Wednesday, December 16, 2020

Pola Wayang

 

  1. TIWIKARMA             : Download
  2. BATARA NARADA   : Download
  3. RAJAMALA                    : Download
  4. RUPAKENCA                  : Download 
  5. KENCAKAPURA            : Download
  6. LEMBUSURO                 : Download
  7. MAHESA SURO             : Download
  8. BUTO PATIH                   : Download
  9. DURSASANA                 : Download
  10. BUTO TERONG              : Download
BONUS :
SENJATA : Download



Tuesday, November 24, 2020

Batara Wisnu dalam Pewayangan Jawa

Betara Wisnu sering disebut juga dengan Sangyang Batara Wisnu, dalam versi pewayangan Jawa, Batara Wisnu adalah Putra kelima dari Batara Guru dan Dewi Uma, Batara Wisnu adalah putra yang paling sakti diantara putra putra yang lainnya.

dalam pewayangan khususnya dalam lakon kisah dewa-dewi, Batara Wisnu bergelar Sang Hyang Satiti, yang artinya adalah Pemelihara yaitu memelihara dan melindungi Cptaan-Nya.

Sumber gambar dari : Wikipedia


Menurut budaya jawa Betara Wisnu pertama kali turun ke dunia menjelma menjadi Raja yang bergelar Simaharaja Suman dengan Kerajaan Bernama Medangura, terletak di wilayah Jawa Tengah, (hehehehe maaf jika ada perbedaan tidak perlu di perdebatkan ya ), Betara Wisnu kemudian berganti nama menjadi Sri Maharaja Matsyapati yang merajai jenis binatang air.

selain itu Betara Wisnu juga menitis atau terlahir kembali sebagai manusia, Titisan Betara Wisnu menurut pewayangan Jawa antara lain.

1. Srimaharaja Kanwa

2. Resi Wisnungkara

3. Prabu Arjunasasrabahu

4. Sri Ramawijaya

5. Sri Batara Kresna

6. Prabu Airlangga

7. Prabu Jayabaya

8. Prabu Anglingdarma

Batara wisnu bertempat tinggal di Kahyangan Untarasegara, mempunyai 3 permaisuri dan 18 putra putri antara lain ( 4 wanita dan 14 Pria ), dengan Dewi Sri Widowati atau srisekar, betara wisnu berputra batara srigala, betara srinada dan betari Srinadi.

dari pernikahan dengan Dewi Pratiwi Batara Wisnu Berputra Bambang Sitija dan Dewi Siti Sundari, Sedangkan dengan Dewi Sri Pujawati mempunyai 13 putra masing masing adalah; Batara Heruwiyana, Batara Ishawa, Batara Bhisawa, Batara Isnapura, Batara Madura, Batara MAdudewa, Batara Madusadana, Dewi Srihuna, Dewi Srihuni, Betara Pujarta, batara panwaboja dan batara Sarwedi / Hardanari.

Batara Wisnu saat turun ke Arcapada menjadi Raja Negara Medangpura bergelar Maharaja Suman untuk menaklukkan Maharaja Balya yaitu Raja Negara Medanggora penjelmaan dari Batara Kala. Batara Wisnu juga menjadi Raja di Medangkamulan bergelar Prabu Satmata untuk mengalahkan Prabu Watugunung yang melakukan inses atau kesalahan yang memperistri ibunya sendiri. 

Senjata senjata Betara Wisnu yaitu berupa Cakra dan kembang sakti yang dapat menghidupkan orang yang mati sebelum ajalnya. kembang itu disebut Cangkok Wijayakusuma yang hanya di titiskan kepad Prabu Kresna.

Batara Wisnu memiliki kendaraan berupa seekor Garuda raksasa yang bernama Bhirawan.

Monday, November 23, 2020

Patih Sekipu atau Hiranyakasipu patih dari gilingwesi

Bentuk dan Karakter Wayang ini sering terlihat digunakan sebagai seorang patih raksasa, misalnya Patih Sekipu dari negara Gilingwesi, Patih Pancatnyana dari negara Trajutrisna, Patih Prahasta dari negara Alengka, Patih Suratrimantra dari negara Sengkapura, bahkan bila Patih Lembusura dari negara Gua Kiskenda tidak dilengkapi, dapat juga digunakan wayang ini. Demikian juga untuk patih-patih dari negara seberang biasa digunakan wayang ini. Sehingga boleh dikatakan dalam lakon apa pun wayang ini dapat dikeluarkan dengan nama sekehendah Ki Dalang, khususnya lakon-lakon carangan.

Dalam pergelaran wayang memang sering jenis wayang ini ditunjukkan sebagai seorang patih dari suatu negara tertentu, apalagi jika rajanya juga seorang raksasa ditunjukkan dengan Buto Raton. Oleh karena itu kiranya tidak keliru jika wayang ini ada yang menyebutkan dengan nama Buto Patih. Nama tersebut pernah terdengar ketika seorang dalang menyuruh anak yg menonton di dekat kotak mengambil dri simpingan kri dengan Buto Patih. Sehingga dpat disebutkan juga bahwa wayang ini adalah wayang srambahan. Namun pernah juga terlihat seorang Dalang yang cukup terkenal menunjukkan wayang ini dalam lakon ”Sudamala” sebagai Kalantaka dan Kalanjaya, jadi bukan sebagai patih. Nampaknya kedua wayang tersebut memang milik pribadi atau bawaan Ki Dalang. Jadi yang jelas wayang ini lebih nampak dikategorikan sebagai wayang srambahan.

Wayang ini berhidung bentuk haluan perahu, bermulut terbuka nampak gigi-gigi dan taringnya, berjamang, bersunting surengpati, bergaruda membelakang, berambut terurai atau gimbal di punggung dan menutupi seluruh badannya sampai sepanjang kaki. Tangan belakang irasan, tidak dapat digerakkan, hanya tangan depan yang lepas dan dapat digerakkan. Di dalam buku ini disajikan tiga wayang, yang satu morgan nampak satu matanya, berarti miring betul, yang kedua nampak kedua matanya bertopong, sedangkan yang ketiga nampak kedua matanya garudan, berarti digambarkan agak miring atau metok ( dalam bahasa Jawa ).

PATIH SAKIPU

DITYA SEKIPU atau sering pula disebut Kasipu, adalah patih negara Tasikwaja, atau sering pula disebut negara Gilingwesi di bawah pemerintahan raja Prabu Pracona. Meski bertubuh agak pendek untuk golongan raksasa, Sakipu sangat sakti. Berwatak gagah berani, bengis dan kejam.

Sakipu pergi ke Suralaya melaksanakan perintah Prabu Pracona untuk melamar Dewi Gagarmayang. akan tetapi Lamarannya ditolak Bathara Guru karena melanggar kodrat hidup. Sakipu marah dan mengamuk. Suralaya geger, para Dewa cemas dan ketakutan karena tidak satupun yang dapat mengalahkan Sakipu, lebih - lebih setelah Prabu Pracona juga menyusul dan ikut mengamuk di Suralaya.


Bathara Guru mencari sarana untuk melawan Sakipu, Bambang Tetuko atau Gatotkoco, putra Dewi Arimbi dari negara Pringgandani dengan Bima yang belum berumur sepekan, dipinjam ke Suralaya sebagai jagoan melawan patih Sakipu dan Prabu Pracona.

Sakipu danPracona akhirnya tewas di tangan Tetuko yang sebelumnya telah di gembleng dan dimasukan ke dalam kawah Candradimuka, diaduk dengan segala macam senjata milik para Dewa.

Saturday, November 21, 2020

Wayang Batara Narada | Gambar wayang Batara Narada

Dalam Pewayangan Bharata Narada dilukiskan dengan bentuk tubuh cebol bulat, berwajah tua, dengan kepala menengadah ke atas.

Dalam pewayangan Bharata Narada menduduki jabatan penting dalam kahyangan, yaitu sebagai penasihat dan "tangan kanan" Batara Guru, raja kahyangan versi Jawa.

Dalam naskah Paramayoga, Bharata Narada adalah putra Sanghyang Caturkaneka. Ayahnya adalah sepupu Sanghyang Tunggal, ayah dari Batara Guru.

Pada awalnya Narada berwujud tampan. Ia bertapa di tengah sebuah samudera sambil memegang pusaka pemberian ayahnya, bernama cupu Linggamanik. Hawa panas yang dipancarkan Narada sempat membuat kahyangan geger. Batara Guru mengirim putra-putranya untuk membangunkan Narada dari tapanya, Akan tetapi tidak seorang pun dewa yang mampu memenuhi dan melaksanakan perintah tersebut. Mereka terpaksa kembali dengan tangan hampa.

Batara Guru memutuskan untuk berangkat sendiri untuk menghentikan tapa Narada. Narada pun terbangun. Keduanya kemudian terlibat perdebatan seru. Batara Guru yang merasa kalah pandai marah dan mengutuk Narada sehingga berubah wujud menjadi jelek.

Sebaliknya, karena Narada telah dikutuk tanpa penyebab yang jelas, Batara Guru pun menderita cacad berlengan empat. (Sebenarnya bertangan 4 ini adalah pengejewantahan dari sedulur papat lima pancer). Ia pun sadar bahwa Narada memang lebih pandai darinya. Maka, ia pun memohon maaf dan meminta Narada supaya sudi tinggal di kahyangan sebagai penasihatnya.

Dalam pentas pedalangan, tempat tinggal Batara Narada disebut dengan nama Kahyangan Sidiudal-udal. Atau Sidik pangudal udal.



Wednesday, November 18, 2020

Tokoh Wayang Prabukusama

Prabakusuma di dalam pedalangan disebut dengan nama Bambang Priyambada, Bambang Priyambada adalah putra Arjuna dari Dewi Supraba yang menjadi permaisurinya saat menjadi raja di kahyangan. Priyambada sangat tampan dan sakti seperti ayahnya. Kemahirannya membidikkan anak panah sukar dicari tandingannya.

Sejak kecil Bambang Priyambada diasuh oleh kakeknya yaitu Begawan Sidikwaspada dari Pertapaan Glagahwangi.
Priyambada pernah berjasa menolong Kerajaan Amarta sewaktu Dewi Mustakaweni berhasil mencuri Jamus Kalimasada dengan cara menyamar sebagai Gatotkaca.
Di kisahkan Dalam perjalanan ke Kerajaan Amarta untuk menghadap ayahnya, Prabakusuma berjumpa dengan Dewi Srikandi, salah seorang istri Arjuna yang sedang mengejar Dewi Mustakaweni.
Srikandi berjanji akan mempertemukan Prabakusuma dengan Arjuna, tetapi ia harus mau membantunya mengejar sekaligus menangkap pencuri Jamus Kalimasada.

Pusaka milik Kerajaan Amarta itu berhasil dicuri oleh Dewi Mustakaweni, putri Prabu Niwatakawaca dari Kerajaan Manimantaka. Untuk mencurinya, Dewi Mustakaweni lenih dahulu menyamar sebagai Gatotkaca.

Wednesday, November 11, 2020

Gatotkaca juga ada di cerita Mahabharata di India

Banyak yang mengira bahwa tokoh Gatotkaca merupakan tokoh fiktif dan legendaris yang ada dalam cerita wayang di Indonesia. Hal itu tidaklah benar karena tokoh Gatotkaca sebenarnya juga ada di cerita Mahabharata di India. 
Menurut versi Mahabharata, Gatotkaca adalah putra Bimasena dari keluarga Pandawa yang lahir dari seorang rakshasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri merupakan raksasa penguasa sebuah hutan; tinggal bersama kakaknya yang bernama Hidimba sedangkan dalam pewayangan Jawa, ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan Arimbi. Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa.Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghaṭotkaca bermakna "kepala gundul yang seperti kendi. Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ghaṭaṁ yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan utkaca yang berarti "gundul". Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya yang gundul mirip dengan buli-buli atau kendi.

Suryakaca tokoh wayang putra Gatotkaca

Suryakaca merupakan Putra dari Gatotkaca dengan Dewi Suryawati, Suryakaca adalah saudara dari Sasikira tetapi satu ayah dan beda ibu, dalam pewayangan Suryakaca digambarkan tidak memakai prada karena dia bukanlah seorang raja atau adipati.

Suryakaca lahir ketika memasuki Perang Bharatayudha dan diasuh oleh ibunya di istana Priggondani, bersama dengan sasikira & Jayasumpena, setelah Gatotkaca Gugur, Suryakaca mendapatkan warisan berupa Kotang Antakusuma, Caping Busanda, Kasutpada Wacakra dan Sumping Suket Kulanja.

Monday, November 9, 2020

Begawan Palasara | Cerita Wayang | Tokoh Wayang Kulit

Begawan Palasara adalah merupakan putra dari Bambang Sakri dengan Dewi Saiya (Putri dari Prabu Partawijaya dari Negai Tabelasuket) dari Petapan Argacandi, Palasara di lahirkan di Istana Tebalasuket, namun setelahnya di boyong ke gunung Saptaarga atas permintaan dari kakeknya sendiri, Setelah itu kakeknya yang kemudian memberi nama Palasara kepada dirinya agar kelak ketika ia dewasa ia akan terbiasa menjalani hidup sebagai petapa.

Kisah Begawan Palasara

Batara Wisnu mempunyai istri bernama Dewi Sri Sekar, dan berputera: Bambang Srigati dan Bambang Srinada.

Cerita Begawan Palasara di saat muda
Srigati menjadi raja di Medang Kemulan, dgn gelar Prabu Sri Maha Punggung. Dimana makanan pokok berupa beras, untuk pertama kalinya tumbuh di Medang Kemulan. Cerita ini mengingatkan kisah cinta Sang Hyang Manikmaya dengan Dewi Lokawati serta Dewi Permoni, yang bertukar raga dengan Dewi Uma. Sedangkan Bambang Srinada, menjadi raja pertama di Wirata, yang bergelar Prabu Basurata.

Sunday, October 25, 2020

Boma Narasakura dalam pewayangan

Boma Narakasura dalam pewayangan jawa adalah Putra Batara Wisnu dengan Dewi Betari Pertiwi, ia dilahirkan di Kahyangan Ekapratala yaitu tempat tinggal Batara Ekawarna kakek dari pihak Ibu. menurut versi wayang nama Boma saat kecil adalah Sitija. ia memiliki adik wanita bernama Sitisundari yang kelak menjadi Istri Abimanyu putra Arjuna dari keluarga Pendawa.


DOWNLOAD POLA WAYANG

Setelah dewasa, Sitija diminta para dewa untuk mengalahkan pamannya yaitu Bomantara yang berani menyerang khayangan. dalam pertempuran tersebut Sitija berhasil membunuh Bomantara. Roh Bomantara kemudian bersatu dalam diri Sitija yang menjadikan ia lebih sakti.

Setelah kematian Bomantara, Sitija menjadi Raja Kerajaan Surateleng bergelar Boma Narakasura, ia merubah nama Kerajaan peninggalan pamannya menjadi Trajutrisna, Selanjutnya, Boma mendengar bahwa ayahnya, Yaotu Batara WUsnu, telah terlahir kedunia sebagai manusia bernama kresna Raja Kerajaan Dwarawati. setelah melalui perjuangan, Boma akhirnya mendapat pengakuan sebagai anak sulung Kresna.

dalam pewayangan Boma di lukiskan sebagai sosok antagonis yang sering terlibat persaingan dengan gatotkaca putra Bima dari kelurga Pendawa. meskipun demikian kematiannya boma tetap dikisahkan oleh tangan Krisna.

Boma dalam pewayangan diadaptasi dai kekawin Bhomakaya oleh para dalang, terutama Ki narto Sabdo, tetapi dengan sedikit modifikasi sehingga lebih tekesan dramatis, peristiwa tersebut dinamakan Gijalisuta atau perang antara ayah melawan anak.

Wednesday, October 14, 2020

Silsilah Pendawa

Pendawa terdiri dari lima tokoh, tiga diantaranya (Yudistira, Bima, dan Arjuna) adalah putra kandung dari Dewi Kunthi, sedangkan yang lainnya yaitu (Nakula dan Sadewa) adalah putra kandung Dewi Madrim, namun satu ayah yaitu Pandu.

menurut tradisi Hindu, kelima putra pandu merupakan titisan secara langsung dari Dewa, yaitu

- Yudistira : dari Dewa Yama

- Bima : dari Dewa Bayu, Dewa Angin

- Arjuna : dewa Indra, Dewa perang

- Nakula dan Sadewa : Dewa Kembar Aswin Dewa Pengobatan.

Puntadewa ( Yudistira )

adlah saudra Pendawa yang tertua, ia merupakan penjelmaan dari Dewa Yama, Sifat-siafat Rudistira yaitu : Sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, dan hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya. memili moral yang sangat tinggi dan suka memaafkan atau mengampuni musuh yang telah menyerah. memiliki julukan : Dhramasuta (Putera Dharma), Ajathasatru (yang tidak memiliki musuh), dan Bharata (keturunan maharaja Bharata).

Yudistira menjadi seorang Maharaja setelah perang Akbar di Kurushetra berakhor dan mengadakan upacara Aswamedha demi menyatukan kerajaan-kerajaan India Kuno agar berada di bawah pengaruhnya, setelah lanjut usia ia menjalankan perjalanan suci ke Gunung Himaya bersama dengan pendawa lainnya sebagai tujuan kehidupan mereka.

Bima

bima adalah salah satu dari Pendawa putra Kunti dan Pandu, Nama Bima dalam Sansekerta memiliki arti "mengerikan" Bima merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga mempunyai julukan Bayusutha. bima sangatlah kuat, besar tinggi dan memeiliki wajah sangar, meskipun demikian, bima memeiliki hati yang baik. Bima memiliki senjata Gada yang bernama Rujakpala, karena gemar memakan Bima di juliki Werkudoro, keahlihannya dalam berperang sangat di butuhkan di Pihak Pendawa, Bima memiliki Putra Gatotkaca akan tetapi di dalam pewayangan di Indonesia Bima mempunyai beberapa Anak yang sangat sakti.

Arjuna

adalah putra Bungsu dari Dewi Kunthi dan Pandu, Arjuna dalam bahasa sansekerta memeiliki arti "yang bersinar" Arjuna merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, sang Dewa Perang. Arjuna memiliki kemahiran dalam hal memanah.

Nakula dan Sadewa

nakula dan Sadewa merupakan putra kembar dari pasangan Madri dan Pandu, mereka merupakan penjelmaan Dewa Kembar bernama Aswin. sang Dewa Pengobatan, setelah kedua orang tuanya meninggal mereka di asuh oleh Dewi Kunthi, dalam penyamaran di Kerajaan Matsay yang di pimpin oleh Raja Wirata, mereka berperan dan menyamar sebagai pengasuh kuda.

Wednesday, October 7, 2020

Syair

Syair:

O,
Sun arsa mateg mantra Manyura,
Samar kadya tan katon wujude,
Angelangut jroning wengi,
Samar kadya ginawa ing samirana,

O,
Sumusup sajroning nalan,
Kinembangan mantra sajuga,
Tan samar pamoring suksma,
Sinuksmaya ing asepi,

O,
Jroning layap liyeping aluyup,
Dhuh Gusti jejimat ingsun,
Sun memba dadya kang sun karsa. .


Terjemahan:
O,
Aku hendak membaca Mantera Manyura,
Samar-samar bagaikan tak nampak wujudnya,
Sayup-sayup pada saat malam,
Sayup bagai dibawa oleh angin,

O,
Merasuk ke dalam hati,
Berhiaskan sebuah mantera (doa), Tak ragu lagi atas kejernihan jiwa,
Yang (telah) mendapat penerangan jiwa di saat sunyi,


O,
Saat berada di antara (mata yang) terpejam dan terjaga,
Duh Gusti (Tuhan) azimat hamba,
Hamba mohon jadikanlah hamba seperti yang hamba inginkan.
Sesuai sebutannya, Mantra Manyura, tembang suluk ini dilantunkan pagi hari, sekitar pukul 03:00 pagi, menjelang matahari terbit. Jika pada pagelaran wayang kulit purwa, dilantunkan pada saat pagelaran mencapai Pathet Manyura (sekitar pukul 03:00 s/d sekitar pukul 04:00, sebelum subuh)

Monday, October 5, 2020

Tokoh Wayang Rajamala

Rajamala adalah putra angkat Resi Palasara, dari padepokan Retawu dengan Dewi Durgandini, putri Prabu Basukesti raja negara Wirata. Ia tercipta dari mala penyakit Dewi Durgandini/Dewi Lara Amis yang tertelan seekor ikan betina. Ia terjadi berbarengan dengan saudaranya yang lain, bernama; Kecaka/Kencakarupa, Upakeca/Rupakenca, Setatama, Gandawana dan Dewi Ni Yutisnawati/Rekatawati.

Rajamala juga mempunyai tiga orang saudara angkat lainnya yaitu : Bagawan Abiyasa, putra Resi Palasara dengan Dewi Durgandini, Citragada dan Wicitrawiya, keduanya putra Dewi Duragandini dengan Prabu Santanu, raja negara Astina.

Rajamala berwatak keras hati, berani, ingin selalu menangnya sendiri dan selalu menurutkan kata hati. Ia sangat sakti, tidak bisa mati selama masih terkena air. Menurut ketentuan dewata, hanya ada lima orang satria yang dapat mengalahkan dan membunuh Rajamala, yaitu: Resi Bisma, Adipati Karna, Resi Balarama/Baladewa, Duryudana dan Bima.

Pola Gambar Selanjutnya
Rajamala akhirnya tewas dalam peperangan melawan Bima, yang waktu itu hidup menyamar dinegara Wirata dengan nama Balawa, sebagai tindakan Rajamala yang ingin menjamah Salidri nama samaran Dewi Drupadi.

Sunday, October 4, 2020

Rupakenca

Rupakenca adalah Rupakenca atau Rupakencaka adalah putra angkat Resi Palasara, dari padepokan Retawu, dengan Dewi Durgandini, putri Prabu Basukesti raja negara Wirata.

Rupakenca terjadi berbarengan dengan saudaranya yang lain, yaitu; Rajamala, Kencakarupa, Setatama, Gandamana dan Dewi Ni Yutisnawati / Rekatawati.

Rupakenca juga mempunyai tiga saudara angkat lainnya, yaitu; Begawan Abiyasa, putra Resi Palasara dengan Dewi Durgandini, Citragada dan Wicitrawirya, keduanya putra Dewi Durgandini dengan Prabu Santanu, raja negara Astina.

Rupakenca berwatak sama seperti kakaknya, yaitu keras hati, penghianat, ingin menangnya sendiri, berani dan selalu menurutkan kata hati.

Sangat sakti dan mahir dalam olah keprajuritan mempergunakan senjata gada dan lembing/tombak

Gambar Pola Selanjtnya 

Patih Kencakapura

Kencakapura adalah  putra angkat Resi Palasara, dari padepokan Retawu, dengan Dewi Durgandini, putri Prabu Basukesti raja negara Wirata.

Kencakarupa tercipta dari kemudi perahu yang pecah terbentur batu besar, yang digunakan Resi Palasara dan Dewi Durgandini menyeberangi sungai Gangga.

Kencakarupa terjadi berbarengan dengan saudaranya yang lain, yaitu; Rajamala, Rupakenca, Setatama, Gandamana dan Dewi Ni Yutisnawati / Rekatawati.

Kencakarupa juga mempunyai tiga saudara angkat lainnya, yaitu; Begawan Abiyasa, putra Resi Palasara dengan Dewi Durgandini, Citragada dan Wicitrawirya, keduanya putra Dewi Durgandini dengan Prabu Santanu, raja negara Astina.

Kencakarupa berwatak keras hati, penghianat, ingin menangnya sendiri, berani dan selalu menurutkan kata hati.

Sangat sakti dan mahir dalam olah keprajuritan mempergunakan senjata gada dan lembing/tombak.

Pola Gambar selanjutnya

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena perbuatan Kurawa. Brotoseno dan saudara saudaranya yaitu pendawa berlindung ke Negeri Wirata, dengan menyamar dan menghamba pada Raja Wirata
Jagal Abilawa (bermuka dan seluruh badannya hitam) adalah nama samaran dari Raden Bratasena (Wrekudara waktu masih muda). Dia menyamarkan diri, karena pada masa itu para Pandawa mendapat kemalangan oleh perbuatan Kurawa. Bratasena dan saudara-saudaranya Pandawa berlindung ke negeri Wirata, dengan menyamar dan menghamba pada raja Wirata.
Di negeri Wirata pada masa itu ada perang tanding yang diadakan oleh putera raja yang bernama Raden Rajamala. Masuklah Jagalabilawa ke gelanggang perang tanding itu, Rajamala dapat dikalahkan. Kemudian tertolonglah kesengsaraan Pandawa, kelimanya saudara itu mengabdi ke Wirata.
Bentuk dan pakaian Jagalabilawa tak beda Bratasena, hanya berambut terurai bentuk gimbal.
Raden Utara dan Wratsangka meminta jago kepada Prabu Amarta.

Gambar Wayang Kulit Kebo Gumarang



Wayang kulit gagrak Jawatimuran tokoh Kebo Gumarang.
Foto dan pertama kali diunggah oleh: Stan Hendrawidjaya
Sumber gambar : ewayang.wg.ugm.ac.id
https://www.pitoyo.com/duniawayang/galery/details.php?image_id=1187&sessionid=c0cnfeh85octtbgo1bnn6ti3d0&l=english

Saturday, September 26, 2020

sengkuni versi pewayangan jawa

Dalam pewayangan, terutama di Jawa, Sengkuni bukan kakak dari Dewi Gandari, melainkan adik dari dewi gandari. Sementara itu Gandara versi pewayangan bukan nama sebuah kerajaan, melainkan nama kakak tertua mereka.

Sengkuni sendiri dikisahkan memiliki nama asli Harya Suman. Pada mulanya raja kerajaan Plasajenar bernama Suwala. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Gandara. Pada suatu hari Gandara ditemani kedua adiknya, yaitu Gandari dan Suman, berangkat menuju Kerajaan Mandura untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Kunti, putri negeri tersebut. 

Dalam perjalanan, rombongan Gandara berpapasan dengan Pandu yang sedang dalam perjalanan pulang menuju Kerajaan Hastina setelah memenangkan sayembara Kunti. Pertempuran pun terjadi. Gandara akhirnya tewas di tangan Pandu. Pandu kemudian membawa serta Gandari dan Suman menuju Hastina. Sesampainya di Hastina, Gandari diminta oleh kakak Pandu yang bernama Drestarastra untuk dijadikan istri. Gandari sangat marah karena ia sebenarnya ingin menjadi istri Pandu. Suman pun berjanji akan selalu membantu kakaknya itu melampiaskan sakit hatinya. Ia bertekad akan menciptakan permusuhan di antara para Korawa, anak-anak Drestarastra, melawan para Pandawa, anak-anak Pandu.

Versi pewayangan selanjutnya mengisahkan, setelah Pandu meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada Drestarastra supaya kelak diserahkan kepada para Pandawa jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya. Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para Korawa yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa cupu sejauh-jauhnya. Pandawa dan Korawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya. Namun, Sengkuni terlebih dahulu menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian minyak tala tumpah. Sengkuni segera membuka semua pakaiannya dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.

Sementara itu, cupu beserta sisa minyak tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Korawa tidak mampu mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang pendeta dekil bernama Durna yang berhasil mengambil cupu tersebut dengan mudah. Tertarik melihat kesaktiannya, para Korawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta tersebut. Sengkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, tetapi tidak ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya.

Pada hari terakhir Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal karena pengaruh minyak tala bahkan sempat membuat Bima sulit mengalahkan Sengkuni. Penasihat Pandawa selain Kresna, yaitu Semar muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sangkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena pengaruh minyak tala. Bima pun maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima. Ilmu kebal Sengkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sangkuni tanpa ampun. Meskipun demikian, Sangkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.

Pada sore hari itu, Bima berhasil mengalahkan Duryodana, pemimpin seratus Korawa. Dalam keadaan sekarat, Duryodana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika ditemani pasangan hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Dewi Banowati. Atas nasihat Kresna, Bima pun mengambil Sangkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada Duryodana. Duryodana yang sudah kehilangan penglihatannya akibat luka parah segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranya Banowati. Akibat gigitan itu, Sengkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryodana.

Thursday, September 17, 2020

Wayang Purwa dalam Bahasa Jawa


Ora mung lakone wayang kang isi pralambang. Wong kang nanggap wayani, dhalange, wayange lan kabeh ubarampene uga padha isi pralambang. Mangkene :
1. Wong kang nanggap wayang, pepindhane Hyang Maha-widdhi.
2. Dhalang = Trimurti.
3. Wayang = Para titah.
4. Kelir = angkasa (langit).
5. Debog = bantala (bumi).
6. Blencong = surya-candra lan lintang-lintang.
7. Gamelan = busananing urip, kabutuhaning manungsa (Sandhang-pangan, kasenengan lsp.)..

Tumrape manungsa :
1. Wong kang nanggap wayang' pepindhane Sang Hyang Atma (Jiwa manungsa)-
2. Dhalang : -cipta-esir, ya cipta esiring manungsa.
3. Wayang = napsuning manungsa kang pecah dadi panca {riya-'
4. Kelir = angen-angening manungsa.
5. Debog = raganing manungsa.
6. Blencong =- pitutur, (keketeging jantung kang dadi.tandhaning urip).
7. Gamelan = kabutuhaning uripe manungsa, kasenengan lsP-)

Wondene
1. Kothak (wadhah utawa papan pasimpenan wayang) = sangkan-paran (sangkane titah lan paraning titah sawisetinggal donya).
2. Gunungan utawa kayon = nggambarake urip. (Kayon saka tembung khayun = urip).
3. Cempala = nggambarake jantung.
4. Kepyak = lakuning getih

Lakon kang dicaritakake dening dhalang ana ing pagelaran wayang, emboh lakon apa bae, urut-urutaning carita ajeg padha bae, mangkene :

1. Jejer (pathet nenem) = nggambarake getering cipta.

2. Kadhatonan, Sang Prabu tetemon karo Sang Prameswari, nggambarake manunggale cipta karo rasa dadi karsa yaiku karsa nedya nganakake turun.

3. Paseban jaba, nggambarake lairing jabang-bayi-

4. Bodholan (budhaling wadyabala), nggambarake polahebayi.

5. Jejer Sabrangan, nggambarake bayi wis mundhak gedhe(dadi bocah) wiwit darbe pepenglnan.

6. Perang gagal (perange wadyabala kang kasebut ing angka 1 lumawan wadyabala ing angka 5) durung ana pepati, iku nggambarake bocah kang durung dewasa durung bisa meper pepenginane ngendhaleni kamurkane. Salebare perang gagal banjur ganti pathet songa.

7. Jejer pandhita dipurwakani gara-gara, bambang (satriya nonoman) ngadhep pandhita, nggambarake bocah wis gedhe, tinarbuka atine kapengin nggilut kawruh ngangsu ngelmu, kanggo sanguning urip ing sabanjure.

8. Adegan ing madyaning alas : danawa 3 (lan Togog, ter- kadhang karo Saraiti;. Alas iku perlambanging pepeteng (petenge ati, danawa 3 nggambarake watak angkara-murka kang njalari petenge ati Sang Bambang kepethuk danawa 3 iku, satemah dadi pancakara kang diarani perang kembang, wasanane dawana 3 iku mati kabeh. Iku nggambarake nonoman (pemudha) kang wiwit bisa ngedhaleni kamurkanane, amarga wis nggilut kawruh ngangsu ngelmu.
Salebare perang kembang banjur ganti pathet ma-nyura. Tembang ,,manyura" iku:-asale saka tembung, Jawa kuna ,mayuura, tegese : merak (araning manuk)' -Diarani pedhet-,,mayura"' (merak), jalaran pathet iku kanggone ing wayah ,,Perak'esuk"'

9. Adegan warna-warna iku nggambarake ngaurip ngalamilelakon maneka warna, kayata : bungah susah', mujur-kojur, bahagia-cilaka, asor-jaya lsp'
10. Perang brubuh mawa gendhing sampak, Ratu kang kasebut ing jejer sabrangan sawadyabalane teka ing nagarakang kasebut ing jejer kawitan (ing angka 1)' satemah dumadi perang amuk-amukan (perang brubuh)' Wasanane wadyabala saka sabrang saratune pisan sirna gempang tumpes-tapis. Manawa ratune iku malihane satriya utawa malihane putri, banjur badhar dadi rupanekang sajati. Kang mungkasi perang brubuh iku yen ing jamanePandawa mesti Bhima (werkudara) yen ing jamane Prabu Rama mesthi Hanuman' Bhima lan Hanuman iku sinebut Bayusuta, tegese : anak angin, maksude : angln cilik, yaiku : napas (ambekan)' Tandange Bhima utawa Hanuman sajrone perang brubuh nggambarake napas kang ngukut sakabehe pancadriya nalikane manungsa ngalami sekarat (sakaratilmaut)'

11. Kumpule para Ratu (sarta para rajaputra) kang kasebut ing jejer kawitan (ing angka 1) ngendikakake lega lan mareming panggalih dene wis bisa mbrastha rubeda'- satemah ing sabanjure bisa ngalami tentrem-ayem' Iku ngambarake manugsa tinggal donya kanthi tentrem- (Indonesia : meninggal dunia dengan tenang amarga wis kalis lng sawarnaning rubeda'

Andharan ing dhuwur iku salaras karo kang kasebut ing layang Wedapurwaka pupuh Dhandhanggulalan mijil

Wednesday, September 16, 2020

Banowati dalam pewayangan jawa

Menurut versi pewayangan jawa, Banowati adalah Putri Prabu Salya, Raja Negara Mandakara dengan permaisuri Dewi Pujawati atau Seryawati, putri tunggal bagawan Bagaspati dari pertapan Argabelah. ia mempunyai empat saudara kandung yaitu :
- Dewi Erawati (Permaisuri Prabu Baladewa)
- Dewi Surkanti ( Permaisuri Adipati Karna )
- Arya Burisrawa dan
- Bambang Rukmarata

Dewi Banowati menikah dengan Parabu SUyudana (Duryudana) dari Negara Astina, Putra Prabu Dretarasta dengan Dewi Gandari. dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama Raden  Lesmana Mandrakumara dan Dewi Lesmanawati, Dewi Banowati berwatak jujur, penuh belas kasih, jatmiko (penuh dengan sopan santun), tetapi agak sedikit genit.

Menurut kisah pewayangan, sesungguhnya Banowati jatuh cinta kepada Arjuna, tetapi demi mematuhi perintah Ayahnya, ia menikah dengan Prabu Suyudana, Cintanya kepada Arjuna bersemi kembali setelah gugurnya Prabu Suyudana dalam perang Bratayuda. sesudah perang tersebut, Banowati dapat memenuhi angan-angannya untuk menikahi Arjuna, tetapi usia pernikahan tersebut tidak berlangsung lama. pada malam pernikahnnya tepat setelah perang Bratayuda berakhir ia di bunuh oleh Aswatama, Putra Resi Drona, yang membalas dendam kepada seluruh pihak Pendawa di Kurusetra, bernama dengan Srikandi (Istri Arjuna yang lain) dan Kelima Putra Drupadi (Pancawala)

Saturday, September 12, 2020

Abimanyu dalam pewayangan jawa - pola gambar miniatur wayang


Di Riwayatkan Dalam pewayangan Jawa, Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna (salah satu dari lima kesatria Pandawa) dengan Dewi Subadra (putri Prabu Basudewa [penguasa Mandura] dengan Dewi Dewaki). Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan kesayangan dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat "Wahyu Hidayat", yang mampu membuatnya mengerti dalam segala hal. Dikisahkan bahwa karena pertapaannya yang khusyuk, Abimanyu mendapatkan Wahyu Makutha Raja, yaitu wahyu yang menyatakan bahwa keturunannya akan menjadi penerus takhta penguasa Astina.


DOWNLOAD POLA WAYANG HD

Dalam pewayangan, Abimanyu diceritakan sebagai tokoh yang bersifat lembut, bertingkah laku baik, jujur, berhati teguh, bertanggung jawab, dan pemberani. Pendidikan militernya diajarkan langsung oleh ayahnya, sedangkan ilmu kebatinan ia dapatkan dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang istri, yaitu:
Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, raja negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi. Kisah pernikahan Abimanyu dengan Siti Sundari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul Alap-Alapan Siti Sundari atau Jaya Murcita Ngraman.

Dewi Utari, putri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra Parikesit. Kisah pernikahan Abimanyu dengan Utari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul Putu Rabi Nini atau Kalabendana Gugur.


Dalam perang Baratayuda
Abimanyu gugur dalam Baratayuda, yaitu pertempuran antara kubu Korawa melawan Pandawa di lapangan Kurusetra. Pada saat itu, kesatria dari pihak Pandawa yang berada di medan laga dan menguasai strategi perang hanya tiga orang, yakni Bima, Arjuna, dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kunta Wijayadanu. Bima dan Arjuna dipancing oleh kesatria lain dari pihak Korawa agar keluar dari medan pertempuran, sehingga Abimanyu saja yang diandalkan pihak Pandawa pada saat itu.

Setelah semua saudaranya gugur, Abimanyu lupa untuk mengatur formasi perang. Dia maju sendirian ke tengah barisan Korawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan musuhnya. Korawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya— dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang (banyak sekali). Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata menancap di tubuhnya. Menurut cerita, kejadian itu merupakan risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari. Abimanyu pernah bersumpah bahwa dia masih bujang, dan menyatakan apabila dia mengucapkan sumpah palsu, maka dia siap mati dikeroyok dan tertusuk berbagai senjata para musuhnya. Padahal Abimanyu mengucapkan sumpah palsu, karena saat itu dia sudah menikahi Dewi Siti Sundari.

Dengan berbagai senjata yang menancap diseluruh tubuhnya, Abimanyu tidak bisa berjalan lagi. Meski demikian, Abimanyu tidak menyerah. Bahkan dia berhasil membunuh calon putra mahkota Astina, yaitu Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryodana, dengan cara melemparkan keris Pulanggeni, setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang ada di dadanya. Akhirnya Abimanyu gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, kesatria dari Banakeling.

Baca Juga

Jagal Abilawa

Jagal Abilawa adalah nama samaran dari Raden Brotoseno / Bima, dia menyamarkan diri karena pada masa itu para Pandawa mendapat ujian karena ...