dan berwibawa.

Saturday, June 20, 2020

LOS DOL - Lirik lagu


LOS DOL

- Cipt : Denny Caknan X Lek Dahlan
- Artis : Denny Caknan

Lirik :

Los Dol ndang lanjut leh mu Whatapp an
cek paket datane, yen entek tak tukokne
tenan dik elingo yen mantan nakokne
iku ora rindu,
nanging kangen kringet bareng awakmu

tak gawe los dol blas aku ra rewel
nyanding sliramu sing angel di setel
tutuk - tutuk no chatingan karo wong liyo
rapopo, aku ra gelo,
kok tutup - tutupi, nomere mbok ganti
firasat ati angel di apusi
senajan mbok ganti tukang las, bakul sayur lan tukang gas
titeni, bakale ngerti

reff :
Los Dol ndang lanjut leh mu Whatapp an
cek paket datane, yen entek tak tukokne
tenan dik elingo yen mantan nakokne
iku ora rindu,
nanging kangen kringet bareng awakmu

Friday, June 19, 2020

Brajadenta,siapakah dia?....

BRAJADENTA adalah putra ketiga Prabu Arimbaka, raja raksasa negara Pringgandani dengan Dewi Hadimba.
Brajadenta mempunyai tujuh orang saudara kandung bernama:
- Arimba / Hidimba,
- Dewi Arimbi,
- Arya Prabakesana,
- Brajamusti,
- Brajalamatan,
- Brajawikalpa dan
- Kalabendana.

Brajadenta berwatak keras hati, ingin menangnya sendiri, berani serta ingin selalu menurutkan kata hatinya.
Brajadenta sangat sakti. Oleh kakaknya, Dewi Arimbi, Brajadenta ditunjuk sebagai wakil raja memegang tampuk pemerintahan negara Pringgandani selama Dewi Arimbi ikut suaminya Bima tinggal di Jadipati.

Akhir riwayatnya diceritakan, karena tidak setuju dengan pengangkatan Gatotkaca, putra Dewi Arimbi dengan Bima sebagai raja Pringgandani, Brajadenta dengan dibantu oleh ketiga adiknya, Brajamusti, Brajalamatan dan Brajawikalpa, melakukan pemberontakan karena ingin secara mutlak menguasai negara Pringgandani.

Pemberontakannya dapat ditumpas oleh Gatotkaca dengan tewasnya Brajalamatan dan Brajawikalpa.
Brajadenta dan Brajamusti berhasil melarikan diri dan berlindung pada kemenakannya Prabu Arimbaji, putra mendiang Prabu Arimba yang telah menjadi raja di negara Gowasiluman di hutan Tunggarana.Dengan bantuan Bathari Durga, Brajadenta kembali memasuki negara Pringgandini untuk membunuh Gatotkaca.

Usahanya kembali mengalami kegagalan. Brajadenta akhirnya tewas dalam peperangan melawan Gatotkaca.

Arwahnya menjelma menjadi ajian/keaktian dan merasuk/menunggal dalam gigi Gatotkaca.
Sejak itu Gatotkaca memiliki kesaktian; barang siapa kena gigitannya pasti binasa.

Thursday, June 18, 2020

Bhatara Guru asal usul dan gambar wayang Bhatara Guru

Bhatara Guru di ciptakan dari cahaya yang gemerlapan oleh Sang Hyang Tunggal, bersamaan dg cahaya yang berwarna kehitam-hitaman yg merupakan asal jadinya Ismaya (SEMAR), MANIKMAYA berkuasa di SURYALANA sedangkan ISMAYA ( Semar) di turun kan ke bumi untuk mengasuh para Pandawa


Batara Guru memiliki dua saudara, Sang Hyang Maha Punggung dan Sang Hyang Ismaya.Orang tua mereka adalah Sang Hyang Tunggal dan Dewi Rekatawati. Suatu hari, Dewi Rekatawati menelurkan sebutir telur yang bersinar. Sang Hyang Tunggal mengubah telur tersebut, kulitnya menjadi Sang Hyang Maha Punggung(Togog) yang sulung, putih telur menjadi Sang Hyang Ismaya (Semar), dan kuningnya menjadi Sang Hyang Manikmaya. Kemudian waktu, Sang Hyang Tunggal menunjuk dua saudaranya yang lebih tua untuk mengawasi umat manusia, terutama Pandawa, sementara Batara Guru (atau Sang Hyang Manikmaya) memimpin para dewa di kahyangan.

Saat diciptakan, ia merasa paling sempurna dan tiada cacatnya. Hyang Tunggal mengetahui perasaan Manikmaya, lalu Hyang Tunggal bersabda bahwa Manikmaya akan memiliki cacad berupa lemah di kaki, belang di leher, bercaling, dan berlengan empat. Batara Guru amat menyesal mendengar perkataan Hyang Tunggal, dan sabda dia betul-betul terjadi.

Suatu ketika Manikmaya merasa sangat dahaga, dan ia menemukan telaga. Saat meminum air telaga itu—yang tidak diketahuinya bahwa air tersebut beracun—lantas dimuntahkannya kembali, maka ia mendapat cacad belang di leher. Diperhatikannya kalau manusia ketika lahir amatlah lemah kakinya. Seketika, kakinya terkena tulah, dan menjadi lemahlah kaki kiri Manikmaya. Saat ia bertengkar dengan istrinya Dewi Uma, dikutuknya Manikmaya oleh Dewi Uma, agar ia bercaling seperti raksasa, maka bercalinglah Manikmaya. Sewaktu Manikmaya melihat manusia yang sedang sembahyang yang bajunya menutupi tubuhnya, maka tertawalah Manikmaya karena dikiranya orang itu berlengan empat. Maka seketika berlengan empatlah Manikmaya. Hal ini adalah salah satu upaya de-Hinduisasi wayang dari budaya Jawa yang dilakukan Walisongo dalam upayanya menggunakan wayang sebagai sarana penyebaran Islam di Jawa. Contoh lain adalah penyebutan Drona menjadi Durna (nista), adanya kisah Yudistira harus menyebut kalimat syahadat sebelum masuk surga, dan lain-lain.

Bathara Guru merupakan adalah Dewa yang merajai ketiga dunia, yakni Mayapada (dunia para dewa atau surga), Madyapada (dunia manusia atau bumi), Arcapada (dunia bawah atau neraka). Namanya berasal dari bahasa Sanskrit Bhattara yang berarti "tuan terhormat" dan Guru, epitet dari Bá¹›haspati, seorang Dewa Hindu yang tinggal dan diidentifikasikan dengan planet Jupiter.


Batara Guru dalam mitologi Jawa
Menurut mitologi Jawa, Bathara Guru merupakan Dewa yang merajai ketiga dunia, yakni Mayapada (dunia para dewa atau surga), Madyapada (dunia manusia atau bumi), Arcapada (dunia bawah atau neraka). Ia merupakan perwujudan dari dewa Siwa yang mengatur wahyu, hadiah, dan berbagai ilmu. Batara Guru mempunyai sakti (istri) bernama Dewi Uma dan Dewi Umaranti. Bathara Guru mempunyai beberapa anak. Wahana (hewan kendaraan) Batara Guru adalah sang lembu Nandini. Ia juga dikenal dengan berbagai nama seperti Sang Hyang Manikmaya, Sang Hyang Caturbuja, Sang Hyang Otipati, Sang Hyang Jagadnata, Nilakanta, Trinetra, dan Girinata.

Makna Empat Tangan Batara Guru
KELEBIHAN dan kekurangan merupakan pertanda penuh makna. Batara Guru mempunyai kelebihan dua tangan. Berbeda dengan Dewa yang lain. Batara Guru sebagai perwujudan Dewa, makhluk di luar klasifikasi manusia bertangan empat adalah keistimewaan. Berbeda jika yang bertangan empat adalah manusia, maka itu ‘kecacatan’. Namun empat tangan Batara Guru bukan pertanda keistimewaan. Sang Hyang Wenang, Roh Absolut dengan segala ke-Mahaan-nya, mempunyai pertimbangan sendiri memberi tambahan dua tangan Batara Guru.
Adalah Dewi Uma atau Umayi, dewi cantik jelita yang menarik hati dan pikiran Batara Guru. Dewi Uma mau dipersunting oleh Batara Guru dengan syarat Batara Guru dapat menangkapnya. Berulang kali dikejar hendak ditangkap Dewi Uma selalu berhasil lolos dari tangan Batara Guru. Hampir putus asa, Batara Guru kemudian memohon kepada Sang Hyang Wenang untuk diberi dua tambahan tangan agar dapat menangkap Dewi Uma. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Sang Hyang Wenang. Batara Guru dengan empat tangannya akhirnya berhasil menangkap Dewi Uma.
Empat tangan yang dimilikinya merupakan keistimewaan, sehingga Batara Guru juga dikenal dengan nama Caturbuja. Tetapi tentu juga merupakan kekurangan karena tidak lumrah. Istimewa atau tidak dan lumrah atau tidak kemudian tidak lagi berarti dalam hal ini. Peristiwa yang dialami Batara Guru harus dilihat sebagai sebuah pertanda bahwa segala keinginan harus berada di koridor kewajaran. Jika tidak maka bukan keinginan rasa yang di depan tetapi rasa inginlah yang di depan nalar dan rasa.
Pertanda semacam ini juga banyak didapat dari berbagai cerita. Kemunculan Subali, Sugriwa, dan Anjani misalnya. Tetapi tiga makhluk ini berada dalam dimensi manusia. Sementara dalam dimensi kedewaan ada cerita tentang tiga saudara Batara Antaga, Batara Ismaya, dan Batara Manikmaya. Mereka bertiga berebut untuk menjadi penguasa sehingga harus mendapatkan ‘pertanda’ dalam diri mereka. Batara Antaga yang hendak menelan jagad raya, mulutnya robek dan tetap tidak bisa menelannya. Sementara Batara Ismaya berhasil menelan jagad raya tetapi tidak bisa memuntahkannya maka perutnya buncit berisi jagad raya. Itulah pertanda.
Pertanda bisa dimaknai apa saja, tergantung akan hikmah yang ingin dicapai dalam mencapai kebenaran hakiki. Kehakikian adalah milik Yang Maha Mengatur, sehingga bagi manusia memaksakan tafsir juga pertanda akan munculnya ketunggalan. Toh, dalam hal apapun Yang Maha Penentu tidak pernah menentukan kesimpulan atas suatu hal. Empat tangan Batara Guru boleh jadi pertanda keistimewaan, tetapi juga bisa jadi pertanda kekurangan: kurang sabar, dan sebagainya

Tuesday, June 16, 2020

Proliman Joyo Kota madiun - Lirik Lagu


PROLIMAN JOYO " ( kota madiun )

Cipt : Denny Caknan X Soepardi Aye ( Moh. Arif )
Artis : Denny Caknan

Lirik :

Gemerlape lintang wengi iki sing tak sawang
Ngelingke aku marang sliramu

Bebarengan nyawiji, ono ning kutho iki
Njogo roso, ngukir tresno ning ati

Ora bakal lali, ungo iki kanggo sliramu
Mugo iso dadi pengarepanku

Ananging saiki, bedo sing tak lakoni
Kowe lungo, ninggal loro, kabeh wis mbok blenjani.

reff :
Proliman joyo ninggalke cerito loro
Sampek ati sliramu ninggalke aku
Aku ning kene, Nguatke ati
Ngempet eluh tangis sing ra iso tak apusi

Cukup ku berkorban, cukup aku bertahan
gede egomu sing ngambyarke kabeh impian


Biodata Singkat Denny Caknan

Deni Setiawan atau lebih dikenal dengan nama panggung Denny Caknan adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu pop Jawa dan koplo asal Ngawi. Ia mulai dikenal berkat lagu "Kartonyono Medot Janji".
Sebagian lagu yang ditulisnya menggunakan bahasa Jawa, dan sedikit menyisipkan kalimat berbahasa Indonesia. Ia mengungkapkan gaya musik yang dibawakannya dipengaruhi oleh Didi Kempot, dengan nuansa pop dan pengaruh kendhang dalam instrumennya.

Monday, June 15, 2020

Kuatno aku - lirik lagu


KUATNO AKU

Artist: Heppy Asmara
Album: The Best Aneka Safari - Happy Asmara
Songwriter: Ilux & Denny Caknan

Lirik Lagu :

kowe seng biyen tau ning atiku
seng tau gawe seneng uripku
saiki wes lungo disanding wong liyo
mergo raono restune wong tuwo

setiaku wes ra kurang kurang
sayangku neng kowe yo tenanan
rasane abot nerimo kenyataan
kepekso pisah mergo keadaan

wes cukup aku sadar diri
tak terimo karo gede ati

Gusti paringono kuat atiku iki
kelangan wong seng paling tak sayangi
Gusti paringono terang dalan uripku
nerimo kahanane koyo ngene akhire, Gusti kuatno aku

Gusti paringono kuat atiku iki
kelangan wong seng paling tak sayangi
Gusti paringono terang dalan uripku
nerimo kahanane koyo ngene akhire, Gusti kuatno aku
Gusti kuatno aku ..


Biodata singkat Happy Asmara

Happy Rismanda Hendranata atau lebih dikenal dengan nama Happy Asmara (lahir di Kediri, 10 Juli 1999) adalah penyanyi dan pencipta lagu dangdut berkebangsaan Indonesia. Happy semakin dikenal berkat lagu Dalan Liyane.
Sebelum terjun ke dunia dangdut, Happy awalnya bernyanyi dengan genre musik pop . Namun pilihan untuk menyanyi dangdut membuat dia semakin populer, bahkan videonya sering menjadi trending di Youtube.

Sunday, June 14, 2020

Werkudara dalam Bahasa jawa

Raden Werkudara

    Raden Werkudara iku salah sijining paraga sing kalebu wangsa Pandhawa.Tembung Pandhawa iku ateges turunane Pandhu Dewanata narendra ing Negara Astina. Pandhu Dewanata iku sejatine putra saka Begawan Abiyasa kang dhaup karo Dewi Ambalika. Gegayutan karo kelairane Pandawa kababar ana kitab Mahabarata sing sepisan yaiku Adiparwa.
Carita Adiparwa
      Ing sawijining dina, Begawan Abiyasa kasil menangke sayembara yaiku adu manah lan kanggo bebungah, dheweke entuk telu putri raja Kasi kang asma Amba, Ambika lan Ambalika.Nalika Dewi Amba nyoba ngrayu Sang Begawan, ora dinyana dheweke keno panah Begawan Abiyasa banjur seda. Saka Dewi Ambika, Sang Begawan kanugrahan putra kang asma Drestharasta. Ananging, putrane mau nyandhang cacat wuta. Dene saka Dewi Ambalika, dheweke kanugrahan putra sing nomer loro asmane Pandhu Dewanata kang nyandhang cacat tengeng.  Nalika isih timur, Drestharasta dhaup karo Dewi gendari lan lair anak cacah satus yaiku Korawa. Tembung Korawa ateges keturunan saka Kuru. Sabanjure rayine yaiku Pandhu Dewanata dhaup kro putri loro kang asma Dewi Kunthi lan Madrim. Ananging amarga kutukan saka Begawan Kimindama, Pandhu ora bisa duwe anak.Garwa kang nomer siji, duwe mantra kanggo ngundang dewa – dewa supaya kanugrahan anak lanang. Aji iku disebut Aji Adityaredhaya. Saengga Dewi Kunthi bisa nglairke telu bayi lanang yaiku Yudhistira saka Bathara Dharma, Werkudara saka Bathara Bayu lan Arjuna saka Bathara Indra.Dewi madrim uga ora kalah, dheweke kanugrahan putra kembar yaiku Nakula lan Sadewa saka Bathara Aswan lan Aswin.Anak lima mau kang sinebut Pandhawa Lima. Mangkono sejarah kelairan saka Pandhawa.
Sapa iku Werkudara

Raden Werkudara utawa Bratasena utawa Bimasena
    Tulisan iki, ora bakal ngrembug kabeh babagan Pandhawa, mung bakal ngrembug paraga Werkudara utawa Bratasena. Werkudara iku dumunung ing ksatriyan Jodhipati. Wekudara minangka anak keloro saka Dewi Kunthi, titisan saka Bathara Bayu, saengga asring disebut Bayu Tanaya.  Awit putra nomer loro, mula Werkudara uga sinebut putra panenggaking Pandhawa. Isih ana sebutan liyane kayata Bratasena, Bimasena, Haryasena, Bayusiwi, Jagal Abilawa, Kusumadilaga, lan Jayalaga. Kacarita laire Bratasena awujud bungkus. Kabeh gegaman ora tumama. Mung Gajah Sena kang bisa mbedah bungkuse. Sawise dibedhah bayi mau diidak – idak, ditaleni, digadhing ananging malah saya gedhe. Gajah Sena ditamani kuku Pancanaka, mati sanalika. Suksmane nyawiji karo Bratasena. 

Miturut versi Ngayogjakarta, Raden Werkudara duwe garwa telu yaiku Dewi Nagagini, Dewi Arimbi lan Dewi Urang Ayu. Ananging miturut versi Surakarta, Raden Werkudara mung duwe garwa loro yaiku Dewi Nagagini lan Dewi Arimbi.Karo Dewi Nagagini peputra Raden Antareja kang duwe sungut. Karo Dewi Arimbi peputra Raden Gathotkaca kang duwe siung.Dene karo Dewi Urang Ayu peputra Raden Antasena kang awake duwe sisik kaya ula. Raden Werkudara duwe pusaka aran Kuku pancanaka sing landhepe kaya lading pinyukur, Gada Rujakpala, Gada Lambita muka, Alugara arupa Tumbak cendhak, Bargawa arupa kampak gedhe, Bargawasastra arupa Panah lan Gendewa. Dheweke uga duwe Aji – ajine Bandung bandawasa, Ungkal bener, Blabag Pangatol – antol, Bayu Bajra. Kanthi kaluwihane mau, Raden Werkudara bisa mbongkar gunung lan malyu cepet kaya angin.Werkudara iku omongane ladak, ora bisa basa marang sapa wae. Omongane tansah nganggo basa ngoko. mung Sanghyang Wenang lan Dewa Ruci sing dibasani. Watak liyane yaiku setya tuhu marang guru, bekti marang wong tuwa, teguh ing janji, blaka suta, bela bebener, mbrasta angkara, dhemen tetulung, rasa tresna marang kadang lan adil. Busanane Werkudara yaiku Gelung Pudhaksategal kang nggambarake keluhuran budi.  Pupuk jarot Asem kang nggambarake lembuting ati, sabar lan sareh. Sumping Surengpati, nggambarake gedhe semangate. 
Kelat Bahu Candrakirana, nggambarake pikirane kuat lan atine padhang. Sabuk Nagabanda, nggambarake bisa ngendhaleni hawa nepsu. Kampuh Poleng Bintuluaji, nggambarake wibawa lan kekuatan. Kang pungkasan Clana Cindhe Udagara, nggambarake kendel lan bisa mawas diri, tepa slira. Ing carita pewayangan Jawatimuran, Raden Werkudara utawa Bhima Sena duwe kalungguhan dadi Jeksa ing Lumajang Tengah. Saking pinter lan prigele ulah perang sarta dhemen tetulung marang sapadha – padha, Maharsi Wiyasa paring dhawuh marang Prabu Puntadewa, supaya Bhima Sena kadhawuhan ngayahi kuwajiban sarta mranata ing babagan Keadilan lan Kejujuran. Sawetara para dhalang jawatimuran liyane ngandharake yen Lumajang Tengah iku mujudake papan ksatriyan Raden Bhima Sena. Mula ana sing ngarani yen Bhima Sena iku satriya ing Lumajang Tengah, iya Jeksa Lumajang Tengah. Werkudara tiwas angka papat amarga nalika uripe seneng mangan, rasa kasar lan ora bisa basa. Banjur sumusul Sadewa, Nakula lan Arjuna.

Saturday, June 13, 2020

Lirik Lagu - BANYU MOTO

BANYU MOTO
Songwriter : Heri Marwanto ( Sleman Receh )


tembang iki tak gawe
mung kanggo kowe
sing paling tak tenani
nganti saiki

tumetese banyu moto iki
sing dadi saksi
sumpah lan janji
sehidup semati

sampai kapan kan kau buktikan
tresno tulus yo mung kanggo awakku
sampai mati kan ku pastikan
mergo mung kowe sing tak tresnani tekane mati

cahyo lintang ing wengi gawe anyeme ati
tambah nggegowo roso kangen mring sliramu, tresnaku

tumetese banyu moto iki sing dadi saksi
sumpah lan janji sehidup semati

sampai kapan kan kau buktikan
tresno tulus yo mung kanggo awakku
sampai mati kan ku pastikan
mergo mung kowe sing tak tresnani tekane mati

sampai kapan kan kau buktikan
tresno tulus yo mung kanggo awakku
sampai mati kan ku pastikan
mergo mung kowe sing tak tresnani tekane mati

cahyo lintang ing wengi gawe anyeme ati
tambah ngegowo roso kangen mring sliramu, tresnaku


Arti B.INDONESIA

lagu ini ku ciptakan hanya untukmu
yang paling ku cintai sampai saat ini

berlinang air mata ini yang jadi saksi
sumpah dan janji sehidup semati

sampai kapan kan kau buktikan
cinta tulus hanya untuk diriku

sampai mati kan ku pastikan
karena hanya kamu yang ku cintai sampai mati

cahaya bintang di malam membuat tenangnya hati
tambah membawa rasa kangen kepadamu, cintaku

Friday, June 12, 2020

Nakula dan Sadewa

NAKULA
Resminya, Nakula atau Pinten adalah putra dari Prabu Pandu dan Dewi Madrim. Namun karena Prabu Pandu tak dapat behubungan tubuh dengan istrinya, maka Dewi Madri yang telah diajari ilmu Adityaredhaya oleh Dewi Kunti memanggil dewa tabib kayangan yang juga dikenal sebagai dewa kembar. Batara Aswan-Aswin. Nakula adalah putra dar Batara Aswan sedang Sadewa adalah putra dari Batara Aswin.
Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia.
Setelah 12 tahun menjadi buangan di hutan, Nakula beserta saudara-saudaranya menyamar di negri Wirata. Di sana Nakula menjadi seorang pelatih kuda kerajaan bernama Darmagrantika.
Aji-aji yang dimiliki oleh Nakula adalah Aji Pranawajati yang berhasiat tak dapat lupa akan hal apapun. Aji ini ia dapat dari Ditya Sapujagad, seorang perwira Kerajaan Mertani di bawah kekuasaan Prabu Yudistira yang menyatu dalam tubuhnya. Nakula pun mendapat wilayah yang dulu diperintah oleh Sapujagad yaitu Sawojajar. Nakula juga memiliki cupu yang berisi Banyu Panguripan dari Batara Indra, cupu berisi Tirta Manik yang merupakan air kehidupan dari mertuannya Begawan Badawanganala.
Raden Nakula menikah dengan Dewi Retna Suyati, putri dari Prabu Kridakerata dari Awu-Awu Langit dan berputra Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati. Ia juga menikah dengan Dewi Srengganawati, putri Dari Begawan Badawanganala dari Gisik Samudra berputri Dewi Sritanjung. Saat perang Baratayuda berlangsung, Nakula dan Sadewa diutus Prabu Kresna untuk menemui Prabu Salya dengan membawa patrem (semacam pisau kecil) dan minta dibunuh karena tidak tahan melihat saudara-saudaranya mati karena tak ada satupun manusia yang sanggup menandingi Aji Candabirawa Prabu Salya. Prabu Salya yang terharu lalu memberikan rahasia kelemahannya kepada si kembar bahwa yang sanggup membunuhnya adalah Puntadewa yang berdarah putih.
Setelah Baratayuda selesai, Nakula diangkat menjadi raja di Mandrapati menggantikan Prabu Salya karena semua putranya tewas dalam perang Baratayuda. Diceritakan bahwa Nakula mati moksa bersama empat saudaranya dan Dewi Drupadi.
Nakula adalah seorang tokoh protagonis dari wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera Dewi Madri, kakak ipar Dewi Kunti. Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap putera Dewa Aswin, Dewa tabib kembar.
Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan sangat elok parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab Prasthanikaparwa.
Secara harfiah, kata nakula dalam bahasa Sansekerta merujuk kepada warna Ichneumon, sejenis tikus atau binatang pengerat dari Mesir. Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.
Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi. Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam memainkan senjata pedang.
Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) meninggal karena meminum air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira untuk hidup kembali. Ini karena Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang merupakan putera Kunti, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi putera Madri yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran “Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, dan memenangkan perang besar tersebut.
Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian.

Nakula dalam pewayangan Jawa
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat). Ia merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura dengan permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa. Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti, dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan Arjuna
Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia juga mempunyai cupu berisi “Banyu Panguripan” atau “Air kehidupan” pemberian Bhatara Indra.
Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal di kesatrian Sawojajar, wilayah negara Amarta. Nakula mempunyai dua orang isteri yaitu:
* Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan memperoleh dua orang putera masing-masing bernama Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati.
* Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.
Setelah selesai perang Bharatayuddha, Nakula diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya, Dewi Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa di gunung Himalaya bersama keempat saudaranya.

SADEWA
Sadewa adalah salah satu tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan anggota Pandawa yang paling muda, yang memiliki saudara kembar bernama Nakula. Meskipun kembar, Nakula dikisahkan memiliki wajah yang lebih tampan daripada Sadewa, sedangkan Sadewa lebih pandai daripada kembarannya. Dalam hal perbintangan atau astronomi, kepandaian Sadewa jauh di atas murid-murid Drona yang lain. Selain itu, ia juga pandai dalam hal beternak sapi. Maka ketika para Pandawa menjalani hukuman menyamar selama setahun di Kerajaan Matsya akibat kalah bermain dadu melawan Korawa, Sadewa pun memilih peran sebagai seorang gembala sapi bernama Tantripala.
Meskipun Sadewa merupakan Pandawa yang paling muda, tetapi ia dianggap sebagai yang terbijak di antara mereka. Yudistira bahkan pernah berkata bahwa Sadewa lebih bijak daripada Wrehaspati, guru para dewa. Sadewa merupakan ahli perbintangan yang ulung dan mampu meramalkan kejadian yang akan datang. Namun ia pernah dikutuk apabila sampai membeberkan rahasia takdir, maka kepalanya akan terbelah menjadi dua.
Raden Sadewa atau Tangsen yang merupakan saudara kembar dari Raden Nakula adalah bungsu dari Pandawa. Ia adalah putra dari Dewi Madrim dan Batara Aswin, dewa kembar bersama Batara Aswan, ayah Nakula.
Raden Sadewa memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Dalam hal olah senjata, sadewa ahli dalam penggunaan pedang. Nama-nama lain dari Sadewa adalah Sudamala, dan Madraputra.
Dalam penyamaran di Negri Wirata Sadewa menjadi pengurus taman kerajaan di Wirata bernama Tantripala.
Jika Nakula tak dapat lupa akan segala hal maka, Sadewa juga memiliki ingatan yang kuat serta ahli dalam hal menganalisis sesuatu. Sadewa juga ahli dalam hal Metafisika dan dapat tahu hal yang akan terjadi. Ini diperoleh dari Ditya Sapulebu yang dikalahkannya dan menyatu dalam tubuhnya saat Pandawa membuka hutan Mertani. Selain itu, Sadewa mendapatkan wilayah Bumiretawu atau juga disebut Bawertalun.
Sadewa menikah dengan Dewi Srengginiwati putri Begawan Badawanganala dan berputra Bambang Widapaksa. Selain itu Ia juga menikah dengan Dewi Rasawulan, putri dari Prabu Rasadewa dari kerajaan Selamiral. Menurut kabar, yang sanggup memperistri Dewi Rasawulan akan unggul dalam Baratayuda Di saat yang sama Arjuna dan Dursasana juga datang melamar, namun yang memenakan sayembara pilih itu hanyalah Sadewa karena ia sanggup menjabarkan apa arti cinta sebenarnya.
Sebelum pecah Baratayuda, ada dua raksasa penjelmaan Citraganda dan Citrasena yang bernama Kalantaka dan Kalanjaya yang datang ke Astina hendak membantu kerajaan Astina. Kedua raksasa tersebut sebenarnya hanyalah jin biasa, namun karena dikutuk oleh Batara Guru akibat mengintip Batara Guru dan Dewi Uma yang sedang mandi di telaga. Kehadiran kedua raksasa tersebut tenyata menimbulkan kegusaran dalam diri Dewi Kunti. Dewi Kunti lalu memohon pada Batari Durga agar kedua raksasa tersebut dimusnahkan. Batari Durga meminta Sadewa sebagai tumbalnya. Mendengar hal itu, Dewi Kunti tidak setuju dan kemudian kembali ke Amarta. Batari Durga kemudian menyuruk Kalika, seorang jin anak buahnya untuk menyusup kedalam tubuh Dewi Kunti. Dalam keadaan kerasukan, Dewi Kunti menyuruh sadewa sebagai tumbal dan diminta menghadap Batari Durga. Sadewa pun hanya menurut perintah ibu tirinya yang telah mengasuhnya dari kecil.
Sesampainya di hutan, Batari Durga minta diruwat oleh Sadewa menjadi putri yang cantik. Sadewa tidak sanggup melakukannya dan lalu akan dimangsa oleh Batari Durga. Sang Hyang Narada yang mengetahui hal itu lalu melaporkannya pada Batara Guru. Batara Guru lalu merasuk kedalam tubuh Sadewa dan meruwat Batari Durga. Kemudian kedua raksasa jelmaan Citraganda dan Citrasena dimusnahkan. Cerita ini dikenal dengan lakon Sudamala.
Setelah perang baratayuda selesai, Sadewa memilih menjadi patih Hastina dan juga pendamping Puntadewa. Akhir hidupnya diceritakan mati moksa dengan saudara-saudaranya.

Dalam pewayangan gaya Yogyakarta, wayang Nakula dan Sadewa dibedakan oleh jamang lidi (semacam hiasan kepala) yang di tunjuk dalam gambar dibawah. Sadewa menggunakan jamang lidi sedang Nakula tidak.  

Thursday, June 11, 2020

PUNTADEWA ATAU SAMIAJI

Pandawa Puntadewa / Samiaji / Yudhistira / Dharmaputra

Raden Puntadewa adalah putra sulung dari Prabu Pandudewanata dan Dewi Kuntinalibrata. Sesungguhnya Puntadewa merupakan putra kedua dari Dewi Kuntinalibrata. Akibat Ajian Adityaredhaya ajaran Resi Druwasa, Kunti sempat hamil, sesaat sebelum terjadinya sayembara pilih. Lalu putranya yang di keluarkan dari telingga yang dinamai Karna dibuang dan kemudian diasuh oleh seorang sais kereta bernama Adirata.

Secara resmi memang Puntadewa adalah putra Prabu Pandu dan Dewi Kunti namun sesungguhnya ia adalah putra Dewi Kunti dan Batara Darma, dewa keadilan. Hal tersebut diakibatkan oleh kutukan yang diucapkan oleh Resi Kimindama yang dibunuh Pandu saat bercinta dalam wujud kijang. Tapi akibat dari ajian Adityaredhaya, Dewi Kunti dan Prabu Pandu masih dapat memiliki keturunan untuk menghasilkan penerus takhta kerajaan. Puntadewa bersaudarakan empat orang, dua saudara seibu dan 2 saudara berlainan ibu. Mereka adalah Bima atau Werkudara, Arjuna atau Janaka, Nakula atau Pinten, dan Sadewa atau Tangsen.

Puntadewa memiliki dasanama (nama-nama lain) yaitu Raden Dwijakangka sebagai nama samaran saat menjadi buangan selama 13 tahung di kerajaan Wirata, Raden Darmaputra karena merupakan putra dari Batara Darma, Darmakusuma, Darmawangsa, Darmaraja, Gunatalikrama, Sang Ajatasatru, Kantakapura, Yudistira, dan Sami Aji, julukan dari Prabu Kresna.

Raden Puntadewa memiliki watak sadu (suci, ambeg brahmana), suka mengalah, tenang, sabar, cinta perdamaian, tidak suka marah meskipun hargadirinya diinjak-injak dan disakiti hatinya. Oleh para dalang ia digolongkan dalam tokoh berdarah putih dalam pewayangan bersama Begawan Bagaspati, Antasena dan Resi Subali sebagai perlambang kesucian hati dan dapat membunuh nafsu-nafsu buruknya.

Konon, Puntadewa dilahirkan melelui ubun-ubun Dewi Kunti. Sejak kecil para putra putra Pandu selalu ada dalam kesulitan. Mereka selalu bermusuhan dengan saudara sepupu mereka, Kurawa, yang didalangi oleh paman dari para Kurawa yang juga merupakan patih dari Kerajaan Astinapura, Patih Harya Sengkuni. Meskipun Pandawa memiliki hak atas kerajaan Astinapura, namun karena saat Prabu Pandu meninggal usia pandawa masih sangat muda maka kerajaan dititipkan pada kakaknya, Adipati Destarastra dengan disaksikan oleh tetua-tetua kerajaan seperti, Dang Hyang Dorna, Patih Sengkuni, Resi Bisma, Begawan Abiyasa, dan Yamawidura dengan perjanjian tertulis agar kerajaan Astina diserahkan kepada Pandawa setelah dewasa, dan Destarastra mendapatkan separuh dari wilayah Astina. Namun atas hasutan Patih Sengkuni maka kemudian Kurawalah yang menduduki takhta kerajaan. Segala cara dihalalkan untuk menyingkirkan pandawa, dimulai dengan Pandawa Timbang (lih. Bima), Bale Sigala-gala, Pandawa Dadu sampai pada perang besar Baratayuda Jayabinangun. Meskipun Puntadewa adalah manusia berbudi luhur namun ia memiliki kebiasaan buruk yaitu suka berjudi.

Kelak kebiasaan buruk dari Puntadewa ini menyebabkan para Pandawa berada dalam kesulitan besar. Hal tersebut dikisahkan sebagai berikut: Saat terjadi konflik antara Pandawa dan Kurawa tentang perebutan kekuasaan Kerajaan Astinapura, Kurawa yang didalangi oleh Sengkuni menantang Pandawa untuk main judi dadu. Pada permainan tersebut, para Pandawa mulanya hanya bertaruh uang, namun lama kelamaan, Puntadewa mempertaruhkan kerajaan, istri, dan pada akhirnya pandawa sendiri sudah menjadi hak milik kurawa (Sebelumnya Puntadewa bersama adik-adiknya berhasil mendirikan kerajaan yang berasal dari Hutan Mertani, sebuah hutan angker yang ditempati oleh raja jin yang bernama Prabu Yudistira dan adik-adiknya).

Saat Pandawa beranjak dewasa, mereka selalu dimusuhi oleh para Kurawa, akibatnya para tetua Astinapura turun tangan dan memberi solusi dengan menghadiahi Pandawa sebuah hutan angker bernama Wanamarta untuk mengindari perang saudara memperebutkan takhta Astinapura. Setelah itu, hutan yang tadinya terkenal angker, berubah menjadi kerajaan yang megah, dan Prabu Yudistira serta putrinya, Dewi Ratri atau para dalang juga sering menyebutnya Dewi Kuntulwilanten menyatu di dalam tubuh Puntadewa yang berdarah putih. Sejak saat itu pulalah Puntadewa bernama Yudistira.

Sebelumnya, setelah Pandawa berhasil lolos dari peristiwa Bale Sigala-gala, dimana mereka dijebak disuatu purocana (semacam istana dari kayu) dengan alasan Kurawa akan menyerahkan setengah dari Astina, namun ternyata hal tersebut hanyalah tipu muslihat kurawa yang membuat para Pandawa mabuk dan tertidur, sehingga pada malamnya mereka dapat leluasa membakar pesanggrahan Pandawa. Bima yang menyadari hal itu dengan cepat membawa saudara-saudara dan ibunya lari menuju terowngan yang diiringi oleh garangan putih sampai pada Kayangan Saptapertala, tempat Sang Hyang Antaboga, dari sana Pandawa lalu melanjutkan perjalanan ke Pancala, dimana sedang diadakan sayembara adu jago memperebutkan Dewi Drupadi. Barang siapa berhasil mengalahkan Gandamana, akan berhak atas Dewi Drupadi, dan yang berhasil dalam sayembara tersebut adalah Bima. Bima lalu menyerahkan Dewi Drupadi untuk diperisri kakaknya. Sumber yang lain menyebutkan bahwa setelah mengalahkan Gandamana Pandawa masih harus membunuh naga yang tinggal di bawah pohon beringin. Kemudian Arjunalah yang dengan panahnya berhasil membunuh naga tersebut. Dari Dewi Drupadi Puntadewa memilki seorang putra yang diberi nama Pancawala.

Dalam masa buangan tersebut ada sebuah kisah yang menggambarkan kebijaksanaan dari Raden Puntadewa. Pada suatu hari Puntadewa memerintahkan Sadewa untuk mengambil air di sungai. Setelah menunggu lama, Sadewa tidak kunjung datang, lalu diutuslah Nakula, hal yang sama kembali terjadi, Nakula pun tak kembali. Lalu Arjuna dan akhirnya Bima. Semuanya tak ada yang kembali. Akhirnya menyusulah Puntadewa. Sesampainya di telaga ia melihat ada raksasa besar dan juga adik-adiknya yang mati di tepi telaga. Sang Raksasa kemudian berkata pada Puntadewa bahwa barang siapa mau meminum air dari telaga tersebut harus sanggup menjawab teka-tekinya. Pertanyaannya adalah apakah yang saat kecil berkaki empat dewasa berkaki dua dan setelah tua berkaki tiga? Punta dewa menjawab, itu adalah manusia, saat kecil manusia belum sanggup berjalan, maka merangkaklah manusia (bayi), setelah dewasa manusia sanggup berjalan dengan kedua kakinya dan setelah tua manusia yang mulai bungkuk membutuhkan tongkat untuk penyangga tubuhnya. Sang raksasa lalu menanyakan pada Puntadewa, jika ia dapat menghidupkan satu dari keempat saudaranya yang manakah yang akan di minta untuk dihidupkan? Puntadewa menjawab, Nakula lah yang ia minta untuk dihidupkan karena jika keempatnya meninggal maka yang tersisa adalah seorang putra dari Dewi Kunti, maka sebagai putra sulung dari Dewi Kunti ia meminta Nakula, putra sulung dari Dewi Madrim. Dengan demikian keturuanan Pandu dari Dewi Madrim dan Dewi Kunti tetap ada. Sang Raksasa sangat puas dengan jawaban tersebut lalu menghidupkan keempat pandawa dan lalu berubah menjadi Batara Darma. Puntadewa bisa saja meminta Arjuna atau Bima untuk dihidupkan sebagai saudara kandung namun secara bijaksana ia memilih Nakula. Suatu ajaran yang baik diterapkan dalam kehidupan yaitu keadilan dan tidak pilih kasih.


Akibat kalah bermain dadu, Pandawa harus menerima hukuman menjadi buangan selama 13 tahun. Dan sebelumnya Drupadi pun sempat dilecehkan oleh Dursasana yang berusaha menelanjanginya sampai sampai terucaplah sumpah Dewi Drupadi yang tidak akan mengeramas rambutnya sebelum dicuci oleh darah Dursasana, untunglah Batara Darma menolong Drupadi sehingga ia tidak dapat ditelanjangi. Pada tahun terakhir sebagai buangan, Pandawa menyamar sebagai rakyat biasa di suatu kerajaan bernama Wirata. Disana Puntadewa lalu menjadi ahli politik dan bekerja sebagai penasehat tak resmi raja yang bernama Lurah Dwijakangka.

Puntadewa memiliki jimat peninggalan dari Prabu Pandu berupa Payung Kyai Tunggulnaga dan Tombak Kyai Karawelang, Keris Kyai Kopek, dari Prabu Yudistira berupa Sumping prabangayun, dan Sangsangan robyong yang berupa kalung. Jika puntadewa marah dan tangannya menyentuh kalung ini makan seketika itu pulalah, ia dapat berubah menjadi raksasa bernama Brahala atau Dewa Mambang sebesar gunung anakan dan yang dapat meredakannya hanyalah titisan Batara Wisnu yang juga dapat merubah diri menjadi Dewa Amral. Selain itu Puntadewa juga memiliki pusaka bernama Serat Jamus Kalimasada.

Kemudian atas bantuan dari Werkudara, adiknya, akhirnya Puntadewa menjadi raja besar setelah mengadakan Sesaji Raja Suya yang dihadiri oleh 100 raja dari mancanegara. Dengan demikian Puntadewa menjadi seorang raja besar yang akan menjadi anutan bagi raja-raja di dunia.

Pada Perang besar Baratayuda Jayabinangun, Puntadewa menjadi senapati perang pihak pandawa menghadapi raja dari kerajaan Mandraka, Prabu Salya. Puntadewa pun akhirnya behasil membunuh Salya meskipun sebenaranya ia maju kemedan perang dengan berat hati. Saat perang Baratayuda terjadi pun, Puntadewa pernah melakukan tindakan tercela yang mengakibatkan senapati perang Kurawa yang juga gurunya, Dang Hyang Dorna terbunuh. Dikisahkan sebagai berikut, saat para pandawa berhasil membunuh gajah Estitama, seekor gajah milik Astina. Drona yang samar-samar mendengar “….tama mati!” menjadi bigung, mungkin saja Aswatama, putranya telah mati, dan lari menuju pesanggrahan Pandawa, Drona tahu benar siapa yang harus ditanyai, Puntadewa, seorang raja yang selama hidupnya tak pernah berbohong. Saat itu Puntadewa atas anjuran Kresna menyebutkan bahwa Hesti (dengan nada lemah) dan tama (dikeraskan) memang telah mati, Drona yang mendengar hal itu menjadi tambah panik karena menurut pendengarannya yang telah kabur, putra tunggalnya telah tewas. Drona pun kemudian tewas oleh Drestajumena yang mamanggal lehernya saat Drona dalam keaadaan ling-lung. Dalam hal ini dapat di petik sebuah pelajaran bahwa dalam hidup ini sebuah kejujuran pun tidak dapat dilakukan secara setengah-setengah, memang Puntadewa tidak pernah berbohong, namun sikap setengah-setengah tersebut pulalah yang mangakibatkan kematian guru besar Astina tersebut.

Setelah selesai Baratayuda, Puntadewa menjadi raja di Astina sebentar dengan gelar Prabu Kalimataya. Lalu di gantikan oleh cucu dari Arjuna yang bernama Parikesit dengan gelar Prabu Kresnadwipayana. Setelah tua, Puntadewa lalu memimpin adik-adiknya untuk naik ke Puncak Himalaya untuk mencapai nirwana. Disana satu persatu istri dan adik-adiknya meninggal, lalu hanya ia dan anjingnya lah yang sampai di pintu nirwana, di sana Batara Indra menolak membawa masuk anjing tersebut, namun puntadewa bersikeras membawanya masuk. Lalu setelah perdebatan panjang anjing tersebut berubah menjadi Batara Darma dan ikut ke nirwana bersama Puntadewa.

Bahagia Karo Liyane - Liri Lagu



Lirik Lagu - Bahagia Karo Liyane

Artist            : Happy Asmara
Songwriter  : Pup Pup Whelly

Bahagia Karo Liyane

Tulung baget
Tinggalno aku dewekan
Atiku wes kebacut kelaran
Ra butuh sayang sayangan

Tulung banget
Tingalno aku dewekan
Aku iseh nduwe perasaan
Iki ati du dolanan

Sepurane ra ono niatan ningalne kowe
Tak iklasne kowe karo aku pancen du jodone
Dongaku kanggo kowe kowe bahagia ro liyane

Tulung baget
Tinggalno aku dewekan
Atiku wes kebacut kelaran
Ra butuh sayang sayangan

Sepurane ra ono niatan ningalne kowe
Tak iklasne kowe karo aku pancen du jodone
Dongaku kanggo kowe kowe bahagia ro liyane
Duwur agen agenmu wo oo
Ra sebanding karo aku


Biodata singkat Happy Asmara

Happy Rismanda Hendranata atau lebih dikenal dengan nama Happy Asmara (lahir di Kediri, 10 Juli 1999) adalah penyanyi dan pencipta lagu dangdut berkebangsaan Indonesia. Happy semakin dikenal berkat lagu Dalan Liyane.
Sebelum terjun ke dunia dangdut, Happy awalnya bernyanyi dengan genre musik pop . Namun pilihan untuk menyanyi dangdut membuat dia semakin populer, bahkan videonya sering menjadi trending di Youtube.

Thursday, June 4, 2020

asal usul SANG HYANG WENANG

SAN HYANG WENANG merupakan penokohan wayang putra Sanghyang Nur Rahsa/Nurasa dengan permaisuri Dewi Sarwati/Rawati, putri Prabu Rawangin raja Jin di pulau Darma. Sanghyang Wenang lahir berwujud "Sotan" (suara yang samar-samar) bersama adik kembarnya yang bernama Sanghyang Hening/Wening. Dalam cerita pedalangan, Sanghyang Wenang dikenal pula dengan nama Sanghyang Jatiwisesa. Saudara kandungnya yang lain ialah Sanghyang Taya atau Sanghyang Pramanawisesa, yang berwujud "akyan" (badan halus/jin)
Setelah Sanghyang Wenang dewasa, Sanghyang Nurasa kemudian Manuksma (hidup dalam satu jiwa) ke dalam diri Sanghyang Wenang setelah menyerahkan benda-benda pusaka : Kitab Pustaka Darya, Kerajaan, pusaka dan azimat berupa ; Kayu Rewan, Lata Maha Usadi, Cupu Manik Astagina dan Cupu Retnadumilah.

Sanghyang Wenang mula-mula berkahyangan di gunung Tunggal, wilayah Pulau Dewa. Di tempat tersebut ia menciptakan surga sebagai tempat bersemayam. Setelah itu menciptakan Kahyangan/Surga baru di pulau Maldewa sebagai tempat tinggalnya yang baru.
Sanghyang Wenang menikah dengan Dewi Sahoti/Dewi Sati, putri Prabu Hari raja negara Keling. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh lima putra, semuanya berwujud "Akyan" (makluk halus atau jin) masing - masing bernama ; Sanghyang Tunggal, Dewi Suyati, Bathara Nioya, Bathara Herumaya dan Bathara Senggana. Setelah Sanghyang Tunggal dewasa, Sanghyang Wenang menyerahkan tahta, kerajaan dan segenap pasukannya kepada Sanghyang Tunggal. Sanghyang Wenang kemudian tinggal di Kahyangan Ondar-Andir Bawana, karena berwujud "Akyan", maka Sanghyang Wenang hidup sepanjang masa, bersifat abadi.

Kisah Singkat Sanghyang Wenang
Setelah cukup lama berkuasa, Sanghyang Nurrasa menikah dengan Dewi Sarwati putri Prabu Rawangin raja jin Pulau Darma. Dari perkawinan itu mula-mula lahir dua orang putra tanpa wujud. Masing-masing hanya terdengar suaranya saja. Terdengar keduanya berebut siapa yang lebih tua.

Sanghyang Nurrasa kemudian mengheningkan cipta, masuk ke alam gaib. Dengan ketekunannya ia bisa melihat wujud kedua putranya itu. Yang bersuara besar berada di depan, dan yang bersuara kecil berada di belakang. Keduanya bisa terlihat setelah disiram dengan Tirtamarta Kamandalu. Nurrasa akhirnya menetapkan, bahwa yang di belakang lebih tua daripada yang di depan.


Putra bersuara kecil yang ada di belakang itu diberi nama Sanghyang Darmajaka, sementara putra bersuara besar yang ada di depan diberi nama Sanghyang Wenang. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2900 Matahari, atau tahun 2989 Bulan.

Beberapa tahun kemudian, Dewi Sarwati melahirkan seorang putra lagi, kali ini berwujud jin. Putra ketiga tersebut diberi nama Sanghyang Taya.

Setelah ketiga putranya dewasa, Sanghyang Nurrasa mewariskan semua ilmu kesaktiannya kepada mereka. Di antara ketiganya, Sanghyang Wenang paling berbakat sehingga terpilih sebagai ahli waris Kahyangan Pulau Dewa. Sanghyang Nurrasa kemudian turun takhta dan menyatu ke dalam diri Sanghyang Wenang.

Sama seperti kakeknya, Sanghyang Wenang juga gemar bertapa dan olah rasa. Segala macam tempat keramat ia datangi. Segala macam jenis tapa ia jalankan. Ia kemudian membangun istana melayang di atas Gunung Tunggal, sebuah gunung tertinggi di Pulau Dewa. Setelah 300 tahun bertakhta, ia akhirnya dipertuhankan oleh seluruh jin di pulau tersebut.

Pada saat itu hidup seorang raja bangsa manusia bernama Prabu Hari dari kerajaan Keling di Jambudwipa. Ia marah mendengar ulah Sanghyang Wenang yang mengaku Tuhan tersebut. Tanpa membawa pasukan ia datang menggempur Kahyangan Pulau Dewa seorang diri. Perang adu kesaktian pun terjadi. Dalam pertempuran itu Prabu Hari akhirnya mengakui keunggulan Sanghyang Wenang.

Prabu Hari kemudian mempersembahkan putrinya yang bernama Dewi Sahoti sebagai istri Sanghyang Wenang. Dari perkawinan itu lahir seorang putra berwujud akyan, yang diliputi cahaya merah, kuning, hitam, dan putih. Setelah dimandikan dengan Tirtamarta Kamandalu, keempat cahaya dalam tubuh bayi itu bersatu. Bayi tersebut kemudian menjadi sosok berbadan rohani yang memancarkan cahaya gemerlapan. Putra pertama Sanghyang Wenang itu diberi nama Sanghyang Tunggal. Peristiwa ini terjadi pada tahun 3500 Matahari.

Beberapa waktu kemudian Dewi Sahoti melahirkan bayi kembar dampit, laki-laki-perempuan, yang keduanya juga berwujud akyan, dengan diliputi cahaya gemerlapan. Keduanya kemudian dimandikan dengan Tirtamarta Kamandalu dan diberi nama oleh sang ayah. Yang laki-laki diberi nama Sanghyang Hening, sementara yang perempuan diberi nama Dewi Suyati.

Sementara itu kakak Sanghyang Wenang, yaitu Sanghyang Darmajaka juga sudah menikah. Istrinya bernama Dewi Sikandi, putri Prabu Sikanda dari Kerajaan Selakandi. Kerajaan ini terletak di Tanah Srilangka.

Dari perkawinan tersebut Sanghyang Darmajaka mendapatkan lima orang anak, yaitu Dewi Darmani, Sanghyang Darmana, Sanghyang Triyarta, Sanghyang Caturkanaka, dan Sanghyang Pancaresi.

Sanghyang Darmajaka kemudian berbesan dengan Sanghyang Wenang, yaitu melalui pernikahan Dewi Darmani dan Sanghyang Tunggal. Sanghyang Tunggal sendiri kemudian menjadi raja Keling, menggantikan sang kakek, Prabu Hari.

Baca Juga

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena ...