Thursday, September 10, 2020

Simpingan kanan, simpingan kiri, dudahan

Dalam penyusunan wayang simpingan dan dudhahan dapat ditentukan berdasarkan pada hal-hal seperti dibawah ini :
1. Wayang Simpingan kanan
- Golongan wayang raton : terdiri dari tokoh triwikromo yaitu Sri Batara Kresna sampai dengan tokoh Raden Danaraja (pagagan praban)
- Golongan wayang gagah (gagahan) : mulai dari tokoh Raden Antareja, hingga Resi Rekhatama (ketu dewa tanpa baju)
- Golongan wayang alus (alusan) : mulai dari tokoh Batara Guru hingga tokoh Prabu Darmakusuma (gelung keling)
- Golongan wayang Bambang (bambangan) : mulai dari tokoh wayang raden Regawa (Lesmana Muda) sampai dengan Raden Parikesit.
- Golongan Bambang jangkah : mulai dari tokoh yang berbusana puthut alus seben (sampir) hingga sampai pada tokoh Sang Hyang Narada
- Golongan putren: mulai dari tokoh Betari Durga hingga sampai pada tokoh putren srambahan (tokoh wayang kulit yang dapat digunakan untuk beberapa peran)
- Golongan Bayen (wayang anak-anak) : dimulai dari tokoh Dewa Ruci sampai dengan wayang bayen gedhongan.

Simpingan kanan
1. Tuguwasesa
2. Bima Lindhu
3. Bima bugis (badan hitam)
4. Jagalabilawa
5. Rama Bargawa
6. Bratasena
7. Bratasena hitam
8. Duryudana mahkota
9. Duryudana grudan
10. Prabu Sumilih
11. Danapati
12. Gathutkaca Guntur
13 Gatutkaca Thathit (badan hitam)
14. Antareja
15. Gandamana
16. Antasena gelung
17. Antasena grudan
18. Anoman tua bulu putih – oranye
19. Anoman bulu putih – hitam
20. Bathara Guru
21. Bethari Durga
22. Rama jangkah
23. Rama bokong
24. Arjunasasra
25. Kresna Mangu
26. Kresna Surak (badan hitam)
27. Yudhistira
28. Arjuna Kinanthi
29. Arjuna Kanyut
30. Begawan Ciptaning
31. Premadi Pengasih
32. Premadi Pengawe
33. Puntadewa muda
34. Suryatmaja
35. Nakula
36. Sadewa
37. Jembawati
38. Sarpakenaka
39. Arimbi
40. Banowati
41. Kunthi
42. Gendari
43. Madrim
44. Drupadi
45. Erawati
46. Surtikanti
47. Sumbadra
48. Lara ireng
49. Srikandhi
50. Utari
51. Lesmanawati
52. Siti Sendari
53. Rukmini
54. Setyaboma
55. Pregiwo
56. Pregiwati
57. Anjani
58. Parekan 1
59. Parekan 2
60. Dewa Ruci
61. Bayen

2. Wayang Simpingan Kiri
- Golongan wayang raton : mulai dari tokoh wayang Braholo sampai dengan tokoh wayang raseksa bernama Begawan Bagaspati (ketu dewa oncit)
- Golongan wayang gagah (gagahan) : mulai dari tokoh Prabu Sumaliraja sampai tokoh Batara Brama (kethu dewa oncit)
- Golongan raja sabrang gagah : mulai dari tokoh Raden Aryo seto sampai dengan tokoh Batara Sambu (oncit praban) sampai dengan tokoh Raden Kartopiyga (pogagan Ingore Odhol)
- Golongan gagah kedelen : mulai dario tokoh Raden Aryo Seto sampai dengan Resi Bisma (tapen dengan busana baju)
- Golongan kathcirigan : mulai dari tokoh Batara Endra, sampai dengan tokoh wayang bernama Prabu Sri Suwela (pagagan praban)
- Golongan sabrang alus (alusan) : mulai dari tokoh wayang Prabu Dewasrani sampai dengan tokoh Raden Barata (pogagan ngore sampir)
- Golongan alus lanyapan (baranyakan)

Simpingan Kiri :
1. Buta Raton Macan (mata 2)
2. Kumbakarna
3. Niwata Kawaca
4. Arimba
5. Prahastha
6. ButaPatih grudan praban
7. Suratimantra
8. Dasamuka Bugis
9. Dasamuka Belis
10. Sumaliraja
11. Rajamala
12. Sitija
13. Boma encik
14. Boma gusen grudan
15. Kangsa
16. Indrajit
17. Trisirah
18. Baladewa Geger
19. Baladewa Sembada
20. Kurupati
21. Kakrasana Sembada
22. Kencaka
23. Rupakenca
24. Seta
25. Utara
26. Wratsangka
27. Basudewa
28. Basukesthi
29. Matswapati
30. Drestarata
31. Drupada
32. Salya
33. Bismaka
34. Setyajid
35. Karna Bedru
36. Karna Lonthang
37. Ugrasena
38. Sucitra
39. Setyaki Akik
40. Setyaki Mimis
41. Yamawidura
42. Sabrang wok
43. Dewasrani
44. Wibisana
45. Aryaprabu
46. Rukmarata
47. Drestajumna
48. Narasoma
49. Narayana Sembada
50. Narayana Geblak (badan hitam)
51. Samba
52. Pancawala
53. Wisanggeni
54. Bambangan slendang
55. Bambangan gunung
56. Abimanyu Bangkung
57. Abimanyu Bontit
58. Irawan
59. Sanjaya
60. Setyaka
61. Pinten
62. Tangsen

3. Wayang dhudhahan
Wayang yang ada di dalam kotak ditata mulai dari emblek (anyaman bambu yang digunakan untuk menata wayang di dalam kotak) dimulai dari paling bawah susunannya adalah :
  • Golongan wayang binatang yang beraneka macam bentuk dan namanya
  • Golongan wayang setanan
  • Golongan wayang rasekso bermuka binatang (prajurit Guwa Kiskenda, dan raseksa Lokapala)
  • Golongan wayang rasekso di Ngalengko
  • Golongan wayang rasekso di Pringgodani
  • Golongan wayang rasekso di Trajutrisno
  • Golongan wayang rasekso wanan atau Prajurit sabrang seperti Buta Cakil, Buta Begal, dan sebagainya.
  • Golongan wayang wanara (kera)
  • Golongan wayang patih yang beraneka macam (dapat ditata pada eblek yang diletakkan melintang di atas kotak atau tumumpang malang di seberang kiri dalang)
  • Golongan wayang prajurit sabrang atau dugangan
Kurawa
1. Dursasana
2. Jayadrata
3. Kartamarma
4. Durmagati
5. Citraksa
6. Citraksi
7. Aswatama
8. Drona
9. Sengkuni
10. Burisrawa


Pandito
1. Bisma
2. Abiyasa
3. Sentanu
4. Bagaspati
5. Wisrawa
6. Manumayasa
7. Sekutrem
8. Sakri
9. Pandita sepuh
10. Antagopa
11. Jagal Walakas


Patih
1. Udawa
2. Adimanggala
3. Tuhayata
4. Nirbita
5. Tambak Ganggeng
6. Pragota
7. Prabawa
8. Saragupita
9. Kartopiyoga
10. Patih sabrang klamben
11. Punggawa sabrang klamben
12. Jaya lodong


Dewa :
1. Narada
2. Bathara Bayu
3. Bathara Yamadipati
4. Bathara Brama
5. Bathara Sambu
6. Bathara Indra
7. Bathara Wisnu
8. Bathara Antaboga
9. Bathara Temboro
10. Bathara Patuk
11. Bathara Penyarikan
12. Bathara Ganesha


Raksasa :
1. Mahesasura
2. Lembusura
3. Pragalbo
4. Buto Rambutgeni
5. Buto Punuk
6. Cakil
7. Cakil ngalengko


C.6. Wanara (Kera) :
1. Sugriwa
2. Subali
3. Anggada
4. Anila
5. Trigangga
6. Jembawan
7. Kapi Menda
8. Kapi Saraba
9. Kapi Sardulo
10. Cucak rawun


Dagelan :
1. Semar gembleng
2. Semar hitam
3. Gareng gembleng
4. Gareng Hitam
5. Petruk gembleng
6. Petruk hitam
7. Bagong gemleng
8. Bagong hitam


Kewanan :
1. Gajah
2. Macan
3. Bantheng
4. Jaran
5. Garuda
6. Naga
7. Celeng
8. Kidang


C.9.Ricikan
1. Gunungan gapuran
2. Gunungan Blumbangan
3. Kreto
4. Rampogan
5. Gaman werni-werni cacah 20
6. Setanan cacah 5

Golongan wayang Kurawa di Ngastina.
Selain tokoh simpingan dan dhudhahan di atas, ada juga wayang yang ada di luar kotak wayang, di eblek yang letaknya di atas tutup kotak wayang di sebelah kanan dalang, yang terdiri dari wayang kendaraan, wayang dewa, wayang perepat punakawan, wayang pandhito, wayang senjata, wayang binatang kecilan.

Tuesday, September 8, 2020

Wayang Gajah Putih

Budaya India dan Indonesia

Dalam agama Hindu di India dan nusantara (Indonesia), Gajah putih dianggap milik Dewa Indra. Nama gajah Dewa Indra adalah Airawata, sang gajah terbang. Airawata dinobatkan sebagai Raja dari semua gajah oleh Dewa Indra.

Di  Indonesia, gajah putih adalah hewan yang suci pada zaman kerajaan Hindu-Buddha. Gajah putih masih dipopulerkan oleh kebudayaan Gayo di Aceh dalam tradisi Tari Guel. Kabupaten Bener Meriah di Dataran tinggi Gayo juga mendapatkan julukan "Bumi Gajah Putih" karena tradisi tersebut.

Kyai Pramugari

Kyai Pramugari adalah nama seekor kuda salah satu kuda penarik kereta ksatria Tajunganom atau Plangkawati, Raden Abimanyu. Konon, kuda ini memiliki insting yang kuat bagaikan naluri manusia.
Pada waktu itu yang menjadi senapati Kurawa adalah Resi Drona. Dengan kemahirannya menerapkan strategi perang, Resi Drona bisa memisahkan tiga benteng kekuatan Pandawa, yaitu Bima, Janaka dan Gatutkaca.

Bima dipancing untuk bertarung dengan Gardapati di sisi utara. Sedangkan Janaka harus berhadapan dengan Patiwresaya di kaki Gunung Setrapuru di sebelah selatan. Sedangkan Gatotkaca disibukkan dengan meladeni bala tentara Korawa yang mengeroyoknya.

Dengan demikian Resi Drona tinggal menghitung langkah saja untuk menawan Puntadewa di pesangrahan. Namun, tiba-tiba pasukan yang dipimpinya kocar-kacir. Ribuan anak panah bagaikan hujan jatuh dari langit. Senopati muda belia dengan gagah berani duduk di kereta.

Dialah Sang Abimanyu. Dengan kereta perang yang ditarik kuda-kuda pilihan. Salah satu kuda itu adalah Kyai Pramugari.

Melihat pasukan Korawa banyak menjadi kurban, Karna menyeruak ke depan. Karna termangu. Ia tidak tega membunuh kemenakannya, Sang Abimanyu yang masih sangat muda untuk maju ke medan laga. Untuk itu ia berusaha mengecilkan hati Sang Abimanyu dengan membunuh kusirnya, Bambang Sumitra.

Ternyata perkiraan Karna salah. Dengan tewasnya Bambang Sumitra, Sang Abimanyu tidak gentar. Sang Abimanyu segera menaiki kuda kesayangannya Kyai Pramugari. Kuda itu benar-benar mengerti kemauan tuannya. Kuda menerjang menggilas semua musuh yang menghalangi. Dengan begitu mudahlah Sang Abimanyu menebas leher musuh.

Lagi-lagi Karna tidak tega untuk memanah Sang Abimanyu. Kini, sasaran itu diarahkan kepada Kyai Pramugari. Terkena panah Karna, kuda kesayangan Sang Abimanyu itu roboh dan tidak bergerak lagi.

Sang Abimanyu bangkit. Ia bertekad untuk membalaskan matinya Kyai Pramugari. Maka tanpa pikir panjang dirinya menyeruak ke depan di mana ribuan pasukan pihak Korawa telah mengepungnya. Hujan senjata mengenai tubuh senopati muda belia itu.

Akan tetapi Sang Abimanyu tetap pantang mundur. Terus maju menyerang. Bahkan putera mahkota Astinapura, Leksmana Mandrakumara berhasil disirnakannya. Hingga tibalah saat naas itu. Senjata andalan Jayadrata gada Kyai Glinggang atau Galih Asem berhasil mengantarkan nyawanya ke nirwana.


Monday, August 31, 2020

Batara Ganesha - KELAHIRAN BATARA GANAPATI

Batara Ganesa terkadang ditulis Ganesya,disebut juga Batara Ganapati,atau Batara Gana,dianggap sebagai Dewa Pendidikan,Sastra,dan Penyebar Ilmu Pengetahuan.Ia adalah anak Batara Guru dari Dewi Umaranti,yang tinggal di kahyangan Glugutinatar.

Batara Ganesa lahir tidak dalam bentuk manusia,melainkan dalam ujud menyerupai gajah,lengkap dengan gading dan belalainya.Hal ini terjadi karena sesaat setelah Batara Guru dan Dewi Umaranti saling bercumbu kasih,para dewa datang menghadap.Di antara mereka yang datang menghadap adalah Batara Endra yang mengendarai Gajah Airawata.Gajah itu luar biasa besar,sehingga membuat takjub dan kaget Dewi Umaranti,yang saat itu lagi mengandung.Karena ketakjubannya itu,maka kemudian Dewi Umaranti melahirkan putera yang bentuk dan wajahnya mirip sekali dengan gajah.

Bayi gajah Ganesa ternyata juga memiliki kesaktian luar biasa.Ia dapat mengalahkan raja raksasa Nilarudraka dari kerajaan Glugutinatar,yang datang menyerbu kahyangan.Ketika itu raja raksasa gandarwa itu mengamuk karena lamarannya pada Dewi Gagarmayang ditolak.Setelah dikalahkan,Glugutinatar dijadikan kahyangannya.Dalam pewayangan,pada lakon Batara Brama Krama,Batara Ganesa pernah diruwat oleh Batara Brama sehingga ujudnya menjadi dewa yang tampan,tidak lagi berkepala gajah.Setelah ujudnya berubah,Batara Ganesa dikenal dengan sebutan Batara Mahadewa.Menurut Adiparwa,yaitu bagian pertama dari Mahabarata, Ganesa juga berjasa menjadi juru tulis Empu Wyasa yang mengarang kitab Mahabarata itu.Nama lain Batara Ganesa adalah Ganapati,Lambakarna,Gajanana,Karimuka dan Gajawadana. 

KELAHIRAN BATARA GANAPATI

Sudah lima bulan lamanya Patih Senarudraka berkemah di kaki Gunung Jamurdipa mengepung Kahyangan Jonggringsalaka. Sementara itu Dewi Parwati sudah mengandung pula. Para dewa berharap bayi yang akan dilahirkannya itulah yang kelak bisa mengalahkan musuh dari Kerajaan Glugutinatar.

Sementara itu Prabu Nilarudraka telah menaklukkan kerajaan-kerajaan di segenap penjuru Tanah Hindustan. Kerajaan terakhir yang ia kalahkan adalah Kerajaan Giriprawata, di mana ia berhasil menawan Prabu Himawan dan Dewi Minawati. Maka, tiba saatnya Prabu Nilarudraka bergabung dengan Patih Senarudraka di kaki Gunung Jamurdipa untuk bersama-sama menyerbu Kahyangan Jonggringsalaka.

Para dewa menjadi panik mendengar Prabu Nilarudraka telah datang di perkemahan Gunung Jamurdipa. Padahal, usia kandungan Dewi Parwati belum mencapai masa kelahiran. Para dewa akhirnya bertekad untuk bertempur mati-matian melawan Prabu Nilarudraka dan Patih Senarudraka dengan mengerahkan segenap kekuatan yang ada.

Batara Guru mengajak Dewi Parwati menyaksikan para dewa mempersiapkan pasukan di halaman Kahyangan Jonggringsalaka yang disebut Repat Kepanasan. Pada saat melihat gajah yang dikendarai Batara Indra, Dewi Parwati menjerit ngeri. Gajah tersebut bernama Gajah Erawata yang berukuran sangat besar, membuat Dewi Parwati ketakutan dan janin yang ada di dalam rahimnya ikut berontak.

Melihat keadaan yang tidak baik itu, Batara Guru pun menggunakan kesaktiannya untuk membantu sang istri melahirkan sebelum waktunya. Akhirnya, lahirlah seorang bayi laki-laki yang anehnya berkepala gajah. Para dewa terheran-heran, namun mereka berharap bayi berwujud aneh inilah yang bisa mengalahkan musuh sesuai ramalan Sanghyang Padawenang.

Batara Guru kemudian menyiram putranya yang berkepala gajah itu menggunakan Tirtamarta Kamandanu. Secara ajaib, bayi tersebut langsung berubah dewasa dan diberi nama Batara Ganapati atau Batara Ganesa.

Monday, August 24, 2020

Limbuk dalam pewayangan jawa

Limbuk tergolong abdi wanita yang berparas jelek, namun genit. Oleh karenanya berkali-kali Limbuk batal dilamar. Sebagian orang menganggap bahwa Limbuk adalah anak Cangik. Tetapi ada pula yang menganggap bahwa hubungan Limbuk dan Cangik adalah hubungan teman sekerja.

Lepas dari itu semua Limbuk dan Cangik merupakan pasangan yang populer dan digemari orang banyak. Saking populernya hingga ada adegan khusus yang dinamakan Limbukan. Dalam adegan ini, tokoh Limbuk dan Cangik dijadikan sarana untuk memberi informasi, pencerahan dan sekaligus hiburan.

Kedua abdi tersebut saling melengkapi. Mereka sangat dekat dengan bendara putrinya. Pada saat bendara putrinya mengalami kebingungan, Cangiklah yang sering diajak berembug untuk memecahkan masalah serta mencari solusi. Sementara itu jika bendara putrinya berduka, Limbuk tampil menghibur dengan bernyanyi dan menari.

Selain badannya yang gemuk ?pating pecotot,? Limbuk mempunyai ciri fisik yang lain, yaitu: dahinya lebar, matanya pecicilan, hidung sunthi, rambutnya selalu digelung kecil dan memakai kesemekan serta jarit
Banyak orang beranggapan bahwa pasangan Limbuk Cangik bukanlah abdi biasa, mereka merupakan abdi kesayangan, yang berfungsi ganda sesuai dengan kebutuhan bendara putrinya. Peran ganda itulah yang kemudian memposisikan Limbuk dan Cangik selain sebagai abdi yang melayani, juga sebagai orang tua yang memberi solusi dan sekaligus berperan sebagai sahabat yang penghibur, termasuk menghibur masyarakat luas.

Cangik dalam pewayangan jawa

Cangik atau Cangéh adalah tokoh pewayangan Jawa, yang diceritakan sebagai seorang pelayan wanita pelawak kesayangan para penonton biasanya mengiringi kehadiran Sumbadra atau putri kelas atas lainnya. Meskipun perawakannya kurus, dadanya mengerut, dan penampilannya aneh, dia sangat mudah tersipu-sipu dan genit, dengan sisir yang selalu ia bawa sebagai buktinya. Suaranya tinggi, melengking dan seperti bersiul, karena dia tidak mempunyai gigi.

Diantara abdi raja yang bertugas melayani bendara-bendara putri di keputren, ada dua abdi yang populer, satu diantaranya adalah Cangik. Dinamakan Cangik karena abdi putri yang satu ini mempunyai ciri fisik yang menonjol, yaitu dagunya menjorok ke depan, dalam bahasa Jawa disebut ?Nyangik.? Oleh karena ciri fisik inilah, ia kemudian dikenal dengan nama Cangik. Nama ?paraban? ini lebih populer ketimbang nama asli pemberian orang tua.

Selain dagunya yang nyangik, ciri fisik lainnya adalah: dahinya nonong, matanya pecicilan, hidung sunthi, badannya kurus, rambutnya selalu digelung tekuk, kebiasaannya mengenakan ?kesemekan? dan memakai jarit motif kawung.

Cangik tergolong abdi yang serba bisa, setia, sabar, periang dan berwawasan luas. Ia sangat dekat dengan bendara putrinya. Pada saat bendara putrinya mengalami kebingungan, Cangik bisa diajak berembug untuk mencari solusi. Ketika bendara putrinya berduka, Cangik tampil bernyanyi dan menari untuk menghiburnya.

Banyak orang beranggapan bahwa Cangik bukanlah abdi biasa, ia dapat berperan ganda sesuai dengan kebutuahan bendara putrinya. Bahkan bagi si bendara putri, Cangik dapat dijadikan pengganti orang tuanya dalam hal nasihat-nasihat yang dibutuhkan.

Peran ganda itulah yang kemudian memposisikan Cangik sebagai juru penerang dan sekaligus juru penghibur kepada bendaranya dan juga kepada masyarakat luas.

Sunday, August 23, 2020

Cerita wayang gugurnya Prabu Salya

Sebelum Bharatayudha pecah, tepatnya saat Kresna menjadi duta Pandawa ke Hastina untuk menawarkan jalan perdamaian, Prabu Salya memberi isyarat kepada Kresna. 

Kresna menghampiri Prabu Salya, kemudian mereka bercakap-cakap di beranda kerajaan Astina.
Saat itu Salya berkata kepada Kresna bahwa jika Bharatayudha memang benar-benar terjadi, ia ingin menitipkan suatu hal, yaitu Nakula dan Sadewa yang tak lain adalah keponakannya, putera Dewi Madrim adiknya. Mendengar permintaan Salya, Kresna pun menyanggupinya.

Bharatayudha memang benar benar terjadi. Prabu Salya dijebak oleh para Korawa sehingga dengan terpaksa ia berada di pihak Korawa. Meskipun ia berada di pihak Korawa namun sebenarnya Prabu Salya memihak kepada Pandawa. Oleh karena itu saat ia menjadi kusir kereta perang Adipati Karna, yang tak lain adalah menantunya sendiri, ia memiliki kesempatan untuk membantu Pendawa.

Saat Adipati Karna berhadapan dengan Arjuna dan siap melepas panahnya, Prabu Salya menghentakkan kakinya hingga kereta amblas masuk ke dalam lumpur. Panah yang dilepaskan Karna pun meleset dan hanya mengenai mahkota Arjuna. Disuruhnya Adipati Karna untuk memperbaiki roda kereta yang masuk ke dalam lumpur. Saat itulah Arjuna menggunakan kesempatan untuk melepaskan panah Pasopatinya, yang kemudian melesat dan memenggal kepala Adipati Karna.

Setelah kematian Adipati Karna, Prabu Salya kembali ke Mandaraka. Ia tahu bahwa setelah Karna gugur, ia yang akan diangkat menjadi senopati perang Korawa.

Sementara Prabu Kresna, penasihat Pandawa tanggap bahwa Prabu Salya bukanlah musuh yang enteng. Saat itu ia teringat akan pembicaraannya dengan Prabu Salya saat ia menjadi duta Pandawa ke Astina.

Dipanggilah Nakula dan Sadewa, disuruhlah si kembar memakai baju putih dari kain kafan kemudian ke Mandaraka untuk menghadap paman mereka yaitu Prabu Salya. Kresna berpesan kepada Nakula dan Sadewa, agar mereka segera minta mati ketika mereka sampai di depan Prabu Salya.

Nakula dan Sadewa tahu bahwa mereka dikorbankan oleh Kresna, namun mereka tetap menjalankan perintah Kresna, meskipun mereka sebenarnya sangat sayang kepada pamannya Salya.

Sesampainya di Mandaraka, Nakula dan Sadewa segera bersujud di kaki pamannya. Sesuai dengan pesan Kresna, mereka menangis dan minta mati. Salya tentu saja kaget dengan apa yang dikatakan oleh si kembar, keponakannya yang sangat ia sayangi.

Salya pun kemudian bertanya,
“ Siapa yang menyuruh kalin kemari keponakanku tersayang?”.
Nakula dan Sadewa menjawab, “
Tidak ada paman, kami datang kesini menghadap paman tidak disuruh siapa-siapa”.

Prabu Salya tersenyum saat mendengar jawaban keponakannya, ia pun lalu berkata, “ Kalian tidak bisa membohongiku, aku ini paman kalian, lebih banyak makan asam kehidupan daripada kalian, aku tahu kalian disuruh oleh Kresna bukan ?”


Nakula dan Sadewa tidak berani menjawab, mereka membisu.
Salya kemudian berkata kembali ,
” Apa yang kalian inginkan keponakanku?
Apa yang kalian inginkan dari pamanmu ini nak?”.
Nakula dan Sadewa dengan berat hati pun menjawab,”
Paman, daripada kami mati di Bharatayudha menghadapai paman, lebih baik sekarang kami minta mati di tangan paman”.

Salya tersenyum dan matanya berkaca-kaca, “ Anaku Nakula dan Sadewa, setiap aku melihat kalian, aku selalu teringat akan Madrim adikku yang telah wafat saat melahirkan kalian. Maka bagaimana aku tega membunuh kalian anaku? Katakan anakku, katakan, apa yang kalian inginkan, katakanlah…”

Nakula dan Sadewa tak dapat lagi menahan air matanya. Bagi mereka, Prabu Salya adalah satu-satunya keluarga yang masih tertingga. Ibu mereka madrim, wafat saat melahirkan mereka, sementara Pandu, ayah mereka meninggal beberapa saat kemudian karena kehabisan darah karena tertusuk keris Prabu Tremboko dari Pringgadani. Dan kini, haruskah mereka merelakan kematian paman mereka yang sangat sayang dan mengasihi mereka.Mereka pun saling terdiam dalam penuh keharuan.

Prabu Salya lalu berkata memecah keheningan, “ Anakku, segeralah kalian kembali. Katakan kepada Kresna, besok saat aku maju menjadi semopati perang Kurawa dalam Bharatayudha, agar Yudhistira yang menghadapi aku, dan sekarang segeralah kalian pulang”. Dengan berat hati dan sedih, Nakula dan Sadewa bersujud memeluk kaki pamannya yang sangat mereka sayangi.

Malam sebelum ia maju ke medan perang sebagai senopati perang Korawa, Salya bercengkerama dengan mesar bersama istrinya Pujawati. Malam itu pun Pujawati sudah menangkap kesan yang tidak biasa dari suaminya, namun salya tetap berusaha meyakinkan istrinya bahwa tidak akan terjadi apa-apa.

Saat pagi menjelang, Dewi Pujawati masih terlelap dalam tidurnya, Salya melihat wajah istrinya yang tetap cantik walau sudah berumur dan selalu setia mendampinginya. Sambil menyelimuti isteri yang sangat dicintainya, Prabu Salya berkata, “ Mungkin ini terakhir kalinya aku melihat kecantikan wajahmu. istriku, maafkan aku, aku tidak mungkin memberiatahukan kepadamu akan kematianku”.Prabu Salya pun dengan baju perang berwarna putih, maju sebagai senopati perang Korawa ke medan Kurukhsetra.

Saat perang brathayuda Candrabirawa memakan korban banyak, Pandawa kewalahan menghadapi Prabu Salya. Saat itulah, Kresna meminta Yudhistira untuk maju menghadapi Prabu Salya. Pada awalnya Yudhistira menolak, karena ia sudah bertekad tidak akan maju ke medan perang dan tidak akan melukai siapapun. Mendengar jawaban itu, Kresna meminta Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa untuk bunuh diri saja. Maka dengan berat hati, Yudhistira pun maju berperang menghadapi Salya.

Dalam pewayangan, Prabu Salya Gugur oleh jimat Kalimosodo yang mengenai dadanya. Saat itu Resi Bagaspati masuk ke dalam tubuh Yudhistira, dan Candrabirawa dalam diri Salya diambil kembali oleh Resi Bagaspati sebagai pemiliknya. Pada saat itulah Yudhistira melempar jimat Kalimosodo yang tepat mengenai dada Prabu Salya.

Sementara di Mandaraka, Dewi Pujawati yang tidak melihat suaminya saat ia terbangun, menangis dan menyusul suaminya ke medan Kurukhsetra. sampai ketika hari sudah sore, dicarinya sang suami diantara ribuan mayat yang bergelimpangan. Betapa hancur hati Pujawati, saat ia menemukan mayat suaminya, diantara ribuan mayat itu. Saat itu juga, Dewi Pujawati menikamkan keris ke dadanya. Ia bela pati atas gugurnya sang suami tercinta. Bersama sukma Resi Bagaspati, dan Prabu Salya.

Baca Juga

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena ...